BOSSY BOSS

Chapter 207 - Luckily She Got You!



Chapter 207 - Luckily She Got You!

0Kedatangan Jeremy membuat Daisy senang. Senang karena akhirnya ia bisa bersama suaminya dan setidaknya bisa mengurangi dosanya. Saat ini yang ada dipikirannya adalah menghindar dari Zen sebisa mungkin.     

Melihat Jeremy terlihat sangat santai dan seperti biasanya membuat Daisy lega. Ia bahkan tidak curiga sekali pun tentang apakah Jeremy mengetahui aktivitasnya belakangan ini atau tidak.     

"Ayo! Aku mau menagih jatah rinduku padamu," bisik Jeremy saat mereka saling berpelukan di bandara.     

Pipi Daisy bersemu memerah. Jeremy memeluk pinggangnya dan mereka pulang ke rumah terlebih dahulu.     

Demi suaminya dan rasa rindu yang membelenggu di antara mereka, Daisy sudah mempersiapkan pakaian yang pantas untuk memuaskan Jeremy. Ia langsung memakainya dan memperlihatkannya pada Jeremy saat mereka sudah di rumah.     

Dengan keras mereka bercinta hingga keringat membasahi seperti baru saja disiram oleh air. AC yang menyala tak cukup membuat rasa panas dalam percintaan itu hilang begitu saja. Seperti sudah candu akan Daisy, kali ini Jeremy lebih liar dari biasanya. Ia membawa Daisy ke sudut mana pun untuk bercinta dengannya. Padahal Daisy sudah benar-benar lemas namun ia juga menikmatinya.     

Sebenarnya tujuan lain dari bercinta dengan Daisy adalah karena rasa cemburu dalam diri Jeremy. Tidak peduli apa yang Daisy lakukan di belakangnya, baginya, seks cukup membuatnya berhasil melupakan kesalahan-kesalahan Daisy.     

Ketika Jeremy benar-benar puas, Daisy terkulai lemas dan Jeremy membopongnya untuk membiarkannya tidur di kasur. Ia menatap wajah lelah Daisy yang masih penuh dengan keringat. Membelainya yang mana Daisy sudah tertidur. Lalu gelombang hasrat itu kembali naik lagi. Mau tak mau, ia harus tega membuat Daisy melayaninya kembali.     

Disibakkannya selimut yang sudah Jeremy kenakan di tubuh Daisy, dan ia mulai bercinta lagi hingga Daisy terbangun dan melenguh. Teriakan keras Daisy yang melengking itu berhasil membuat tubuh Jeremy bergetar hingga mencapai puncaknya lagi untuk kesekian kalinya.     

"Maaf, aku membuatmu lelah, karena aku butuh dan aku cemburu," ucap Jeremy seraya mengecup kening Daisy yang sudah tertidur kembali.     

Selesai mandi, Jeremy melihat Daisy masih tertidur. Ia bahkan mendengkur. Jeremy tersenyum lalu ia keluar rumah untuk bicara dengan anak buahnya.     

"Tugas kalian selesai. Akan saya panggil jika saya butuh, jadi bersiaplah kapan pun," perintah Jeremy.     

"Baik, Pak."     

"Gaji sudah saya transfer ke rekening kalian. Terima kasih untuk waktu beberapa hari ini."     

Ketika Jeremy menunggu semua anak buahnya pergi dari rumahnya, ia kembali masuk dan memeriksa ponselnya. Tidak ada yang penting, tapi Jeremy cukup mendapat laporan tentang perkembangan restorannya.     

Jeremy menghubungi Zen untuk berbicara padanya. Ia tidak akan membiarkan Daisy jatuh ke lubang kehidupan masa lalunya. Tidak peduli jika Daisy sudah melakukan hal tak terpuji di belakangnya, yang penting adalah Daisy bersamanya.     

"Zen, ini gue, Jeremy," ucap Jeremy. Matanya memandnag ke kamar di mana ia bisa melihat Daisy masih tertidur akibat kelelahan.     

"Ya. Ada apa?" tanya Zen.     

"Gue tahu apa yang lo dan Daisy lakukan. Tapi itu bukan berarti lo bisa merusak rumah tangga gue. Jadi, mulai sekarang sebaiknya lo lebih berhati-hati atau hentikan niat apa pun yang lo miliki," ucap Jeremy memperingatkannya.     

"Gue nggak mencoba merebutnya, Jer. Sepertinya lo salah paham. Kami sekarang bersahabat. Jangan terlalu mengekangnya, Jer. Bukan salah gue jika dia sampai berlari ke arahku nantinya," balas Zen tak mau kalah.     

Jeremy hanya diam dengan rahangnya yang mengeras. Ia kemudian menutup panggilannya itu dan kedua tangannya refleks mengepal.     

Ia cukup terpancing dengan apa yang Zen katakan. Walau begitu, perasaan emosinya hanya sementara. Jeremy tahu kapan harus ia berhenti menunjukkan rasa emosinya. Apalagi setelah ia melihat Daisy bergerak seperti akan bangun.     

"Hai, kamu bangun?" tanya Jeremy mendekatinya. Ia mengecup-kecup Daisy sampai Daisy benar-benar mengeluarkan suaranya.     

"Astaga, ini jam berapa?" tanya Daisy mulai beranjak.     

"Hampir siang. Sepertinya kamu benar-benar lelah," ujar Jeremy dengan senyuman nakal.     

Daisy tersenyum dan menatap Jeremy dengan dua tangannya meraih kedua rahang Jeremy. "Aku mencintaimu, Jer."     

"Aku juga mencintaimu. Sekarang, ayo kita cari makan dan ke rumah Ibu. Aku kangen anakku," ajak Jeremy.     

"Hmm, ok. Biarkan aku mandi dulu, ya."     

Jeremy keluar kamar dan membiarkan Daisy mandi. Ia sendiri sudah mandi dan bersiap-siap. Rencana-rencana yang ia susun selalu berjalan lancar, maka dari itu ia tidak pernah sekali pun melakukan suatu hal dengan kepala panas.     

Setelah menunggu Daisy bersiap-siap, mereka pun langsung jalan untuk mencari makan. Namun Daisy meminta untuk makan di restorannya saja padahal Jeremy ingin mengajak ke restoran lain.     

"Kamu yakin mau makan di restoranku?" tanya Jeremy.     

"Iya. Lagi pula kamu juga sudah lama nggak ke sana kan, sejak seminar? Aku juga. Jadi, ke sana aja, ya?"     

Jeremy mengangguk dan menuruti keinginan Daisy.     

"Daisy? Kamu yakin nggak ada yang ingin kamu katakan selama aku nggak di rumah?" tanya Jeremy ketika mereka masih di jalan.     

"Hmm … nggak. Nggak ada yang terjadi, Jer. Apa aku terlihat seperti terluka? Nggak, kan?"     

Jeremy menggeleng. Ia masih berharap Daisy jujur padanya tentang seringnya ia dan Zen bertemu sejak tidak ada dirinya. Tapi sepertinya Daisy memang berniat menyimpannya sendiri.     

"Tenanglah, Jer. Aku selalu mencintaimu. Dan akan selalu kamu," kata Daisy menenangkannya.     

Jeremy mengacak-acak rambut Daisy dengan senyuman. Daisy pun mencium pipi Jeremy untuk membuatnya tenang.     

***     

Sampai rumah Weiske, Jason sudah menyambut kedatangan Jeremy dan Daisy dengan wajah cerianya. Ia bahkan langsung berlari menuju Jeremy dan Jeremy menggendongnya.     

"Papa bawa mainan, kan?" tanya Jason.     

"Bawa, dong. Buat anak Papa, apa sih yang nggak? Tapi Jason sekolahnya rajin, kan?"     

Jason mengangguk dan mengecup pipi Jeremy sebagai tanda terima kasih.     

Daisy senang melihat fenomena di depannya. Seperti layaknya keluarga yang harmoni walau Jeremy bukanlah Ayah kandung Jason, tapi ia menyayanginya seperti anaknya sendiri.     

"Ayo, masuklah kalian," ajak Raka.     

Jeremy lebih dulu masuk bersama Jason sementara Daisy berjalan masuk setelahnya diiringi Reina yang ada di sisinya.     

"Lama nggak ke sini, Dai. Aku pikir kamu lupa sama anakmu," ujar Reina mengejeknya dengan candaan.     

Daisy tertawa kecil. "Maaf, aku akhir-akhir ini sibuk di kantor. Tapi nggak ada sesuatu yang terjadi pada Jason, kan?"     

Reina menggeleng. "Kamu dan Jason itu sama. Kalian mungkin jarang bertemu, dia bahkan nggak menanyai kamu. Dasar! Bagaimana bisa begitu? Lily aku tinggal lama saja sudah merengek."     

Bagi Daisy, walau yang Reina maksud adalah candaan, tapi candaan itu adalah candaan serius yang sangat menusuk hatinya.     

"Mungkin karena Jason sudah terbisa di rumah kalian dari pada aku. Aku nggak tahu, tapi sepertinya begitu," balas Daisy.     

"Oh ya, mumpung kamu di sini, bagaimana kalau kita ajak anak-anak keluar? Kamu aku dan anak-anak aja, Dai? Momen seperti itu kan jarang kamu lakukan," ajak Reina memberi ide.     

Jeremy yang mendengar itu menoleh ke Daisy dan ia menganggukkan kepalanya pada Daisy. Artinya Jeremy menyuruhnya untuk menyetujuinya.     

"Yah, ok. Idemu bagus," balas Daisy.     

"Aku akan siap-siap bersama anak-anak, ok?"     

"Biar aku bantu bagian anak-anak, Rei."     

Reina mengangguk dan mereka pun pergi ke lantai atas.     

Jeremy tidak melepas pandangannya dari Daisy sampai Daisy masuk ke kamar milik Jason. Bahkan ia jadi melamun hingga Raka menepuk bahunya untuk membuyarkan lamunannya.     

"Kalian bertengkar?" tanya Raka.     

"Nggak. Sama sekali nggak. Hanya saja, lo lihat nggak, Daisy kelihatan lebih ceria?" tanya Jeremy pada Raka.     

Raka tertawa kecil padanya. "Lo habis bercinta sama dia, kan? Berapa kali dan seberapa lelah dia?"     

Jeremy meredam rasa malunya dengan bertanya, "dari mana lo tahu?"     

"Tadi pagi gue ke rumah lo, dan yah gue dengar, nggak perlu gue perjelas lah, ya. Cukup lama gue nunggu, sih, sampai akhirnya gue mutusin buat pulang lagi," jelas Raka.     

"Sialan lo!"     

Raka tertawa keras begitu melihat betapa merahnya wajah Jeremy yang berkulit putih itu. Bahkan Raka jadi membayangkannya lagi seakan tidak bisa menghilangkannya.     

"Omong-omong, gue belum pernah sebegitunya sama Reina, Jer," ungkap Raka.     

"Serius?"     

Raka mengangguk. "Gue nggak mau munafik dan bohong ya, kalau dilihat dari fisik, memang menang Daisy. Fisik yang Reina miliki kadang nggak menggairahkan gue."     

Ada rasa kebanggaan dari diri Jeremy akan pujian yang ia terima untuk Daisy. Memang Daisy lebih seksi dan proporsional dibanding wanita-wanita yang ia temui. Bahkan jika dibandingkan dari Reina saja sudah bisa ia lihat.     

"Tapi lo nggak suka atau berkeinginan bercinta sama Daisy, kan?" tanya Jeremy curiga.     

"Jangan gila! Kalau gue mau, dari dulu udah gue ajak dia. Malah adik gue yang dapatin dia, kan?"     

Jeremy tersenyum dan mengangguk. Lalu ia mulai memberikan nasihat-nasihat untuk Raka. "Tapi, sebaiknya lo tetap memandang Reina sebagai wanita sempurna dari yang lain, Ka. Nggak baik kalau sampai lo nggak bisa bernafsu hanya karena fisik yang nggak memumpuni. Lagi pula Reina cantik, kok."     

Raka mengangguk setuju pada Jeremy. "Lo benar. Gue lagi mencoba untuk mengubah mindset gue. Kasihan juga gue kalau sampai suaminya ini cuma lihat fisik. Padahal dari awal gue sendiri yang mengejar dia, kan?"     

Jeremy mengacungkan jempolnya dan mengalihkan pandangannya pada Daisy yang sudah keluar dari kamar Jason.     

Tatapannya benar-benar terpana pada Daisy. Seperti dirinya sangat ingin sekali bercinta dengan Daisy lagi. Padahal tadi ia merasa sudah sangat puas.     

"Pa! Aku pergi dulu sama Mama, ya! Papa di sini, kan?"     

"Iya, Jason. Papa di sini sama Om Raka," ucap Jeremy pada Jason.     

Daisy pun mengangguk pada Jeremy dan tak lupa Jeremy mengecup keningnya sebelum Daisy benar-benar pergi.     

"Gila, gila, gila … lo benar-benar cinta banget ya, sama Daisy?" tutur Raka.     

Jeremy kembali menatap Raka sambil berkata, "hah? Apa?"     

"Lo benar-benar nggak bisa sedikit pun berpaling ya dari Daisy? Maksud gue pandangan mata lo."     

"Nggak. Terlalu sayang kalau gue sampai berpaling, Ka." Sekali lagi Jeremy melihat Daisy sampai masuk ke dalam mobil dan tak terlihat lagi.     

"Sialan! Daisy benar-benar beruntung dapat suami kayak lo!" timpal Raka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.