BOSSY BOSS

Chapter 76 - He Kissed Me



Chapter 76 - He Kissed Me

0Setelah cukup bersama Jeremy, aku pun bekerja. Teman-temanku bertanya tentang siapa yang mengantarku barusan. Karena aku tidak ingin menutup-nutupi, jadi aku jawab saja bahwa dia calon kekasihku.     

Tidak ada yang bisa diceritakan mengenai pekerjaanku, jadi setelah bekerja, Jeremy menepati janjinya bahwa ia yang akan menjemputku.     

Mendadak aku lupa sesuatu. Aku belum menceritakan bagianku tentang bersama Raja. Apa jika aku mengatakannya, ia akan merasa baik-baik saja? Atau bahkan ia merasa terluka dan kecewa lalu pergi dariku?     

"Ada apa, Daisy?" tanya Jeremy menatapku seraya fokus pada kemudinya.     

"Aku belum menceritakan satu rahasiaku padamu, Jeremy," kataku.     

"Kamu mau mengatakannya sekarang?"     

"Apa kamu yakin bisa menerima ceritaku? Aku takut kamu marah dan kecewa," ucapku.     

Jeremy tersenyum dan satu tangannya tiba-tiba meraih tanganku. Ada sengatan listrik yang bisa kurasakan saat ia menyentuhku. Mengalirkan ketenangan dalam darahku.     

"Ceritakanlah, aku nggak akan marah atau kecewa. Karena lebih baik jujur di awal daripada tidak sama sekali," katanya.     

Jeremy benar-benar mendukungku. Tapi walau begitu, rasa takut menyergap seluruh tubuhku     

"Aku pernah melakukan seks bersama Raja, kakak tiriku," ucapku dengan jelas. "Kami melakukannya atas dasar sama-sama mau. Saat itu kami nggak bisa mengontrolnya karena bagian di diriku merasa-"     

"Aku tahu," tiba-tiba Jeremy motong ucapanku.     

"Kamu tahu?" tanyaku tak percaya.     

Aku menatapnya yang masih fokus pada jalanan. Tak sedikit pun genggaman tangannya pada tanganku mengendur. Aku merasakan bahwa kejujuranku ini benar-benar ia hargai dengan tulus.     

"Sebenarnya awalnya aku nggak begitu percaya, tapi yah, aku cukup tahu karakter dan sifat seperti Raja. Aku juga tahu kamu, mungkin belum bisa mengontrol hasratmu itu mengingat kamu dan mantan suamimu sering melakukannya, jadi aku tahu dan aku paham," jelasnya.     

Jeremy tersenyum menatapku dan mengacak-acak rambutku. Sebenarnya ada apa dengan para laki-laki yang sering sekali mengacak-acak rambut wanita? Tidakkah mereka tahu bahwa caranya itu membuat gejolak hati wanita terasa seperti mengancam perasaannya?     

"Maaf, aku tahu kamu pasti kecewa. Dan itu termasuk salah satu kenapa aku belum menjawab untuk jadi pacar kamu. Aku nggak ingin mengkhianati kamu, Jeremy. Aku harus memastikan bahwa aku benar-benar bersih dan aku layak untuk bersamamu," jelasku.     

Jeremy mengangguk. "Santai saja, Daisy. Aku nggak memburu-burui kamu, kok. Aku tahu."     

Ada perasaan lega setelah aku mengatakan semuanya padanya. Sekarang Jeremy benar-benar tahu setiap inci rahasiaku. Saat ini tinggal aku memperbaiki diri. Tentang bagaimana sebisa mungkin aku tidak terlibat bersama Raja lagi.     

Kedengarannya munafik karena aku berniat melepaskan pikiran kotorku bersama Raja, tapi inilah yang harus kupikirkan. Ke depannya. Aku tidak ingin menyakiti seseorang, walau aku tahu aku sudah menyakiti perasaan Reina, walau ia belum tahu, dan tentunya Jeremy.     

Jeremy membawaku ke restorannya. Restorannya benar-benar ramai. Apalagi ditambah ada live music, membuat suasananya jadi hidup.     

"Kita ke sini dulu, ya. Aku ada sedikit pekerjaan yang belum selesai. Kamu pesanlah minuman yang kamu mau," katanya lalu kami turun dari mobil.     

Jeremy menuntunku ke sebuah meja yang letaknya cukup sepi. Ia sudah mulai tahu bahwa aku tidak bisa berada di keramaian yang menyesakkan dadaku.     

Aku pun melihat-lihat menu yang diberikannya dan memilih yang segar dan camilan yang cukup enak. Setelah itu aku memperhatikan Jeremy yang sibuk membaca-baca buku yang kemungkinan isinya tentang laporan restoran. Dia benar-benar pekerja tangguh kurasa. Jeremy bahkan tidak sadar bahwa sedari tadi aku mengamatinya. Hingga pesanan datang pun ia tak bergeming.     

Membayangkan di masa lalu mantan kekasihnya tidak kuat karena kesibukannya, mungkin karena mereka pacaran jarak jauh. Tapi itu juga mungkin cara Tuhan memberikan ujian kedewasaan pada ciptaan-Nya.     

Setengah minuman sudah terserap, Jeremy baru selesai. Cukup sebentar sebenarnya. Ia menutup buku itu dan mengembalikan ke ruangannya lalu berbalik kepadaku.     

"Maaf, aku membuatmu bosan, ya?" tanyanya.     

"Nggak, Jer. Aku senang melihatmu bekerja."     

"Aku harap kamu nggak merasa keberatan dengan kesibukanku," ujarnya dengan suara rendah.     

Aku tahu maksudnya. Mungkin rasa trauma itu ada padanya walau hubungannya dengan mantan kekasihnya sudah kandas lama.     

Tapi siapa yang sangka bahwa itu bisa meninggalkan rasa trauma padanya. Perasaan membuat seseorang menunggu karena kesibukannya pasti cukup menyakitinya.     

"Aku nggak apa-apa, Jer. Dan jangan melihat masa lalu, oke?" balasku menyemangatinya.     

Jeremy tersenyum. "Aku nggak bisa, Daisy. Masa lalu ads untuk membuat kita melihat ke belakang ketika kita akan melangkah maju. Apakah lebih baik dari yang di belakang atau malah sebaliknya. Jadi, sebagai pelajaran. Itulah menurutku."     

Aku seperti salah bicara. Ternyata aku yang sudah menikah, tidak ada apa-apa dibanding Jeremy.     

"Aku jadi malu," ujarku padanya.     

"Kenapa?"     

"Karena kamu lebih pintar dari aku, Jeremy."     

"Ayo, kita pergi dari sini. Kamu suka berenang, nggak?"     

"Jangan bilang sekarang kita mau berenang? Aku nggak bawa pakaian renang, Jer!" seruku.     

Bukannya menjawab ucapanku, Jeremy langsung menarik tanganku menuju mobil dan kami menuju tempat yang entah aku tidak tahu.     

"Kita akan berenang di hotel. Sekalian kamu harus berolahraga, oke?"     

Aku bingung harus menjawab apa. Jeremy ternyata lebih terencana. Ia bahkan tidak memberitahuku lebih dulu. "Seperti apa baju renangku?" tanyaku padanya.     

"Lihatlah ke belakang," perintahnya.     

Aku menoleh dan meraih satu tas penuh. Sedari tadi tas ini di belakang dan aku sama sekali tidak tahu. Aku membukanya dan di dalamnya menampakkan baju renang berwarna putih. Modelnya benar-benar terlihat seksi dan aku langsung menatap Jeremy.     

"Apa kamu yang memilihnya?" tanyaku.     

"Bukan. Itu pilihan Mamaku. Aku bilang aku ingin berenang denganmu dan memberinya kejutan. Tapi aku nggak tahu kalau dia bakal memilihkan model yang seperti itu," jelasnya.     

Aku kembali menatap baju renang itu. Aku belum pernah memakai baju renang, tapi aku pernah memakai pakaian seksi. Sayangnya, aku membayangkan bagaimana nantinya tubuhku tercetak seksi.     

"Apa kita sebaiknya membeli yang baru?" tanya Jeremy. Ia sepertinya melihat ketidaksukaanku pada model baju renang itu. Tapi aku tidak bisa menggantinya. Apalagi ia meminta Mamanya untuk memilihkan, aku jadi merasa tidak enak.     

"Aku suka ini. Aku akan memakainya, Jer," balasku.     

"Kamu yakin?"     

"Yakin. Tapi jangan sampai kamu menganga lihat aku pakai ini, ya," kataku menggodanya.     

Jeremy dengan malu-malu tersenyum dan kami pun sampai di hotel yang ia tuju. Kami jalan masuk dan melewati beberapa kamar untuk kemudian turun menuju arah kolam renang dan naik lagi.     

Kini pemandangan kolam renang terpampang jelas di mataku. Aroma khasnya benar-benar menusuk ke hidung.     

Aku mengikuti Jeremy hingga kami berhenti di bawah payung teduh dengan dua kursi panjang di bawahnya. Jeremy menaruh tasnya dan aku duduk diam kaku.     

Belum pernah aku berenang bersama laki-laki. Jadi, aku tidak tahu harus bagaimana.     

Tiba-tiba mataku menangkap Jeremy yang melepas pakaiannya hingga menampakkan tubuh atletisnya yang baru saja kutahu. Ia juga melepaskan celananya dan hanya mengenakan celana renang yang ternyata ia sudah langsung memakainya.     

Aku malu dan merasakan pipiku memerah. Ia lalu menatapku sesaat ia mencoba melakukan pemanasan.     

"Kamu nggak ganti? Sana ganti dan pemanasan bersama," perintahnya. Aku langsung meraih baju renang dan mencari kamar mandi.     

Jantungku tak beraturan. Aku benar-benar menyukainya sepertinya. Sudahlah, langsung saja aku mengganti pakaianku dengan baju renang.     

Saat aku selesai. Aku melihat pantulan diriku di cermin. Baju renang ini benar-benar mencetak diriku. Punggungku terkekspos jelas. Belahan dadaku terlihat jelas dan menyembul keluar sedikit. Aku jadi terlihat seksi sekali.     

Kuhirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Lalu aku keluar dengan jalan perlahan mendekati Jeremy yang sedang duduk memegang ponselnya.     

"Jer," panggilku. Ia menatapku dan tak bergeming. Sudah kutebak ia pasti akan seperti itu. Masalahnya Jeremy belum pernah melihat tubuhku yang tercetak jelas.     

"Cantik," katanya lalu berdiri. "Ayo, pemanasan," ajaknya.     

Kuanggukan kepalaku dan kami pun melakukan pemanasan. Setelah cukup pemanasan, Jeremy langsung menjatuhkan dirinya ke kolam. Seperti perenang, ia langsung berenang dengan lincah. Seketika aku terperangah karena kehebatannya.     

"Ayo, loncat!" teriaknya di hadapanku. Aku yang seperti orang bodoh pun menurutinya. Sayangnya aku tidak melompat, tapi menjatuhkan diri seperti sedang turun dari tangga.     

Air dingin kolam benar-benar membuat tubuhku menggigil seketika. "Jangan bawa aku yang lebih dalam, ya. Aku nggak bisa berenang sehebat kamu," pintaku padanya.     

Jeremy langsung menarik dua tanganku dan membawaku ke yang lebih dalam. Awalnya aku terkejut dan berteriak, tapi saat Jeremy benar-benar menjagaku, aku lalu diam.     

"Nggak seperti yang kamu pikirkan, Daisy. Menyenangkan, bukan?" tanyanya.     

Aku mengangguk. "Tapi jangan lepaskan, ya," ujarku.     

"Aku nggak pernah melepaskanmu," lirihnya seolah berkata akan hal lain.     

Jantungku kembali berdegup cepat. Perlahan Jeremy mendekat. Ia membawa kedua tanganku ke kedua bahunya dan aku memegangnya cukup kuat. Air yang bergerak menerpa-nerpa kulit telanjangku. Sementara itu aku bisa melihat ketampanan Jeremy yang dua kali lipat. Rambutnya uang basah dan buliran air yang terjatuh ke wajahnya. Ia terlihat sempurna dengan jarak sedekat ini.     

Jarak kami kini semakin dekat. Hembusan nafas juga bisa kurasakan. "Taruh kedua kakimu melingkar ke tubuhku," katanya memerintah. Aku melakukannya dan kini tubuh kami sudah saling bersentuhan. Aku bisa merasakan dua payudaraku bergesekan pada dadanya.     

Lalu bibir Jeremy mendekat ke bibirku. Ia menyapunya lembut. Cengkraman tanganku pada bahunya kuperkuat. Untuk waktu yang cukup lama, kami berciuman. Jeremy lalu membawaku ke dasar kolam hingga aku sedikit terkejut. Namun akhirnya aku tenang karena Jeremy menjagaku dengan dua tangannya menyentuh dua bokongku.     

Kami muncul ke atas lagi dan masih berciuman. Tidak peduli ada berapa tamu dan orang yang sedang berenang, rasanya dunia seperti milik berdua. Ciuman Jeremy terasa lembut dan tanpa memaksa.     

Jeremy lalu melepaskan bibirnya perlahan. Mataku terpejam dan entah bagaimana dia. "Aku mencintaimu, Daisy," katanya mengungkapkan perasaannya.     

Aku tahu, batinku. Lalu aku merasakan lagi bibirnya melumat bibirku hingga intens dan aku bisa merasakan bokongku ia remas. Kubalas ciuman itu lebih gila dari yang aku rasakan sebelum-sebelumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.