BOSSY BOSS

Chapter 74 - Brothersister Zone



Chapter 74 - Brothersister Zone

0Tiba-tiba terbersit pikiran liar dalam benakku. Mungkin karena aku dan Zen sering melakukannya. Aku jadi memikirkan bagaimana jika Raja dan aku bercinta? Pintu kamar kost juga sudah tertutup, itu pun karena Raja yang menutupnya dan menguncinya. Aku merindukan akan rasa puas itu.     

Sekejap aku langsung menggelengkan kepalaku. Aku tidak bisa melakukannya pada saudara tiriku. Terlalu berbahaya. Tapi melihat Raja, entah kenapa rasanya hasrat itu muncul begitu saja.     

"Ada apa?" tanya Raja padaku. Aku langsung mengalihkan pandanganku pada layar ponselku. Ternyata aku ketangkap basah. Bahaya kalau Raja memikirkan hal yang sama juga.     

"Jalan-jalan, yuk? Mumpung kamu belum balik ke US," ajakku mencari ide lain agar bisa keluar dari kost.     

"Yuklah! Aku juga bosan, nih." Raja beranjak dan merapikan pakaiannya.     

"Kalau begitu, aku siap-siap dulu."     

Aku ke kamar mandi. Membasuh wajahku dan menatap cermin yang ada di sana. Apa yang baru saja kupikirkan benar-benar liar. Satu-satunya cara agar aku bisa melakukannya adalah dengan bertemu Zen langsung. Tapi tentu saja tidak mungkin! Sudah gila aku jika sampai berhubungan dengan mantan suamiku lagi.     

"Dai? Kok lama?" suara Raja menyeruak menggetarkanku.     

"Sebentar," seruku sebelum akhirnya aku keluar dari kamar mandi.     

Aroma Raja benar-benar memabukkanku. Saat ia melaluiku ke dalam kamar mandi, sisi burukku ingin sekali meraih tangannya dan menciumnya dengan ganas. Tapi tidak benar-benar kulakukan. Aku hanya menahan nafasku yang tercekat dan menghembuskannya ketika Raja ada di dalam kamar mandi.     

Aku mulai merias tipis wajahku dan mengganti pakaianku selagi Raja masih di kamar mandi. Saat aku mengancingi bagian depan. Aku menyentuh milikku sendiri. Sensasi yang keluar dari diri sendiri benar-benar ada ketika aku membayangi Raja yang menyentuhnya.     

"Apa kamu mau?" tiba-tiba suara Raja berbisik ke telingaku. Aku sedikit terkejut karena memang tadi aku hanya memejamkan mataku dan membiarkan tanganku bermain. Aku juga sempat lupa bahwa Raja ada di sini.     

Aku melenguh, "hmm, nggak," kataku mencoba bernafas senormal mungkin.     

"Daisy, aku tahu apa yang kamu mau. Dari tadi sudah kelihatan. Hanya rahasia kita berdua, oke?" tiba-tiba suaranya begitu mendominasi telingaku. Aku tidak tahu apakah aku merayunya atau ia yang merayuku. Yang jelas Raja secara perlahan menuju bibirku dan aku tidak menghindar sedikit pun.     

Tangannya melepas kancing bajuku lagi hingga aku hanya memakai bra saja. Dan hebatnya, aku pun melakukan hal yang sama padanya.     

Aku bisa merasakan tubuhnya menempel pada tubuhku. Tubuh atletisnya yang mirip seperti Zen benar-benar membuatku berhasrat. Raja langsung membawaku ke atas kasur. Menindihku di sana dan sedetik kemudian aku berbalik untuk berada di atasnya.     

Kucium dirinya dengan ganas dan menyodorkan milikku padanya. Raja sama halnya seperti Zen. Aku menikmati ini.     

"Apa kamu siap?" tanyanya ketika aku sadar kami sudah tidak memakai pakaian.     

Aku mengangguk dan merintih memohon. Raja akhirnya memainkan perannya hingga membuatku tersentak tak berdaya. Entah kenapa, bersamanya membuatku sulit menahan gejolak itu. Aku langsung lemas dan ia tetap bergerak untuk membuat dirinya puas.     

"Maaf, aku harus mengikat kedua tanganmu," katanya seraya meraih tanganku ke atas dan mengikatnya. Mungkin ini caranya merasa puas. Aku bisa merasakan dua buah payudaraku bergetar dan bergerak sesuai irama yang Raja mainkan. Aku juga bisa melihat rasa puas yang muncul pada wajah Raja yang mulai merasakan sensasi yang akan datang itu.     

Raja lalu ambruk ke atasku. Ia mengecup dan mengisap sesekali kemudian kami benar-benar berhenti.     

Tidak pernah kupikirkan bahwa aku akan bercinta dengan kakak tiriku. Tapi ini adalah sensasi yang nikmat. Raja juga pintar membuatku merasa puas dan ingin selalu.     

Aku berdiri dan membersihkan diriku. Peluh keringat sudah membasahi tubuhku, terpaksa aku sekalian mandi sore dan setelah itu Raja pun juga mandi. Setelah kami benar-benar siap, barulah aku membuka pintu kostku dan kami keluar untuk berjalan-jalan.     

Raja, sedari tadi hanya tersenyum-senyum. Ia membuatku ikut senyum namun malu-malu. "Jangan senyum-senyum bodoh begitu, Raja," kataku padanya. Aku tidak ingin menjadi bodoh karena tertular padanya.     

"Ternyata kamu punya pikiran yang sama sepertiku," katanya tersenyum geleng-geleng.     

Apa? Sama? Jadi dia memang menginginkan untuk bercinta padaku? Mengetahuinya saja aku merasa malu-malu kucing.     

"Jangan menahannya. Kalau kamu mau, aku bakal datang," katanya padaku.     

"Dan apa sebutannya? Brothersister-zone?" tanyaku tertawa.     

"Tepat!" dan kami tertawa bersama-sama.     

Pergi bersama Raja tidak pernah membosankan. Ia mengajakku ke mal dan kami bermain di timezone juga membeli sesuatu lalu makan. Rutinitas yang biasa saja tapi aku cukup senang. Rasa penat dalam kepalaku mendadak hilang. Mungkin inilah efek ketika sehabis bercinta.     

"Omong-omong, kamu suka Jeremy?" tanyanya saat kami memilih makan di restoran Jepang di mal.     

"Mungkin iya, tapi aku terlalu serius. Dia baik dan aku masih belum siap menjalani hubungan bersama orang baru," jawabku.     

"Kalau besok-besok dia nembak, terima aja, Dai. Aku percaya dia cowok yang baik. Apalagi dia nggak melihat kamu sebagai janda juga, kan?"     

Aku tidak bisa menerima seseorang begitu saja ketika mereka menyatakan perasaannya padaku. Aku harus bisa merasakannya juga. Aku tidak ingin salah satu pihak tersakiti hanya karena salah satu pihak itu juga yang mencintai seorang diri. Jadi, aku memilih untuk tidak menjawab pertanyaannya.     

"Kamu deh, kapan kamu dan Reina resmi?" tanyaku mengalihkan.     

"Reina, belum siap menikah. Aku juga, ha ha ha." Caranya memberitahu benar-benar terkesan bangga sekali. Keduanya belum siap menikah, tapi mereka cukup lama bersama.     

"Tapi kan, kalian udah lama. Apalagi Reina sampai putus dari Raka, loh," kataku.     

Raja mengedikkan bahunya, "itu risiko. Lagian, bersama aku atau tidak, itu takdir. Cukup jalani aja."     

Laki-laki kenapa sih, kalau berbicara seolah mudah? Aku tidak pernah merasakan mudah kecuali aku benar-benar ikhlas menjalaninya. Bagiku, ditinggalkan atau meninggalkan itu sama-sama menyakitkan. Bahkan aku perlu waktu untuk bisa mengambil keputusan.     

"Jangan dibuat mainan, Raja. Dia wanita," timpalku.     

"Daisy, jangan serius dong. Reina sendiri masih ingin senang-senang. Dia sendiri yang bilang padaku. Kadang, kamu harus melihat dari dua perspektif, tahu."     

Benar juga. Aku harus melihat alasan dibalik Raja mengatakan hal itu. Apalagi Raja berulang kali bilang bahwa Reina-lah yang belum siap dan masih mau senang-senang.     

Aku fokus pada makananku sampai kepikiran bagaimana jika nasibku di posisi itu. Belum punya kekasih saja aku merasa harus berpikir jauh. Aku tidak ingin terburu-buru, itu jelas. Tapi aku juga tidak ingin merasa dikhianati. Kalau dipikir egois juga. Padahal yang namanya hubungan, selalu ada pihak yang merasa sakit, tentunya.     

"Kapan kamu ke rumah?" tanyanya.     

"Ya, saat libur. Omong-omong, kapan kamu balik ke US?"     

"Bulan depan. Kemungkinan Raka yang akan terbang duluan. Karena dia punya peran penting di kantor." Aku mengangguk dan mengedarkan pandanganku ke segala arah, padahal tidak ada apaa-apa, tapi aku senang sedikit mengulur waktu jika aku menikmatinya.     

Ponsel Raja berbunyi, ia menerima panggilan itu di hadapanku dan sebelumnya mengatakan bahwa itu dari Reina.     

"Iya, aku lagi sama Daisy. Oke, setelah ini aku jemput, ya? Oke, bye!" hanya itu yang Raja katakan pada Reina.     

Aku tidak bertanya karena aku tidak ingin tahu, tapi aku yakin setelah ini Raja memberitahuku. "Aku habis ini mau jemput Reina. Kita balik, yuk?" ajaknya.     

"Kamu jemput aja, deh. Aku ada janjian sama teman kuliahku," ucapku bohong. Aku masih ingin berada di luar selain di kost.     

Sekilas Raja tidak percaya tapi akhirnya ia mengangguk. "Oke, telepon aku kalau kamu butuh sesuatu, oke? Aku pergi dulu," katanya berdiri seraya mengacak-acak rambutku dan membayar tagihan makanan.     

Aku melihatnya pergi dengan terburu-buru. Seandainya dia kekasihku, mungkin ia akan melakukan hal yang sama. Aduh, pikiranku kenapa terlalu liar sekali sejak tadi? Padahal ada Jeremy tapi yang di dalam pikiran burukku hanya Raja.     

Buru-buru aku menghabiskan makananku dan setelah itu keluar dari restoran. Aku tidak tahu mau ke mana jika ke mal sendirian seperti ini. Jadi aku memutuskan mengelilinginya saja, barangkali ada yang menarik di mata.     

"Apa Raja menyulitkanmu?" tiba-tiba suara kaku Raka berada di sisiku saat aku berjalan seorang diri.     

Aku sedikit terkejut dan menatapnya. "Aduh, ngagetin!" seruku memukul lengannya sedikit. Raka menahan tawanya sedikit. Tangannya bahkan tetap di kantungnya. Akhirnya kami berjalan bersama.     

Dalam satu hari, empat laki-laki menemuiku. Jeremy, Zen, Raja dan sekarang Raka. "Dia nggak menyulitkanku. Dia kakak yang asik," kataku menjawab pertanyaan Raka barusan. Terlebih lagi, ketika Raja bercinta denganku.     

"Menurutmu begitu?" tanya Raka tanpa menolehku.     

"Setiap orang punya penilaian yang berbeda," balasku.     

"Kalau menurutmu, aku bagaimana?" tanyanya.     

Aku menatap Raka sekilas dari atas ke bawah, berlagak seperti aku ingin menilainya. Aku belum mengenalnya dengan dekat. "Bagaimana kalau main timezone? Aku belum begitu kenal kamu, Raka," ajakku tiba-tiba dengan ide yang muncul begitu saja.     

Wajah Raka tampak terkejut tapi ia kembali normal. "Oke. Kita main timezone, mungkin setelah itu belanja dan makan, lalu kamu bisa menilai aku seperti apa."     

Dua laki-laki kembar ini ternyata cukup memiliki kesamaan pada jenis permainan di timezone. Tapi tidak itu juga, cara mereka berbelanja juga sama. Yang berbeda hanya jenis makanan apa yang disukainya. Raka lebih senang makan makanan Indonesia. Menunya bahkan tidak jauh dari nasi goreng.     

Bedanya lagi, Raka benar-benar sosok yang misterius. Ia sangat kaku bahkan padaku sendiri. Padahal bisa dikatakan kami ini saudara tiri.     

"Jadi bagaimana, Daisy?" tanyanya padaku.     

"Kamu kaku dan kuno," jawabku apa adanya.     

Wajahnya terlihat terkejut dengan pertanyaanku. Aku pun langsung meralatnya, "saat ini aja. Tadi saat main di timezone, kamu menyenangkan. Tapi yah, apa nggak bisa kekakuanmu itu hilang?" tanyaku.     

"Hmm, banyak yang bilang begitu," katanya menyetujuiku.     

"Tuh, kan! Coba deh, sedikit lebih rileks. Eh, tapi sejak kapan kamu kaku? Atau memang kamu dari dulu kaku?" tanyaku ingin tahu.     

Rahang Raka mengencang. Ia menghela nafasnya dan menatapku. "Aku rasa Raja udah mengatakan sesuatu sama kamu tentang ceritaku dan kekasihnya itu, jadi yah aku akan menjawab pertanyaanmu. Aku begini sejak putus dari Reina."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.