BOSSY BOSS

Chapter 55 - Lagi-Lagi Bersama Rosi



Chapter 55 - Lagi-Lagi Bersama Rosi

0Dan seperti itulah apa yang dikatakan Dito. Seolah benar-benar akan terjadi sampai Zen merasakannya. Di mana pun dan apa pun yang dilakukannya, Rosi di sekelilingnya. Entah mereka berpapasan, atau bersentuhan tanpa sengaja. Padahal Zen berusaha menghindar, namun begitulah waktu berbicara dan menunjukkan.     

Saat itu Zen sedang ikut membantu yang lain untuk memasukkan kembali beberapa barang yang telah di pakai ke gudang. Ia dan Rosi tiba-tiba bersamaan masuk ke gudang dan hanya barang terakhir yang mereka pegang itulah yang akan mereka taruh. Keduanya saling memandang setelah meletakkan barang yang mereka bawa.     

Tampak jelas di mata Rosi bahwa ia lelah juga dengan pertemuan yang selalu tak disengaja. Zen sendiri menatap Rosi dengan mata elangnya. Suasana gudang dengan dengan satu kamar mandi di dalamnya benar-benar mendukung sekali. Pikiran liar Zen segera bermain, sementara itu Rosi dengan pikirannya sendiri. Yang jelas nafasnya memburu.     

Lalu keduany saling berdekatan dengan bibir mereka saling bertemu. Zen menyapu bibir Rosi selembut mungkin. Ia membawa Rosi ke dalam kamar mandi gudang dengan masih tetap mencumbunya. Hebatnya, kamar mandi gudang benar-benar bersih, benar-benar mendukung untuk keduanya saling bercinta lagi.     

Dengan ganas dan bias, Zen melepaskan ristleting dress Rosi. Entah kenapa Rosi senang sekali mengenakan dress, membuat Zen benar-benar mudah untuk melepasnya.     

Zen membiarkan dress Rosi tetap terpakai. Ia hanya melepas ristletingnya hingga membuatnya jatuh dari bahunya. Menampakkan dua buah payudara yang indah dan bulat, hanya ditutupi bra yang mengaitnya. Ia pun melepas kaitan bra Rosi dan kini dua buah payudara itu menggantung di sana, di hadapan Zen.     

Sama seperti awal, Zen menggendongnya dan membiarkan dinding menahannya. Tangan Rosi pun mulai bergerak melepas kemeja Zen dengan terburu-buru. Nafas keduanya tersengal-sengal tak tahan dengan hasrat yang telah menumpuk di ubun-ubun.     

Lalu Zen melihat meja wastafel yang juga tersedia di kamar mandi, ia membawa Daisy di sana dan membuatnya terduduk. Buru-buru Zen melepas celananya. Bibirnya tak sekali pun lepas dari bibir ranum Rosi.     

Rosi membawa kepala Zen menuju putingnya. Ia merasa ketagihan dengan sensasi cara Zen menghisap putingnya hingga membuat kepalanya tersentak ke belakang karena tak tahan.     

Dan begitulah mereka … Zen segera membawa miliknya ke milik Rosi. Mendorongnya jauh dan bergerak perlahan-lahan. Zen bisa melihat bagaimana Rosi menikmatinya. Kedua pipinya bersemu merah dengan Rosi menggigit bibirnya sendiri.     

"Kamu merasa enak?" tanya Zen mendengus.     

"Ya, enak … hmm," Rosi melenguh. Zen menghisap puting Rosi dan mendorongnya lebih cepat lagi.     

Saat Zen mendorongnya lebih cepat, saat itu juga Rosi mendapatkan kenikmatannya. Lalu Zen membalikkan tubuh Rosi. Ia ingin berada di belakang Rosi dengan sangat brutal.     

Wajah Rosi menghadap cermin wastafel. Ia bisa melihat dirinya sendiri sudah basah dengan keringat akibat perbuatan Zen. Dan Zen sendiri, ia kelihatan lebih tampan tanpa busana. Zen juga berkeringat dan sangat terlihat seksi.     

Zen akhirnya berhasil kembali membawa miliknya ke milik Rosi. Satu tangannya memegang puting Daisy dan satunya memegang panggul Rosi. Sensasi nikmat yang diberikan Zen membawa Rosi menuju surga. Dorongan Zen dari belakang lebih cepat hingga membuat payudaranya menggantung indah dan bergerak sesuai ritme.     

Sampai digerakan terakhir yang lebih cepat, Zen menemukan kenikmatan itu. Ia mencapai puncak yang ia inginkan sejak melihat Rosi.     

Keduanya sama-sama menghela nafas. Kelelahan mereka dapatkan, tapi juga kenikmatan itu mereka raih.     

Rosi yang melihat Zen, mendadak gejolak dalam dirinya ingin lagi. Ia pun membalikkan tubuhnya menghadap Zen dan mendorong Zen pelan hingga terduduk di closet duduk. Lalu Rosi naik dan duduk dalam pangkuan Zen. Mencoba berusaha membawa milik Zen ke dalam miliknya. Setelah berhasil Rosi bergoyang. Mengguncang dirinya hingga membuat Zen kembali gila.     

Zen memegang panggulnya lebih kencang, sementara tangan Rosi menahan kepala Zen agar terus menghisap putingnya. Rosi tetap bergerak hingga kecepatan gerakannya membawanya dan Zen lagi pada apa itu keindahan yang sebenarnya. Keduanya tersentak setelah melepaskan sesuatu dari mereka dengan nikmat. Rosi pun jatuh dalam dekapan Zen dengan keringat deras.     

Mereka tetap pada posisi itu sampai berhasil mengatur nafas mereka senormal mungkin. Lalu Rosi turun dari pangkuan Rosi dengan lenguhan ketika melepaskan dirinya. Ia mengenakan pakaiannya lagi dan begitu juga dengan Rosi.     

Zen mengecup bahu Rosi ketika ia akan menutup ristleting belakangnya. Rosi tersenyum dan membalik tubuhnya mengecup bibir Zen. Kali ini mereka tidak akan bercinta lagi karena energi sudah terkuras habis.     

"Kita akan seperti ini, kan?" tanya Rosi dalam dekapan Zen.     

Zen bisa melihat wajah lelahnya di cermin seraya mendekap Rosi. "Ya, kita akan seperti ini. Datanglah ke apartemen saya jika kamu membutuhkan," ujar Zen.     

"Saya rasa, saya akan terus membutuhkannya, Zen," lirih Rosi. Zen lalu mengecup kening Rosi lembut dan mereka pun sibuk melepaskan diri untuk merapikan pakaian mereka.     

Setelah mereka keluar dari gudang, semua sudah berkumpul di aula villa. Dito langsung melihat Zen dengan Rosi yang mulai menjauh, senyuman khasnya langsung keluar seraya mengacungkan jempolnya. Zen menahan senyumannya dan ikut berkumpul.     

"Zen, lo udah lihat berita?" tanya Dito padaya mendekat.     

"Apa?"     

Dito langsung memberikan berita itu yang ada di ponselnya dan Zen membacanya. Tajuk berita itu mengatakan bahwa Zen pergi dengan seorang wanita yang tidak diketahui mereka setelah kehilangan sang istri. Zen tahu wanita yang dimaksud adalah Rosi. Foto itu jelas sekali foto Rosi, tapi siapa yang melihat mereka dan memfotonya? Beruntungnya, wajah Rosi tidak terekspos dengan jelas.     

Zen langsung mengembalikan ponsel Dito. "Biarin aja," kata Zen.     

"Lo setenang itu?"     

"Terus gue harus gimana? Klarifikasi? Nggak ada habisnya kalau gue klarfikasi kayak gitu."     

"Lo nggak mikir gimana kalau sampai Daisy baca berita ini?" tanya Zen.     

Zen kembali memikirkan Daisy. Benar kata Dito, jika Daisy membaca ini, pasti ia merasa dikhianati lagi. Padahal sesungguhnya, Zen memang mengkhianatinya. Tapi bukan berarti Zen tidak mencintai Daisy.     

"Setiap detik yang gue habisi dengan Rosi, itu membuat gue merasa bersalah sama Daisy, Dit. Tapi gue harus gimana lagi? Bukannya kata lo, gue harus hadapi apa pun itu? Gue tahu risikonya," jelas Zen.     

"Jadi ada penyesalan dalam diri lo setelah itu?"     

Zen mengangguk. Penyesalan selalu ada, tapi juga bagaimana pun ia menikmati setiap waktu yang ia lakukan pada Rosi walau perasaannya bersalah pada Daisy.     

Pandangan Zen terarah ke Rosi yang sedang tertawa dengan teman wanitanya. Zen tahu wanita adalah sosok yang seharusnya tidak ia sakiti. Namun lagi-lagi ini semua karena takdir. Bukankah dari awal adanya manusia, luka itu sudah ada? Sehingga akan menurun ke anak cucu mereka?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.