BOSSY BOSS

Chapter 91 - Sean & The Agreement



Chapter 91 - Sean & The Agreement

0Matahari terbit masih di timur. Hari ini aku bangun terlalu siang. Meregangkan tubuh dan sedikit memanjakannya aku rasa bukan masalah besar. Aku bahkan tak langsung beranjak dan malah menatap langit-langit kamarku. Kupejamkan mata sebentar sebelum memutuskan untuk bangun dari kasur.     

Semalam aku memutuskan tidak ke hotel di mana Raka menginap. Aku rasa aku tidak mau mengurusinya lagi. Mungkin lebih tepatnya ikut campur urusan mereka. Lebih aku menjaga jarak dari orang yang mungkin memberikan dampak buruk bagiku. Aku toh lelah menasihatinya juga. Raka juga memiliki hak atas apa yang ia inginkan.     

Aku langsung membuka pintu kostku dan merasakan udara pagi hari. Jadi begini rasanya bangun siang yang kulihat baru pukul sembilan pagi. Yah, bagiku itu sudah terlalu siang mengingat aku adalah morning person. Aku terbiasa bangun pukul empat pagi.     

Apa ada di antara kalian yang bangun pukul segitu atau malah sebelum aku? Well, kalian keren!     

Dulu, saat bersama Zen aku selalu bangun pukul enam pagi. Tapi setelah tak bersamanya, aku bangun lebih awal sekali. Pikiranku menjadi fresh setelah itu.     

Sudah mandi dan sudah rapi-rapi kost, sekarang saatnya aku mencari sarapan. Maksudku sarapan yang sudah telat. Oh ya, aku juga sudah bicara dengan Jeremy melalui telepon. Dia selalu menyemangatiku setiap harinya. Sebentar lagi ia juga akan pulang ke Indonesia. Sesuai janjinya, sebulan sekali pulang dan aku tidak sabar untuk itu.     

Aku tidak tahu sarapan apa yang kuinginkan. Tapi aku menemukan sebuah warung yang pernah aku lewati tapi aku belum pernah singgahi. Warung lontong sayur dan segala hal yang berbau lontong. Jadi, aku mampir untuk makan di tempat.     

Satu porsi lontong sayur dengan lauk ayam goreng dan satu es teh manis membuatku merasa cukup kenyang. Kalian tahu kan, lontong sayur itu kuah sayurnya terbuat dari santan? Jadi, sudah pasti kenyang, menurutku.     

"Morning, Daisy," tiba-tiba suara yang hampir tidak kukenal mendekat. Aku melihatnya dan terkejut karena tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi.     

Sean. Kalian masih ingat kan, laki-laki menyebalkan yang menggoda dan juga tampan, yang kutemui di kolam renang hotel? Well, aku tidak menyangka akan bertemu dengannya di warung lontong sayur ini.     

Sean duduk di hadapanku dengan membawa piring dan gelasnya yang keduanya masih baru terisi. Ia memandangku dengan senyuman di bibirnya dan mulai makan di hadapanku. Aku berdiri hendak meninggalkannya tapi Sean menahan tanganku.     

"Temani aku," katanya memerintah. Aku menatap ke sekeliling yang masih banyak orang dan aku tidak ingin menimbulkan masalah. Jadi aku mengikuti perintahnya dan duduk dengan perasaan kesalku.     

"Kamu mau nambah?" tanyanya.     

"Nggak."     

"Jadi, kenapa bisa sampai ke lontong sayur sini, Daisy?" tanyanya sambil menguyah.     

"Aku sering ke sini," kataku bohong.     

Sean tersenyum dan menggeleng dengan perlahan sambil satu telunjuknya memberikan gestur 'tidak'. "Kamu nggak pernah ke sini. Jangan bohong. Aku bahkan setiap hari ke sini dan baru melihatmu sekarang," katanya.     

Kuputar bola mataku kesal dan ia menatapku. "No, jangan putar bola matamu di hadapanku, Daisy. Aku bisa aja sekarang membuatmu menunduk," katanya.     

Aku tidak mengerti maksudnya tapi seperti itu sesuatu yang buruk dan aku hanya diam sampai ia selesai dan kami keluar dari warung ini, jadi aku bisa bebas memberontak.     

Akhirnya aku benar-benar keluar dari warung itu dan melepaskan genggaman Sean yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kutepiskan tangannya dengan kasar tanpa peduli dengan sekitar.     

"Jangan sembarang, oke? Kita nggak saling kenal!" kataku kesal.     

"Kita bisa saling kenal kalau begitu," timpalnya.     

Aku menggeleng dan menuju sepeda motorku. Sean mengikutiku hingga ia menyentuh kepala sepeda motorku. "Ayolah, kamu akan menyukainya, Daisy. Aku bisa melihat itu di matamu," bujuknya.     

Tiba-tiba Sean mengambil paksa kunci sepeda motorku dan ia menaruhnya di saku celananya. Aku menghela nafas kesal. Sean benar-benar laki-laki brengsek!     

"Ikut aku," katanya memerintah.     

"Aku punya pacar. Tolong jangan macam-macam," ujarku.     

Sean terdiam sejenak dan mengangguk. "Daisy, ikut aku sebentar dan kamu akan aku tawari sesuatu."     

Aku tidak tahu maksudnya apa. Tapi aku butuh kunci sepeda motorku. Dan salah satu caranya adalah mengikuti perintahnya. Jadi aku menyuruh Sean menepikan motorku dengan aman dan aku mengikutinya ke mobil yang saat ini ia kendarai, bukan sepeda motornya yang besar itu.     

Menurut kalian, apa yang ia tawarkan padaku? Sesuatu yang menguntungkanku atau bukan? Aku bahkan tidak bertanya padanya sampai kami tiba di suatu rumah kayu yang kulihat sekelilingnya sangat sepi.     

Aku tidak langsung turun dari mobil. Sean menatapku setelah membuka sabuk pengamannya. "Hanya sebentar. Kita perlu bicara di dalam dengan suasana hening dan sejuk," katanya lalu turun. Aku menghembuskan nafasku memejamkan mataku sebentar sampai melihat Sean membuka pintu untukku.     

Ia mengulurkan tangannya untukku agar ikut ke luar, tapi aku keluar dan tidak meraih tangannya. Kedua tanganku kulipat di dadaku sehingga aku tidak perlu bersentuhan dengannya.     

"Kamu nggak akan menyakitiku, kan?" tanyaku sebelum mengikutinya yang sudah melangkah di depanku.     

Sean berhenti dan menatapku. "Nggak. Aku janji, Daisy. Ikuti aku."     

Aku melangkah ragu memasuki rumah yang terbuat dari segala kayu itu. Suara sepatuku dan Sean berbunyi di atasnya dan aku melihat keadaan sekitar. Ia benar tentang kesejukan di rumah ini. Bau khas dari kayu itu menyeruk ke rongga hidungku.     

Tiba-tiba Sean memberikan sebuah dokumen di meja hadapanku. Aku menatapnya dengan kesunyian. Di halaman pertama tercetak tulisan 'Perjanjian Kontrak Antar Dua Orang'.     

"Apa ini?" tanyaku menaikkan satu alisku.     

"Aku bilang aku menawarkan sesuatu, Daisy. Kamu tinggal baca sendiri dan berikan jawabanmu setelah itu. Aku menunggu."     

Kuraih dokumen itu dan langsung membacanya. Aku tidak ingin membuang banyak waktuku jadi aku melakukan apa yang ia perintahkan.     

Aku langsung terkejut ketika membaca isinya. Ia ingin bercinta denganku dan tentunya sesuai dengan proses yang diinginkan Sean. aku langsung berdiri dan menatapnya dengan mataku membelalaknya.     

"Kamu gila? Aku nggak akan melakukan itu! Aku punya pacar!" teriakku.     

"Memangnya aku peduli kalau kamu punya pacar? Apa kamu nggak mau tanya aku kenapa aku memilih kamu?"     

"Kenapa?" tanyaku dengan cepat.     

Sean menghela nafasnya dan menatapku. "Daisy, sejak aku melihat kamu berenang sendiri dengan pakaian renangmu yang terbilang sedikit tertutup itu, aku bisa melihat betapa sensualnya kamu. Aku bisa tahu kalau kamu suka melakukan seks. Seks yang hebat," jelasnya.     

Nafasku tercekat. Ia memperhatikanku sedemikian detail? Rasanya seperti dejavu, seperti sedang berbicara dengan Zen.     

"Aku nggak mau mengkhianati pacarku!" kataku tegas.     

"Kamu nggak akan mengkhianatinya jika dia nggak tahu. Aku menjamin hubungan ini hanya aku dan anak buahku yang tahu. Aman, Daisy. Bahkan aku bisa menjadwalkannya, mencari hari dan jam yang cocok untuk kita."     

Mendengar itu Daisy bergidik ngeri. Ia jadi berpikir bahwa wanita yang Sean bawa ke kolam dan yang naik motornya adalah salah satu dari wanita yang melakukan seks bersamanya.     

Aku juga tidak mungkin membuat Jeremy merasa sakit. Tapi seks bagi Jeremy bukan sesuatu yang utama. Dan Daisy tidak munafik bahwa ia butuh seks sejak ia mengenal seks.     

"Kamu nggak harus menjawabnya sekarang. Tapi kamu harus melihat sesuatu sebelum kita melakukannya. Ikut aku," katanya dan berdiri melangkah ke dalam rumah lebih jauh.     

Aku mengikutinya dan ia membuka sebuah ruangan yang kataku adalah kamar. "Di sini, kita akan melakukannya. Semua yang kamu miliki ada di sini." Aku memang melihat isi-isinya yang seperti sudah ia siapkan untukku. Lemari berisi pakaian, sepatu dan tas. Bahkan kosmetik sekali pun. Ada rak yang terisi buku-buku juga.     

"Anggaplah ini tempat persembunyian kita. Atau mungkin kamu, kalau kamu mau sendiri," katanya lagi.     

Aku langsung masuk dan menyentuh setiap sisi barang-barang itu. Terlihat sangat terawat dan benar-benar bau barang baru.     

"Siapa aja yang ke sini? Kamu nggak mungkin denganku aja, kan?" tanyaku.     

"Lima. Jika itu denganmu. Mereka memiliki kamar sendiri dan terkunci jika aku tidak memakainya. Kesehatanmu dan aku terjamin, Dai. Kita akan melakukannya setelah kamu melakukan proses check up dengan dokter pribadiku."     

"Aku tahu bagian itu. Di dokumen itu tercetak jelas," timpalku. "Aku hanya bertanya berapa."     

Kutatap Sean yang menatapku dengan kedua tangannya di saku. Ia bersandar pada pintu kamar dan beralih menatap ranjang yang berukuran king. Terlihat menggoda dan benar-benar membuatku sulit berpikir positif.     

Aku langsung keluar kamar dan mengambil nafas. Sean menutup pintu kamar itu dan menguncinya.     

"Aku butuh waktu," kataku akhirnya.     

"Silakan. Aku akan menemuimu seminggu lagi," katanya.     

Aku langsung menatapnya dan ia terlihat sangat tenang. "Aku tahu keberadaan kostmu, Daisy. Tapi aku nggak akan mendatangi kostmu. Kita bisa bertemu di bawah pohon beringin ujung kostmu. Di sana sepi dan kamu akan merasa aman jika kita bertemu di sana."     

Entah sejak kapan Sean tahu lokasi kostku, yang pasti ia mirip sekali dengan karakter Zen. benar-benar suka memerintah dan mencari tahu tentangku.     

"Antar aku ke sepeda motorku," pintaku kemudian.     

Sampai di sepeda motorku, Sean menatapku sebelum aku turun dari mobil. "Seminggu lagi, jam enam pagi. Oke?"     

Aku langsung turun tanpa mengucapkan apa-apa padanya. Lalu kubiarkan ia pergi dulu sebelum aku menyalakan sepeda motorku.     

Sampai kost, aku langsung membasuj wajahku. Nafasku tersengal-sengal karena memikirkan perjanjian itu. Entah kenapa daya tarik Sean benar-benar membuatku hilang kontrol. Ia menggodaku dan itu berhasil membuatku ingin melakukannya bersamanya. Tapi kenapa di saat aku sudah bersama Jeremy?     

Bagaimana jika Jeremy tahu dan ia kecewa? Tahu bahwa aku belum bisa berubah dan masih membutuhkan hal-hal duniawi seperti seks?     

Jeremy dan Sean memang berbeda. Katakanlah Jeremy memiliki sisi positif dan Sean memiliki sisi negatif. Aku mencintai Jeremy dan aku membutuhkan seks. Tidak masalah jika aku tidak melakukannya dengan Jeremy. Aku bisa menahannya. Tapi Sean… ia datang di saat yang tidak tepat, tapi di saat aku benar-benar membutuhkan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.