BOSSY BOSS

Chapter 93 - News From Raka



Chapter 93 - News From Raka

0Entah jam berapa ini, aku terbangun ketika matahari sudah terlihat menembus jendela kamar yang sedikit asing dipenglihatanku. Aku menoleh ke segala arah dan sadar bahwa aku masih di rumah kayu milik Sean.     

Hal terakhir yang aku ingat adalah kami bercinta di atas meja makan dan mungkin aku kelelahan sehingga aku tertidur. Dan sekarang, hanya selimut yang lagi-lagi membalut tubuhku.     

Kulihat di meja tepi kasur, ada obat yang di situ ada kertas bertuliskan vitamin C. Aku meraihnya dan meminumnya dengan air mineral yang juga sudah disediakan.     

Rumah kayu ini terasa sepi saat aku terbangun. Aku pun langsung mandi dan setelah itu menyalakan ponselku. Sepertinya aku terlalu lama berada di sini hingga mengabaikan ponselku yang ketika kunyalakan banyak notifikasi dari Jeremy.     

Tiba-tiba ponselku langsung berdering dan kulihat Jeremy meneleponku.     

"Halo, Jer," sapaku.     

"Apa kamu baru bangun tidur?" tanyanya. Mungkin karena suaraku masih terdengar seperti mengantuk dan kelelahan, padahal aku sudah mandi.     

"Ya. aku benar-benar mengantuk sampai batre hp-ku mati dan sekarang baru bangun. Maaf ya, nggak mengabarimu," kataku bohong.     

"It's ok. Kalau masih lelah, istirahat lagi aja. Jangan lupa makan."     

Aku diam sejenak. Rasanya mataku panas karena membohongi Jeremy. Ia terdengar santai walau aku tahu ia pasti seharian ini khawatir padaku.     

"Dai? Tidur?" panggilnya memastikan.     

"Ah, nggak, Jer. Nyawaku belum terkumpul. Mungkin habis ini mau makan. Kamu di sana baik-baik, kan? Udah makan?"     

"Aku baru selesai makan. Hmm, ya sudah, makan dulu sana. Aku masih ada kerjaan online yang harus kugarap."     

"Oke."     

Aku menutup panggilan itu ketika Jeremy mendahuluinya. Lalu aku menatap cermin yang memperlihatkan diriku setelah mandi. Masih mengenakan handuk dan rambut yang basah. Lalu aku baru saja melakukan kebohongan yang fatal.     

Sean masuk sudah lengkap dengan pakaiannya. Aku rasa ia selalu memakai pakaian serba hitam. Ia berdiri di ambang pintu dengan tangannya terlipat di dada. "Siap untuk pulang?" tanyanya.     

Aku mengangguk dan meminta waktu untuk bersiap.     

Aku meminta Sean untuk mengantarku sampai gerbang komplek rumah orang tuaku. Karena minggu ini adalah jatahku menginap di rumah mereka dan aku tidak mau mengambil risiko Sean terlihat di depan orang tuaku.     

"Aku akan menjemputmu setiap Jumat malam. Atau kalau kamu yang membutuhkannya, kamu bisa menghubungiku, Daisy," kata Sean.     

Aku tidak membalas ucapannya. Langsung saja aku turun dari mobil dan berjalan menyusuri beberapa blok rumah untuk sampai di rumah orang tuaku.     

Saat aku membuka gerbang dan menutupnya, aku melihat Raka di luar. Kali ini aku jelas melihat ia bersama Reina sedang mengobrol di sana. Kupikir ia hanya tiga hari di Indonesia. Tapi sepertinya ia memperpanjang penetapannya. Dan Raka sepertinya memberitahu Ibuku dan Om Thomas bahwa ia pulang ke Indonesia.     

Aku masuk ke dalam tanpa menyapa keduanya. Di samping aku yang cukup terlalu lelah, aku juga malas berbasa-basi pada keduanya. Yah, Raka membuatku sedikit hilang respek walau apa pun keputusannya adalah haknya.     

"Daisy? Loh, kamu nggak naik motor?" tanya Ibu ketika ia melihatku datang dan memastikan halaman depan.     

"Nggak, Bu. Aku agak capek," ujarku.     

"Istirahatlah, Daisy. Kamu udah menyapa Raka?" tanya Om Thomas.     

"Oh, sudah, Om. Hmm, nggak sama Raja?" tanyaku penasaran.     

Om Thomas dan Ibu saling pandang. Lalu keduanya menggeleng dan menunjukkan wajah sedihnya. Aku sudah menebak sesuatu. Sepertinya ini semua karena Reina. Biar pun Raka dan Raja salah, tapi pemicunya tentu saja Reina.     

"Ini karena Reina, ya?" tanyaku.     

"Sudahlah, Nak. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka."     

"Yah, untung aku nggak dekat dengan wanita itu," balasku dan meninggalkan mereka menuju kamar.     

Rasa lelah dan emosi bercampur menjadi satu. Sebaiknya aku tidak keluar sampai emosiku stabil atau sampai Reina pergi dari rumah ini. Mungkin aku terdengar benar-benar menyebalkan dan tidak sopan, tapi aku tidak suka dengan caranya. Aku tidak menyetujui ia bisa mengambil kedua hati laki-laki itu. Hanya saja terkadang seseorang harus bisa memilih salah satunya.     

Reina… entah bagaimana jika suatu saat nanti aku dan dia bertemu tak sengaja, pasti aku mengeluarkan kata-kata pedasku untuknya.     

Kurebahkan diriku sebentar hingga kantuk sedikit datang lagi. Kalau dipikir-pikir, hari ini sepertinya melelahkan sekali. Bercinta hebat dan membuatku mengeluarkan banyak energi. Tapi Sean benar-benar membuatku ketagihan. Ia juga bilang kapan pun aku membutuhkannya, ia selalu ada.     

"Tadi itu apa?" tiba-tiba Raka masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku langsung terbangun dan sedikit terkejut. Kututup pintu kamarku dan menatapnya.     

"Apanya yang apa?" tanyaku berpura-pura.     

"Tatapan nggak enakmu itu di Reina?"     

"Aku berhak punya perasaan nggak suka dengan seseorang, Raka," kataku berusaha tenang.     

"Tapi nggak harus begitu kan, Dai?"     

Kutatap Raka dengan penuh arti. Mungkin mereka saat ini sudah balikan dan Reina memutuskan untuk meninggalkan Raja? Entahlah. Aku tidak mau mencampuri urusan mereka. Jadi aku hanya diam dan kembali ke tempat tidurku.     

"Kamu nggak balas ucapanku?" tanya Raka.     

"Keluar. Aku capek," usirku.     

Raka terlihat seperti memikirkan sesuatu. Lalu ia yang sekarang kembali menatapku. "Kamu benar soal seks itu. Dan kami… melakukannya," ujarnya memberitahu.     

Seperti kataku, aku tidak kaget dan aku tidak peduli lagi. "Dan sekarang aku merasa bersalah dengan Raja," katanya.     

Kuhela nafasku dan membiarkannya berbicara terus untuk mengungkapkan semua yang ingin ia ungkapkan.     

"Tapi aku nggak mau kamu mendiamkan aku seperti kamu mendiamkan Raja, Dai. aku butuh teman bicara," katanya lagi.     

"Sekarang kamu ada Reina. Kamu bisa menceritakan semuanya kepadanya," timpalku.     

Raka menggeleng cepat. "Aku nggak bisa seterbuka itu dengannya."     

"Lanjutkan besok ajalah, Ka. Aku capek dan aku butuh tidur," kataku dengan halus saat ini.     

Raka perlahan keluar dan menutup pintu setelah ia sedikit ragu ingin keluar dari kamarku. Di situ aku baru bernafas lega dan akhirnya benar-benar mulai tidur tanpa memikirkan masalahnya.     

Aroma seperti roti bakar dan kopi susu masuk ke hidungku saat aku masih dalam keadaan tidur. Setidaknya setengah tidur. Aku mengerjapkan mataku dan melihat ada Raka di tepi kasurku. Aku langsung beranjak dan menatapnya sekali lagi.     

Kulihat ia membawa nampan berisikan roti bakar dan kopi susu, sesuai yang aku katakan tadi. Ia menaruhnya di meja sebelah kasur.     

"Maaf membangunkanmu. Tapi sepertinya kamu tipikal yang bangun pagi kalau di kost," katanya.     

Ah ya, aku lupa aku selalu bangun pagi jika di kost dan siang jika di rumah. "Maaf, aku cuma sedikit lelah," kataku.     

"Aku bawa sarapan buat kamu dan makanlah. Hari ini aku mau berenang, kalau mau bicara ke kolam, ya." Raka berdiri setelah memberitahuku. Aku menatapnya hingga ia menutup pintu kamarku dengan pelan.     

Sekarang aku menatap nampan itu. Nampan yang berisi sarapanku yang kupikir itu bukan buatan Ibu. Ibu selalu menginginkan aku untuk makan nasi jika sarapan, tapi Raka… dia pikir dia di US, mungkin.     

Aku langsung mandi setelah merapikan kasur dan makan sarapanku setelahnya. Oh ya, aku tidak terbiasa sarapan sebelum mandi. Jadi, aku harus mandi dulu untuk sekadar sarapan.     

Kuhubungi Jeremy melalui panggilan video karena aku ingin melihatnya. Setidaknya saat ini aku sedang di rumah dan dalam keadaan terlihat rapi.     

"Morning, Sunshine," sapanya di pembukaan. Aku tersenyum meleleh.     

"Morning, Dear… aku baru bangun dan sedang sarapan," kataku.     

"Siang banget sarapanmu? Online shop bagaimana? Lancar?     

"Yah, aku tidur nyenyak di rumah, Jer. Dan yah, lancar. Ini aku lagi buka e-commerce dulu," kataku seraya fokus pada laptop yang sedang aku periksa.     

Kami berbicara banyak sambil aku fokus pada pekerjaanku ini. Ada beberapa pesanan yang bisa kuproses dulu dengan barang yang juga ada di rumah. Jadi, aku memang stok barang jualanku di rumah dan di kost, sehingga ketika seperti saat ini, aku hanya tinggal memprosesnya.     

Lalu, pembicaraan aku dan Jeremy berakhir karena Jeremy harus bekerja yang tidak bisa ditunda. Sebenarnya memang beginilah seharusnya pacaran jarak jauh. Saling percaya walau saat ini aku sedang membohonginya demi keegoisanku sendiri.     

Aku menuju kolam ketika pekerjaanku sudah selesai. Nanti tinggal aku memeriksa lagi apakah ada pesanan baru atau tidak. Aku ingin melihat Raka dan mungkin mendengarkan apa yang akan ia sampaikan seperti semalam.     

Raka masih berenang dan aku duduk di tepi kolam dengan membiarkan kedua kakiku di dalamnya. Lalu Raka mendekat dengan rambutnya yang basah.     

"Sarapanmu habis?" tanyanya.     

"Ya. Terima kasih."     

"Aku memperpanjang liburku," katanya. Aku mengangguk paham. Sudah sangat jelas ini semua karena siapa. Tapi aku tidak bertanya lebih jauh.     

"Tiga bulan lagi aku dan Reina akan menikah," infonya.     

Berita ini cukup membuatku syok dan terkejut. Menikah? Aku tidak memikirkan mereka akan mencapai ke arah itu. Bagaimana bisa? Lalu bagaimana dengan Raja?     

"Aku tahu ini membuatmu terkejut, Dai. Tapi inilah keputusan kami. Reina sudah melepaskan Raja dan yah, Raja hilang kendali saat aku meninggalkannya di US. Dia… kacau," jelasnya.     

Tentu saja kacau. Pikiran Raja tentunya akan mengarah ke arah serius bersama Reina. Tapi siapa yang tahu jika ternyata yang diinginkan tidak sesuai dengan ekspektasi.     

Aku belum berani berbicara apa pun. Raka juga masih terlihat ingin menyampaikan sesuatu.     

"Saat aku bercinta dengan Reina. Kami memutuskan untuk menjadikannya," katanya.     

"Dan apa sekarang ia sudah hamil?" tanyaku baru membuka suara untuk meresponsnya. Raka menggeleng dan aku sedikit lega mendengarnya.     

"Dai… ada satu hal yang aku minta tolong dari kamu. Aku harap kamu mau membantuku," tiba-tiba Raka meminta bantuanku.     

Aku sedikit menghembuskan nafasku dengan berat, menunjukkan bahwa aku tidak ingin terlibat dalam hubungan mereka berdua. "Aku nggak bisa membantu apa-apa. Kamu tahu aku nggak suka dengan Reina. Dan apa pun yang kalian lakukan, aku nggak mau ikut campur lagi."     

"Kamu belum mendengar aku minta bantuan apa, Dai."     

"Apa?" tanyaku akhirnya.     

"Hibur Raja… a-aku tahu kamu, maksudku kalian sedang nggak bertegur sapa. But, please... help me."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.