BOSSY BOSS

Chapter 63 - Well Done & New Guy



Chapter 63 - Well Done & New Guy

0Zen cukup paham instruksi Daisy. Ia pun memakai caranya sendiri agar bagaimana ia tidak akan ketahuan pada Alvon. Mereka pun juga berbicara seperlunya saja.     

"Waktu kita satu jam," bisik Daisy.     

Zen berdeham sebagai persetujuan dan ia mulai membahas perceraian. "Aku nggak mau ada perceraian, Daisy."     

"Aku nggak bisa bersama laki-laki yang selalu berselingkuh di belakangku. Kamu bahkan tidur dengan wanita lain di saat aku nggak ada!"     

Zen hanya diam dan menatap kedua tangannya yang terlipat di hadapan Daisy. "Dan kenapa kamu merasa betah tinggal bersamanya?" tanya Zen mencurigainya.     

"Kenapa? Zen, kamu nggak tahu betapa Alvon lebih dari kamu! Aku nggak bisa kabur. Bahkan di mana mana mata-matanya mengawasiku. Apa kamu nggak sadar?" Daisy memelototinya.     

Emosi yang Daisy keluar adalah bukan sandiwara. Bagaimana pun ia merasa terluka. Berkali-kali Zen menyelingkuhinya dengan tidur dengan wanita lain. Dan Daisy hanya diam. Lalu kali ini … seperti enggan ia memaafkan Zen, tapi ia merasa harus karena masih mengharapkannya.     

Sementata itu Zen lebih memainkan sandiwaranya untuk memperlihatkan jelas pada Alvon bahwa pertengkarannya dengan Daisy adalah yang ia mau. Ia juga sembari menunggu polisi dalam sebentar lagi.     

"Sudah selesai. Aku harap kalian dapat inti dari pembicaraan kalian itu." Tiba-tiba Alvon muncul dan memegang pergelangan tangan Zen.     

Daisy membulatkan matanya menatap Zen. Zen memperlihatkan ketenangan dan ikut berdiri.     

"Jangan sentuh istri gue," ancamnya.     

"Dan kenapa kalau gue sentuh dia? Toh, kalian akan bercerai."     

Ceklekkk!     

Tiba-tiba sebuah suara yang Alvon rasakan tangannya ada sesuatu membuatnya melihatnya. Sebuah borgol terpasang di sana dengan disambungkan pada tangan polisi untuk membuatnya lumpuh.     

Refleks, Alvon melepaskan Daisy dan memelototi polisi juga Zen. Daisy langsung berpindah menuju Zen yang langsung memeluknya.     

"Daisy … " erang Alvon tak percaya bahwa Daisy akan menjebaknya.     

"Maaf, Alvon. Aku harus melakukan ini. Hal yang kamu perbuat itu bukan cinta, tapi obsesi," ujar Daisy memberikan ekspresi maafnya.     

"Sialan! Lepaskan saya, Pak!" pinta Alvon histeris. Tentu saja tidak ada yang mendengarnya. Polisi pun membawa paksa Alvon sekaligus memindahkan satu tangannya untuk digabungkan kepada tangannya.     

Zen dan Alvon saling berpandangan dan saat itulah polisi memaksa Alvon untuk segera masuk.     

"Terima kasih Pak, untuk bantuannya," ujar Zen pada polisi.     

"Sama-sama. Kami melakukan tugas semestinya, Pak."     

"Jangan biarkan siapapun menjaminnya, Pak. Semua hanya boleh lewat persetujuan saya."     

"Tentu. Kami permisi."     

Polisi itu pergi membawa Alvon di dalamnya. Sekarang Daisy menatap nanar mobil polisi itu pergi. Ia merasa sedih menjebak Alvon. Waktu yang Alvon berikan padanya sangatlah membuatnya terkesan. Dan kini, ia menjebak Alvon dan membuat dirinya merasa bersalah atas kehidupan seseorang.     

"Ayo, kita pulang," ajak Zen membuyarkan diamnya Daisy.     

"Aku nggak akan pulang sebelum bekas-bekas wanita itu kamu ganti dengan barang baru. Antar aja aku ke rumah Ibu," kata Daisy dan mendahuluinya menuju mobil.     

Sementara ini Zen membiarkannya. Ia akan mengikuti apa yang Daisy mau asal tidak bercerai dengannya.     

Setelah sampai rumah, Daisy menyuruh Zen untuk tidak ikut masuk. "Sampai sini aja. Aku kasih kamu waktu satu minggu untuk menyelesaikan urusanmu dengan wanita-wanitamu. Lalu jangan lupa mengganti barang-barang bekas mereka," perintah Daisy dan keluar dari mobil.     

Zen mengembuskan nafasnya kesal. Ia ingin marah, tapi ini bukan saat yang tepat untuknya. Ia juga harus segera kembali ke apartemen untuk menuntaskan keinginan Daisy.     

Sampai apartemen, Zen melihat Rosi sudah bangun dan duduk di sofa dengan kemejanya. Mendadak perasaan nafsu itu muncul kembali. Rosi selalu membuatnya naik hingga ia merasa kewalahan mengaturnya.     

"Zen, kamu dari mana?" tanyanya mendekat.     

"Aku … habis menyelesaikan sesuatu. Apa kamu lelah?" tanya Zen. Ia tidak mau memberitahu perihal Daisy dan segalanya.     

Rosi tersenyum manja padanya dan mencium leher Zen. Zen mengerang karena hasratnya muncul. "Kenapa? Apa kamu mau lagi?" tanya Rosi menggoda.     

"Biar aku yang bekerja, oke?" kata Rosi dan mulai turun ke bawah Zen. Sebelum memulainya, Rosi melepaskan pakaiannya dan sengaja membuat dirinya tanpa busana sekali pun di hadapan Zen.     

"Rosi!" seru Zen sebelum ia sampai puncak. Ia menarik rambut Rosi dan membawanya ke dalam pangkuannya.     

"Puasi dirimu dulu," katanya dan langsung mengulum putingnya.     

Zen merasa berbeda ketika melakukan seks bersama Rosi. Rosi yang terus menerus membuat gairahnya naik, sementara dengan Daisy, ia tidak seingin ini.     

Sejak bersama Rosi, hari-harinya terus dilalui oleh bercinta. Bahkan bisa dikatakan nonstop jika tidak ada urusan lain. Jantungnya berdebar memikirkan ini. Di saat Daisy sudah ia dapatkan, ia malah merasa berat meninggalkan Rosi.     

Dikecupnya bahu telanjang Rosi dan ia membiarkan Rosi beristirahat. Zen harus mandi karena seharian ia tidak mandi dan merasa bebannya belum hilang sampai ia terkena pancuran air.     

Tiba-tiba Rosi masuk. Ia ikut mandi bersama Zen. Hal yang seperti ini yang tidak bisa Zen hindari. Ketika ia merasa harus berubah, dosa nikmat menantinya di hadapannya.     

"Zen," ucap Rosi yang sudah basah karena pancuran air.     

"Ya?"     

"Please, bawa aku ke kenikmatan itu lagi," pintanya lirih.     

Zen langsung menciumnya. Mengangkatnya dan membiarkan dinding menahannya. Entah kenapa ia menyukai posisi bagian ini. Dengan kencang ia mengguncang tubuh Rosi hingga Rosi benar-benar berteriak hebat di bawah pancuran yang membuatnya semakin terlihat seksi.     

***     

Perasaan Daisy tiba-tiba sakit. Ia tidak tahu apa yang sedang dilakukan Zen dengan wanita itu di apartemennya. Tapi pikiran mereka sedang bercinta membuatnya sangat kesakitan.     

Daisy menangis sejadinya tanpa Ibunya tahu. Ia akhirnya memilih keluar rumah untuk merasakan udara luar. Sejak ia diculik, ia tidak pernah menikmati dunia luar.     

Langkahnya berhenti tepat di sebuah kedai kopi dekat rumahnya. Ia pun masuk dan memesan es cappucino latte untuk dinikmati.     

Tekadnya membuat Alvon masuk penjara sudah benar. Tinggal sekarang ia berpikir lagi mengenai hubungannya bersama Zen. Karena masalahnya adalah mereka sudah menikah, bukan berpacaran. Tentu akan menimbulkan efek yang besar.     

"Hei, maaf, apa saya boleh gabung di sini?" seorang laki-laki dengan hoodie abu-abu membawa minumannya dan bertanya pada Daisy.     

Daisy menoleh ke arah sekitar. Kedai ini memang ramai dan tidak ada tempat yang kosong lagi, selain miliknya yang hanya seorang diri.     

"Ah, kalau nggak boleh saya akan di luar," katanya lagi.     

"Nggak. Maksud saya, silakan bergabung. Saya juga sendiri," kata Daisy akhirnya. Laki-laki itu tersenyum dan menaruh minumannya di atas meja.     

"Rasanya kita harus berkenalan karena satu meja, saya Jeremy," kata laki-laki itu pada Daisy.     

"Ah ya, saya Daisy," Daisy menjawabnya dengan senyuman.     

"Udah malam begini, kamu benar-benar sendirian?"     

Daisy mengangguk padanya dan menyeruput minumannya.     

"Omong-omong, saya belum pernah lihat kamu di kedai ini. Kamu terlihat kaget tadi saat sadar kalau kedai ini ramai," ucap Jeremy.     

"Saya jarang di sini. Di sini cuma karena ke rumah Ibu, dan yah, saya memang baru di kedai ini jadi agak kaget tadi."     

"Memangnya kamu tinggal di mana selain di rumah Ibumu?" tanya Jeremy.     

Daisy menoleh ke jari manisnya yang bersyukur tidak ada cincin pernikahannya di sana. Setidaknya ia bisa membuat alasan lain jika Zen saja bisa berselingkuh darinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.