BOSSY BOSS

Chapter 57 - Tenang Namun Berbahaya



Chapter 57 - Tenang Namun Berbahaya

0"Silakan di makan, Non."     

Seorang wanita yang mungkin usianya di atasnya sedikit menyajikan beberapa makan untuknya. Daisy tidak tahu kalau akan ada pembantu rumah tangga di rumah Alvon ini. Ia hanya bisa mengamati wanita itu dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu wanita itu pergi dari hadapannya dan Alvon.     

"Jangan berniat berbaik hati padanya. Karena percuma, dia nggak akan membantumu keluar dari sini," celetuk Alvon tiba-tiba. Daisy terkesiap karena Alvon cukup bisa menjadi seseorang yang bisa mendengar atau membaca pikiran seseorang.     

"Yah, aku belum bicara padanya. Mungkin dia akan mau membantuku," gagas Daisy tanp kenal rasa rakut.     

"Coba aja, Daisy. Aku cuma memperingatkanmu, kok." Nada santainya benar-benar membuat Daisy bergidik. Pembawaan tenang Alvon sangat tidak masuk akal untuk ukuran kelas penculik. Ia sama sekali tidak kelihatan takut akan tahanannya yang kabur darinya. Daisy hampir kehabisan ide dan ucapan untuknya.     

Daisy akhirnya menyerah dan muali makan makanan yang sudah disediakan. Ia merindukan Zen dan Ibunya. Entah bagaimana kabar Ibunya sekarang. Sudah pasti sedih dan khawatir.     

"Ibuku … bagaimana kabarnya?" tanya Daisy akhirnya berusaha untuk bertanya.     

"Beliau baik."     

"Dari mana kamu tahu?"     

"Aku mengunjunginya, Daisy. Tentu saja aku memberitahu keberadaanmu padaku. Tapi aku udah memastikan beliau nggak akan berbicara pada Zen."     

"Dari mana kamu tahu itu? Bisa aja kan, Ibu ngasih tahu Zen nantinya?"     

Alvon bergumam seraya mencomot satu daging ayam ke mulutnya. Ia mengunyahnya sampai habis. "Aku … hanya tahu aja. Makanlah. Kamu punya waktu banyak kalau mau bertanya, tapi jangan saat sedang makan."     

Daisy diam dan tak mempercayai semua ini. Alvon memanfaatkan segalanya dan berusaha setenang itu. Tidak ada rasa keraguan atau ketidakpercayaan diri padanya. Daisy sampai bingung dengan semua hal yang dilakukan Alvon.     

Selesai makan, Daisy langsung menuju ruang perpustakaan yang sudah di desain oleh Alvon. Banyak buku yang berjajar hingga membuat Daisy cukup betah di ruangan ini. Ia meraih satu buku dan mulai membacanya. Namun belum sempat ia membaca, Alvon masuk ke dalam.     

Daisy langsung memutar bola matanya dan menutup bukunya dengan kesal. "Ada apa? Apa kamu nggak mau memberi aku sedikit waktu buat santai?" tanyanya.     

"Aku mau ajak kamu keluar. Kita belanja kebutuhanmu," kata Alvon.     

"Di mana? Kamu nggak takut aku kabur? Karena otakku memikirkan cara buat kabur dari sini, Alvon."     

"Nggak. Karena aku tahu cara supaya kamu nggak kabur bagaimana."     

"Ba-bagaimana?" tanya Daisy mulai waswas. Alvon langsung menyuruhnya bersiap tanpa menjawab pertanyaannya.     

Daisy bodoh sekali jika ia memang meragukan kemampuan Alvon. Ia tidak berpikir sampai sejauh ini. Melihat pusat perbelanjaan yang terkenal ramai kini menjadi benar-benar sepi karena rencana Alvon, sangatlah tidak masuk akal. Entah apa yang dilakukan Alvon sampai tempat ini benar-benar sepi, batinnya menoleh ke segala arah.     

Alvon langsung tersenyum melihat reaksi Daisy ketika mereka sampai di pusat perbelanjaan. Ia lalu meraih tangan Daisy dan menggandengnya untuk masuk ke dalam. "Di sini benar-benar aman. Hanya kita aja yang bisa masuk," katanya berbisik.     

"Kita?" tanya Daisy bingung. Lalu tak lama beberapa mobil masuk dan terlihat jelas anak buah Alvon turun dari mobil itu.     

Daisy menghela nafasnya dan kesal melihat Alvon. "Apa yang kamu lakukan, Alvon?"     

"Menyewa tempat ini hanya untuk kita seorang. Jadi gunakan waktumu sebaik mungkin, atau aku pakai sesuai mauku. Menurutlah, Daisy."     

Mereka masuk ke dalam dan mulai berbelanja pakaian-pakaian yang Daisy pilih. Ia memang harus memanfaatkan momen ini, sebab tidak mungkin jika nantinya Alvon yang memilih pakaiannya dan diganti dengan hal-hal berbau seksi.     

Alvon menemaninya dari satu toko ke toko lain. Setelah mereka cukup puas berbelanja bahan sandang, Alvon pun membawa Daisy menuju supermarketnya. Membeli bahan makanan agar Daisy bisa bereksperimen di dapurnya tanpa harus mendatangi pembantu rumah tangga lagi.     

Hanya butuh dua jam untuk berkeliling hingga akhirnya Alvon kembali membawa Daisy ke suatu tempat. Saat di mobil barulah Alvon bernafas lega. "Semua wanita ternyata sama aja ya, cara mereka berbelanja," katanya menilai.     

"Semua? Apa ada wanita yang pernah singgah di hidupmu, Alvon?" tanya Daisy seakan mengejeknya.     

"Tentu ada, Daisy. Apa kamu meragukan pesonaku di kalangan para wanita?"     

"Aku pikir kamu hanya mengincarku dan nggak berpaling ke wanita lain."     

"Kenapa? Kamu cemburu? Ada alasan lain kenapa aku bisa bersama beberapa wanita sebelum kamu, Daisy," kata Alvon.     

"Aku nggak cemburu. Dan nggak akan pernah."     

"Belum, lebih tepatnya. Kamu juga mengatakan hal yang sama pada Zen, kan? Aku hanya butuh beberapa waktu agar kamu bisa jatuh cinta padaku," ujar Alvon dengan sungguh.     

"Jangan sepede itu. Zen dan kamu itu berbeda, Alvon," kata Daisy mengingatkan.     

"Memang. Siapa juga yang menyamakannya? Aku hanya bilang bahwa bukan cuma Zen yang bisa. Aku pun bisa."     

Daisy berpikir bahwa berdebat dengan Alvon tidak akan ada habisnya. Ia pun akhirnya memilih berhenti dan memalingkan matanya pada pemandangan luar jendela. Namun setelah dilihat-lihat dan diperhatikan, mobil yang ia naiki tidak menuju ke mana seharusnya, ia pun menoleh pada Alvon.     

"Kita akan bertemu dengan Ibumu," kata Alvon, tahu bahwa Daisy akan menanyakannya.     

"Di rumah?"     

"Nggak. Aku nggak sebodoh itu. Kita akan bertemu di restoran hotel. Beliau udah di sana dengan aman."     

Daisy tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bersama Alvon tidaklah terlalu buruk. Walau ia terus menerus merasa dejavu seperti saat bersama Zen, tapi Alvon sekali lagi, tidak terlalu buruk selama ia harus menurut padanya.     

"Ya, ya, ya, sama-sama," ucap Alvon seraya memandang Daisy yang sempat ingin mengucapkan terima kasih padanya.     

Saat sampai hotel, lagi-lagi keadaan benar-benar sepi. Apalagi ketika kakinya berpijak pada restoran hotel. Ia hanya melihat satu wanita dengan anak buah Zen di depan restoran. Wanita itu membelakanginya hingga Daisy tidak kuasa menahan air mata kerinduannya.     

Daisy langsung berhambur memeluk Weiske dari belakang sebelum akhirnya ia menatap Alvon untuk memastikan, dan ketika Alvon mengangguk barulah ia mendatanginya.     

"Ibu … aku kangen!" ucap Daisy menangis.     

"Kenapa bisa begini, Daisy? Ibu nggak bisa melakukan apa pun," bisik Ibunya takut. Daisy bisa merasakan nada ketakutan Ibunya. Ia sampai tidak tega jika harus menyuruhnya untuk mengatakan kebenaran pada Zen. Pasti bahaya mengancam Ibunya kelak.     

"Aku akan di sana. Manfaatkan waktumu, Daisy," bisik Alvon padanya dan mulai membiarkan Daisy bersama Weiske. Alvon duduk di meja yang cukup jauh dan terletak di pojok. Matanya tetap mandang Daisy dari kejauhan.     

"Nggak apa-apa, Ibu. Aku … aku baik-baik aja di sini. Alvon cukup baik memperlakukanku," kata Daisy membalas ucapan Weiske tadi.     

"Tapi Zen … pernikahan kalian? Ibu cukup kasihan melihatnya seperti mayat hidup tanpamu, Nak," kata Weiske memberitahu.     

Daisy diam ketika Ibunya berbicara mengenai Zen. Tapi ia juga tidak ingin memberitahu yang sebenarnya. Masalah rumah tangganya cukup ia dan Zen saja yang tahu. "Ibu dukung dia terus aja supaya bisa menemukan aku. Alvon … orang yang sangat berbeda, Bu. Dia cukup baik dan tenang, tapi berbahaya untuk musuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.