BOSSY BOSS

Chapter 49 - Hasrat Tak Tahan



Chapter 49 - Hasrat Tak Tahan

0Suara pintu apartemen terbuka dan Daisy bergegas memejamkan matanya berpura-pura tidur. Ia sebaiknya menghindari percakapan dengan Zen sementara waktu sampai dirinya merasa baik-baik saja di hadapan Zen.     

Daisy bisa merasakan langkah suara sepatu Zen mendekat. Dan ya, Zen menatapnya dengan tatapan yang sangat rindu akan Daisy yang dulu. Tangannya menyentuh lembut pipi Daisy.     

"Kamu nggak tahu betapa aku mencintaimu, Daisy," ujar Zen. Daisy mendengar itu. Debaran jantungnya benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama.     

"Mungkin kamu berpura-pura tidur, tapi aku sama sekali nggak bohong tentang perasaanku, Daisy," ujar Zen kali ini dengan pelan.     

Sial! Batin Daisy. Ini semua karena degupan jantungnya yang bisa didengar oleh Zen. Tapi walau begitu, Daisy tetap memejamkan matanya. Mencoba tidur agar benar seperti kelihatannya. Selanjutnya yang Daisy ingat hanya kecupan Zen dikeningnya dan Daisy tertidur begitu saja.     

Paginya Daisy terbangun dengan keadaan sepi tanpa Zen di sisi. Ia bahkan tidak mendengar pergerakan atau aktivitas di luar kamar. Artinya Zen keluar apartemen lebih awal.     

"Pagi, Nona Daisy. Bos hari ini pergi ke luar kota untuk bisnis. Beliau katanya sudah memberi kabar pada Anda melalui pesan, saya hanya ingin menyampaikannya lagi, barangkali Nona belum melihat hape," ujar Tino pada Daisy.     

Daisy diam di tempatnya dan meraih ponselnya. Ia melihat notifikasi pesan dari Zen dua jam yang lalu. Artinya Zen pergi pagi sekali.     

"Apa itu urusan kerjaan?" tanya Daisy.     

"Benar, Nona. Apa Bos nggak mengatakan sesuatu sebelumnya?"     

Daisy menggelengkan kepalanya lemah. "Dan dia pergi selama sebulan. Bagus sekali!" kata Daisy merasa getir.     

"Maaf, Nona. Kalau butuh sesuatu tinggal panggil saya," ujar Tino.     

Tino pergi dari hadapan Daisy setelah ia menganggukkan kepalanya. Daisy berulang kali melihat pesan dari Zen. Mengatakan maaf dan pergi untuk sebulan. Pekerjaan apa yang memerlukan waktu selama sebulan? Batin Daisy kesal.     

Daisy akhirnya membaca-baca koran yang berisikan iklan lowongan pekerjaan. Ia butuh pengalihan. Ia tidak bisa sendiri seperti ini terus menerus, menunggu Zen yang tidak jelas. "Padahal aku istrinya, tapi bagaimana bisa dia meninggalkan aku selama itu?" tanya Daisy merasa bergetar.     

Tiba-tiba matanya memanas. Buliran cair dari matanya keluar dan membasahi air matanya. Karena air mata itu sudah keluar, Daisy menangis sejadinya. Rasanya sangat menyesakkan dadanya merasakan hal ini. Diselingkuhi dan ditinggalkan dengan alasan pekerjaan.     

Zen berjanji melindungi Daisy, tapi dengan dirinya jauh seperti ini tentu saja rasanya percuma bagi Daisy. Walau Daisy bersikap kesal pada Zen, tapi sejujurnya Daisy membutuhkan Zen di sisi.     

"Kenapa sih, kamu harus bersikap sama seperti aku?" tanya Daisy kesal. Air matanya masih saja terjatuh. Koran yang sedang ia buka pun akhirnya basah karena tetesan air mata menyedihkan itu.     

"Kamu mengingkari janjimu, Zen. Selama sebulan ini ... aku ... aku akan berusaha bisa tanpa kamu. Aku janji!" kata Daisy dengan mantap dan getaran hebat dalam tubuhnya. Ia pun segera menyeka air matanya dan mulai mencari lowongan pekerjaan.     

***     

Ada yang menyesakkan selain mendengar segala kesakitan seseorang. Yaitu menahan semuanya sendiri dengan alasan ingin terlihat baik-baik saja. Itulah yang Zen lakukan selama mengikuti keinginan Daisy.     

Pikirnya, Daisy ingin menjaga jarak darinya. Tentu saja Zen mengikutinya. Nyatanya, setelah ia pergi dan mendengar segala tangisan Daisy melalui penyadap suara, Zen tahu Daisy membutuhkannya.     

Sayangnya, Zen seorang laki-laki yang cukup komitmen dengan sikapnya. Ia akan sebisa mungkin bersikap seperti saat ini hingga Daisy memulai sikap baik padanya. Zen tahu ia salah besar dalam segala hal, tapi bukan berarti seseorang harus terus menerus menanggungnya sendiri.     

Selama Zen jauh, yang bisa ia andalkan hanya Tino. Tino akan menjaga Daisy untuknya. Lagi pula Zen cukup percaya juga dengan Daisy yang tak akan main-main dengannya.     

"Zen, kamu yakin Nak, membiarkan Daisy sendiri di apartemennya?" tanya Neva mendekati Zen.     

Zen memang berpamitan pada Daisy bahwa ia pergi ke luar kota. Ia hanya ingin melihat reaksi Daisy. Tino tahu bahwa ia hanya memakai alibi itu dan Zen tahu betapa setianya Tino pada dirinya. Jadi segalanya ia percayakan pada Tino.     

Lalu akhirnya Zen hanya menginap di rumah Neva, Mamanya. Ia ingin Neva bekerja sama dengannya walau Neva merasa tidak ingin karena kasihan pada Daisy. Namun Zen memohon dengan sangat pada Neva dan akhirnya Neva mengikuti apa yang anaknya inginkan.     

"Saya yakin, Ma. Jadi biarkan aja. Lagi pula saya juga memang ingin menyendiri," kata Zen dan melangkah keluar dari area kolam renang.     

Neva mengamati punggung anaknya hingga menghilang menuju kamarnya sendiri.     

Dengan sangat terpaksa Zen bekerja hanya dari rumah. Ia benar-benar menghindar dari beberapa orang. Karena diabaikan dari orang yang dicintai itu sangat menyakitkan.     

Ponsel Zen berdering. Nama Tino muncul di layar dan Zen menjawabnya. "Ada apa, Tino?"     

"Bos, Nona Daisy berniat mencari pekerjaan. Apa nggak apa?"     

"Biarkan aja, Tino. Selama itu yang dia inginkan. Nanti ada saatnya saya turun tangan jika sesuatu terjadi," ujar Zen.     

"Baik kalau gitu."     

Zen menyentuh pelipisnya. Ia sangat pusing memikirkan satu wanita yang membuatnya gila. Biasanya di kala seperti ini Zen meminta Tino mencari wanita malam yang bisa ia pakai. Tapi ini di rumah dan tidak mungkin Zen membawa wanita malam ke rumah Mamanya.     

Sudah lama sekali Zen tidak bercinta sejak terakhir bersama Dera. Dera ... tiba-tiba pikirannya ke wanita itu. Wanita yang selalu menemaninya di ranjang sejak SMA, kini ia sudah tidak bekerja di kantornya lagi tanpa sebuah alasan yang masuk akal.     

Diraihnya jaket kulitnya dan menghubungi Tino. Persetan dengan kesetiaan! Pikirnya. Ia butuh wanita untuk melepaskan segala yang membuatnya penat.     

"Ya, Bos?"     

"Carikan wanita bayaran yang spesial, yang nggak mudah lelah di ranjang, dan yang pasti sangat lihai dalam segala hal. Saya butuh sekarang. Nanti saya kasih tahu kamu hotel yang akan saya datangi," pinta Zen dengan jelas.     

"Yakin, Bos?" tanya Tino sedikit ragu.     

"Tino ... kita laki-laki, kamu tahu bagaimana rasanya, kan? Saya butuh sekarang!" tegas Zen.     

"Baik, Bos. Ada lagi?"     

"Jangan buat Daisy curiga. Dia lagi apa sekarang?" tanya Zen.     

"Nona Daisy kebetulan sedang keluar. Katanya ingin melamar-lamar pekerjaan ke beberapa instansi yang sudah beliau tandai," jelas Tino.     

"Bagus kalau gitu. Secepatnya ya, Tino," kata Zen lalu memutuskan panggilan.     

Dihirupnya udara mobil setelah berbicara dengan Tino. Zen terpaksa melakukan ini. Ia sudah terbiasa hidup dengan seks. Sekeras apa pun ia menghindar, akan ada masanya di mana ia ingin sekali bercinta dengan seorang wanita. Jika saja Daisy tidak berperilaku seperti ini, Zen tidak akan susah payah membayar wanita. Walau tentu saja ia menikah karena mencintai dan menginginkan Daisy, tapi tetap saja seks adalah salah satu alasannya juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.