BOSSY BOSS

Chapter 92 - The Agreement is Signed



Chapter 92 - The Agreement is Signed

0Seminggu itu tiba. Aku bahkan masih tidak memiliki jawaban yang permanen. Keegoisanku masih menetap. Mencintai seseorang di saat aku membutuhkan kenikmatan.     

Tapi aku tidak akan mundur. Aku tetap menemui Sean. Ia sudah menunggu di pohon beringin itu sebelum aku tiba di sana. Dan aku langsung masuk ketika memastikan keadaan aman. Kuhela nafasku ketika sudah di dalam mobil.     

"Jadi, kamu izin apa dengan kekasihmu itu?" tanya Sean mengajak berbicara.     

"Nggak semua hal harus meminta izin," kataku padanya.     

Oh ya, perlu kalian tahu, aku sudah mengurusi segala hal jualan online shopku sebelum pertemuan ini. Apa lagi aku tidak memakai sistem pakai COD ojek online, kurasa itu bisa di pertimbangkan nanti-nanti saja. Jadi aku hanya memakai jasa pengiriman ekspedisi.     

"Wah, aku suka pemikiran itu. Wanita mandiri nggak harus selalu meminta izin," katanya menyetujuiku.     

"Tapi aku sering jujur padanya tentang hal-hal yang kulakukan," ucapku lirih seraya menatap luar jendela mobil.     

"Aku tahu kejujuran itu penting. Tapi ada kalanya menyembunyikan sesuatu demi kebaikanmu sendiri, mungkin demi hubungan kalian juga," ucapnya.     

Aku tidak membalas ucapannya. Kubiarkan kami hening saja tanpa bicara sama sekali. Aku juga tidak tertarik untuk berbicara banyak.     

Kami sampai di rumah itu lagi. Kini perasaanku jadi berkecamuk, jantungku berdetak cepat dan nafasku terasa memburu. Aku dan Sean melangkah masuk dan aku melihat seseorang duduk di ruang tamu.     

"Ini dokter Reta. Dia akan menangani kesehatanmu. Kalau kamu setuju," katanya.     

"Saya akan tunggu di ruangan," kata dokter Reta setelah aku dan beliau memperkenalkan diri.     

Aku langsung menatap Sean setelah dokter Reta masuk ke ruangan. "Apa dia tahu?" tanyaku.     

"Ya. Nggak perlu malu, Daisy. Sekarang, bagaimana keputusanmu?"     

"No hard feelings, just sex?" tanyaku memastikan. Aku tidak ingin terlibat dengan perasaan kepada laki-laki lain selain Jeremy.     

"Ya," jawabnya.     

"Kalau di antara kita timbul perasaan itu, berjanjilah untuk berhenti dan pergi," kataku.     

"Jadi kamu mengajukan syarat? Well, oke. Lalu, apa jawaban pastimu, Daisy?" Tatapan Sean benar-benar membunuh dan menggoda. Dengan kaos polos hitam yang mencetak tubuhnya juga celan jean hitam, membuatnya terlihat semakin menawan. Bagaimana bisa aku menolaknya jika di hadapkan dengan apa yang kubutuhkan?     

Kuraih dokumen itu dan meraih pena. Dnegan ragu aku menandatanganinya lalu memberikan dokumen itu padanya.     

Sean menghembuskan nafasnya. Ia seperti menahan sesuatu yang sepertinya sama denganku. "Masuklah ke ruangan dokter Reta. Setelah ia memeriksamu, ia akan pergi dari sini," katanya memerintah.     

Aku langsung masuk ke ruangan dokter Reta. Beliau duduk manis dan tersenyum melihatku ketika masuk. Aku duduk di hadapannya. "Jadi, kamu menyetujuinya?" tanya beliau.     

Aku mengangguk padanya. "Ba-bagaimana dokter bisa bersikap biasa?" tanyaku.     

Dokter Reta berdiri dan menyuruhku berbaring. Ia lalu melakukan pemeriksaan padaku untuk memastikan aku sehat sebelum melakukan hubungan seks. Beliau bahkan belum menjawab pertanyaanku.     

"Dan bagaimana kamu bisa menyetujuinya?" tanyanya yang kupikir ia melemparkan pertanyaan yang hampir serupa dengan maksudku.     

Aku hanya diam. Rasanya malu jika seorang dokter tahu akan hal dan perjanjian ini.     

"Sebenarnya Sean udah saya anggap seperti anak sendiri. Seperti seorang Ibu, saya mau melakukan yang menurutnya baik. Walau pun rasanya konyol jika sesuatu itu berhubungan dengan seks. Kamu akan terbiasa, Daisy," jelas dokter Reta.     

"Apa Sean laki-laki baik?"     

"Sangat baik. Ia akan lebih menjadi baik jika kamu menuruti perintahnya."     

Aku langsung beranjak begitu dokter Reta selesai. Lalu Sean membuka pintu dan bertatapan dengan dokter Sean yang mengangguk. "Dia sehat dan aman," ucap dokter Reta.     

Begitu pemeriksaan selesai, dokter Reta langsung pamit dan meninggalkan aku juga Sean hanya berdua. "Ini kunci untukmu. Kapanpun kamu butuh tempat selain kost atau rumahmu, maksudku ingin sendiri, kamu bisa ke sini. Aku juga memegang kunci," ujar Sean memberikan seperangkat kunci rumah beserta kunci kamarku.     

Aku menerimanya dan memasukkannya ke dalam tas. Untuk sejenak kami diam. Aku tidak tahu harus melakukan apa tapi kulihat Sean membuka kamar yang khusus ia pakai denganku. Aku tercekat. "Mandilah, Daisy. Lalu pakai sesuatu yang ada di lemarimu. Aku juga harus mandi," katanya.     

Padahal sebenarnya aku sudah mandi, tapi tidak ada salahnya jika mencoba fasilitas di sini.     

Pancuran air hangat benar-benar membuat tubuhku segar. Dari kepala hingg ke kaki, tubuhku basah oleh pancuran air. Aku membersihkan diriku sebersih mungkin. Lalu setelah itu, aku mencari pakaian-pakaian yang ada di lemari.     

Sial! Semua pakaian ini adalah pakaian seksi atau sebutlah lingerie. Sepertinya Sean sengaja membeli pakaian model seperti itu untuk membuatnya semakin berhasrat.     

Kutatap diriku di cermin dan aku mematikan ponselku. Aku diam sebentar untuk menarik dan menghembuskan nafasku. Memilih lingerie adalah sesuatu yang tidak bisa kuprediksi, mana yang membangkitkan gairah dan mana yang bukan. Tapi ketika kulihat semua, semuanya terlihat benar-benar seksi dan terbuka.     

Kupilih lingeri putih yang berenda. Talinya hanya menggantung di leher sehingga punggungku terbuka. Memperlihatkan payudaraku yang cukup membesar dan benar-benar terlihat sangat jelas.     

Aku menyisir rambutku hingga rapih dan memakai wewangian yang sudah di siapkan Sean. lipstik merah juga kupakai untuk terlihat sedikit memesona.     

Dan beginilah aku. Aku terlihat sangat seksi. Dua payudara yang kelihatan jelas dan bokongku yang memang besar sepertinya akan membuat Sean tergoda.     

Kudengar Sean membuka pintu. Ia hanya mengenakan celana jeans hitamnya tadi dan tanpa atasan. Perutnya masih terlihat kotak-kotak, seperti saat di kolam renang. Aku menatapnya melalui cermin. Bisa kulihat jelas bagaimana Sean sangat menginginkan aku. Beberapa kali Sean menelan ludahnya dan kemudian ia berhenti tepat di belakangku.     

Tubuhnya yang tinggi menjulang itu, membuatku menatapnya ke atas melalui cermin. Tangannya mulai menyusuri punggung telanjangku. Oh, dan aku melihat ia membawa sebuah tali entah untuk apa.     

"Aku tahu kamu menginginkannya juga, Daisy. Aku tahu sejak lama," katanya berbisik.     

"Ba-bagaimana kamu bisa tahu?" tanyaku gugup dengan nafas memburu.     

"Aku tahu banyak tentangmu. Berbaliklah," perintahnya.     

Aku berbalik dan ya, dua payudaraku bersentuhan dengan tubuhnya. "Aku akan membuatmu panas, bergairah, memohon, dan ampun. Apa kamu siap?" tanyanya.     

Kuanggukkan kepalaku dan Sean langsung meraih daguku. Ia menciumku. Perlahan hingga ciumannya kubalas. Ciuman itu lantas menjadi lebih panas hingga ia menggiringku ke kasur. Di sana ia terbaring dan mengangkatku untuk aku berada di atasnya.     

Jadi, inilah yang harus aku lakukan lebih dulu. Membuatku puas. Kugoyangkan tubuhku di atasnya dengan menggeliat setelah Sean melepas celannya dan masuk ke dalam tubuhku. Aku tidak bisa untuk tidak menikmati sensasi yang nikmat ini. Bahkan ini terasa sangat nikmat lebih dari apa pun.     

Sean pandai memainkan mulutnya. Melumatku, mengisapku, dan menciumku. Tangannya meremas-remas bokongku dengan keras. Aku… aku tetap fokus untuk membuat diriku merasa puas. Tersentak dan berteriak melengking tinggi ketika nikmat itu kudapatkan. Tidak peduli jika teriakan itu terlalu keras, aku mendapatkannya dua kali. Dan aku benar-benar lemas.     

Setelah aku basah dengan keringatku sendiri, Sean memindahkan aku pada posisinya. Aku berada di bawahnya sekarang. Tanpa penolakan namun merasa lemas, dua tanganku terikat pada kepala ranjang. Terikat yang benar-benar terikat tidak bisa kulepas.     

"Sekarang, aku akan membuatmu mendapatkan kenikmatan yang tidak ada duanya, Daisy. Kamu akan merasakan itu lagi. Bersiaplah," katanya berbisik dengan nafas yang terengah-engah.     

Setelah kedua tanganku terikat, Sean melebarkan kakiku dan ia mulai melesat ke dalam tubuhku. Dalam sekali hingga aku mengerang nikmat. Ia mulai bergerak cepat, membuatku tidak tahan.     

"Ya, begitu Daisy!" katanya saat aku mendesah hebat. "Aku suka desahanmu. Kamu terlihat seksi!" katanya dengan dorongan dan gerakan yang semakin cepat.     

"Sean… aku mohon lebih cepat!" pintaku.     

"Hmm… kamu nggak akan pernah tahu bagaimana sekarang kamu benar-benar menggairahkanku, Daisy!" katanya.     

Lengkinganku membuatku tak berdaya setelah mendapatkan kenikmatan itu lagi. Nafasku memburu dan aku sedikit menutup mataku.     

"Tidurlah… karena saat kamu bangun, kita akan melakukannya lagi dengan cara yang berbeda," kata Sean saat aku mencoba memejamkan mataku untuk tertidur.     

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku tertidur, yang pasti saat ini aku masih di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhku. Tubuhku terasa lelah dan aku langsung meminum air mineral yang ada di gelas sebelahku.     

Sean masuk, masih dengan celananya tadi. Rambutnya sedikit berantakan dan ia mendekat dengan senyuman. "Halo, cantik. Tidurmu, nyenyak?"     

"Jam berapa ini?" tanyaku karena melihat di kamar ini tidak ada jam dan ponselku juga aku matikan.     

"Jam dua belas siang. Apa kamu mau makan dulu?"     

Aku mengangguk dan keluar dari ranjang tanpa pakaian. Sean terlihat terkejut seolah ini pertama kali baginya. "Kenapa? Aku pikir kamu udah terbiasa," kataku dan meraih lingerie yang kupakai tadi.     

"Aku tunggu di meja makan," katanya tanpa menoleh.     

Di meja makan aku sudah melihat lauk yang entah dari mana ia dapatkan. Mungkin membelinya atau seseorang memasak di sini. Tapi aku tidak banyak tanya. Aku langsung makan dengan lahap dan sampai habis.     

Setelah makan, aku masih duduk di kursi. Melihat Sean yang merapikan meja makan hingga membuat meja makan itu benar-benar tanpa noda.     

"Daisy, apa kamu tahu kalau tubuhmu itu menggoda para laki-laki?" tanya Sean tiba-tiba.     

Aku bingung karena seperti yang kutahu, aku merasa tidak demikian. "Maksudmu?" tanyaku.     

"Kamu pakai pakaian biasa saja di mataku itu sudah membuatku tergoda, Daisy."     

"Itu hanya pikiranmu aja, Sean," kataku berdiri hendak menuju kamar. Tiba-tiba Sean membalikkan tubuhku dan membuatku terduduk di meja. Ia menciumku lagi. Dan kubalas tentunya. Aku pikir kami akan melakukannya lagi di kamar.     

"Apa kamu suka bercinta di meja makan?" tanyanya menggoda.     

"Aku belum pernah melakukannya."     

"Kalau begitu, akan aku buktikan bahwa ini lebih menarik," katanya dan membuka kakiku lebih lebar setelah ia membuatku terbaring di atas meja.     

Perlahan Sean memasukkannya. Kedua tanganku berada di atas kepalaku, ia menggenggamnya erat dan membiarkan dirinya bergerak di atasku lebih cepat daripada di ranjang tadi. Desahan, rintihan, dan lengkingan teriakan kenikmatanku bahkan mengundangnya untuk terus bergerak lebih cepat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.