BOSSY BOSS

Chapter 226 - Annoying Man with Bad Attitude



Chapter 226 - Annoying Man with Bad Attitude

0"Aku baik-baik saja, Dai. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Lagi pula semua udah berlalu juga, kan?" jawab Jeremy.     

Daisy tersenyum senang mendengarnya. Ia pun akhirnya berencana menyudahi berendamnya dengan membuat Jeremy puas.     

Tentu saja Jeremy tidak menolak dilayani istrinya dengan cara permainan Daisy. Ia bahkan senang karena Daisy tahu kebutuhannya.     

Tak juga itu, Jeremy juga memuaskan Daisy setelah ia mendapatkan apa yang ia butuh. Baginya, sesuatu harus seimbang, apalagi mereka adalah sepasang suami istri.     

Setelah selesai saling memuaskan satu sama lain, Daisy meraih handuknya dan keluar dari kamar mandi. Sementara ia membiarkan Jeremy masih di dalam, Daisy menyiapkan pakaian Jeremy yang sudah ia pilih dan ia bawa.     

"Tiba-tiba aku ngantuk," ucap Daisy pada Jeremy saat ia sudah siap.     

Jeremy menatap arloji di tangannya. "Tidurlah dulu, Sayang, nanti aku bangunkan, ok?"     

Daisy mengangguk dan ia merebahkan dirinya di kasur. Dalam sekejap ia sudah memejamkan matanya dan mendengkur. Jeremy menatapnya dalam beberapa saat dan tersenyum karenanya.     

Sambil menunggu tamu datang, Jeremy bersantai duduk dengan Raka di depan. Ia akan membangunkan Daisy nantinya jika tamu sudah datang. Sebab sepertinya Daisy sangat kelelahan sekali.     

"Jer, gue mau kasih tahu sesuatu," kata Raka.     

"Apa?"     

Raka menatap ke dalam dan memastikan tidak ada orang, termasuk Daisy yang mendengarnya. Ia lalu beralih lagi ke wajah Jeremy.     

"Lo kan, senang bolak balik ke kantor gue, salah satu karyawan gue ada yang suka sama lo," kata Raka sambil tersenyum menggodanya.     

"Sialan lo, gue kira apaan!"     

"Eh, gue serius tahu. Nggak ada maksud apa-apa, sih, cuma info aja. Semakin lo sering datang, tuh cewek semakin tergoda cuma lihat lo bolak balik aja," jelas Raka.     

"Siapa emangnya?"     

"Manajer gue, si Tantri."     

"Oh."     

"Cuma itu aja? Kirain respons lo yang bakal kaget gitu, Jer."     

"Gue udah punya Daisy, nggak minat cari yang lain," timpal Jeremy.     

Raka tertawa mendengarnya. Tentu saja membicarakan wanita lain yang bukan Daisy tidak akan membuat Jeremy tertarik. Walau Daisy sudah berulang kali menyelingkuhinya, bukan lantas Jeremy membalasnya.     

"Memang parah banget sih, cinta lo ke si Daisy," ujar Raka.     

"Ya, udah kayak setengah hidup gue itu, Ka. Kayak lo nggak merasakan sama Reina aja."     

Mendengar nama Reina disebut dan dibahas, membuat senyum dan keceriaan Raka memudar. Membuat Jeremy tahu bahwa mereka sedang ada masalah.     

"Bertengkar terus, Ka, perasaan sama Reina," tutur Jeremy.     

"Nggak, siapa juga yang bertengkar," sangkal Raka.     

"Jangan bohong sama seorang psikolog. Lagian ada apa lagi, sih?"     

"Malu sebenarnya gud cerita ini ke lo, tapi lo cukup bikin gue berani buat cerita."     

"So?"     

"Reina sering banget nolak gue buat seks. Pas banget pengen, susah di gue. Alasannya dia terlalu capek," ungkap Raka.     

Jeremy berdecak. Permasalahan Raka dan Reina selalu tak jauh dari seks. Sebenarnya ia sendiri mungkin akan merasakan yang Raka rasakan, tapi masalahnya ia dan Daisy sama-sama bernafsu dalam urusan seks, jadi sudah pasti mereka melakukannya bahkan tanpa diminta dan dalam keadaan mendadak.     

"Kenapa nggak langsung lo serang? Gue yakin tanpa lo tanya, dia pengen juga sebenarnya. Coba aja lo serang dulu, beri dia rangsangan dan BOOM!" saran Jeremy.     

Raka memikirkan ide Jeremy sambil mengangguk lemah. "Jujur sih, sejak pacaran memang gue nggak begitu antusias sama seks. Tapi setelah menikah, namanya juga udah resmi, jadi gue semacam pengen dan pengen terus. Tapi saran lo bagus juga. Mungkin nanti malam gue coba," jelas Raka.     

Raka lalu menatap Jeremy dengan penuh maksud. Artinya, Raka ingin tahu kehidupan seks Jeremy dengan Daisy seperti apa. Apakah sepertinya atau malah berkebalikan?     

"Jangan lihat gue kayak gitu!" tegur Jeremy kesal.     

Raka tertawa. Ia senang menggoda Jeremy karena wajahnya langsung terlihat memerah begitu membahas hal-hal yang membangkitkan gairah.     

"Lo jarang share soal itu ke gue soalnya. Tapi menurut pengalaman yang pernah gue dengar sih, kayaknya sedahsyat itu urusan ranjang kalian?" tanya Raka.     

Jeremy hanya bergumam. Ia tidak ingin memberi informasi lebig lantara. mengingatnya saja membuatnya ingin melakukannya lagi.     

"Siapa yang lebih liar?" tanya Raka lagi.     

"Ka ... kok jadi gue, ya?"     

"Please, beritahu gue!" Ujar Raka memohon.     

"Hmm ... dua-duanya. Kita berdua nggak pernah menolak satu sama lain, jadi ya ... lo tahu sendirilah."     

"Ah, jadi iri gue," sahut Raka.     

Belum sempat Jeremy membalas ucapan Raka dan ingin menasihatinya, tiba-tiba sebuah mobil masuk ke gerbang rumah Raka. Raka dan Jeremy pun berdiri saling pandang satu sama lain.     

"Itu dia Eza," kata Raka memberitahu.     

"Ok. Gue bangunin Daisy dulu kalau begitu."     

Raka mengangguk dan membiarkan Jeremy masuk ke dalam membangunkan Daisy. Sementara itu ia melangkah maju untuk menyambut kedatangan temannya.     

Laki-laki bernama Eza itu tinggi, yah, setinggi laki-laki pada umumnya. Rambutnya terlihat memakai gel dan ia bentuk ke atas. Pakaiannya sangat sopan. Jika dibandingkan dengan laki-laki yang di rumah, Eza sepadan dengan Jeremy.     

Raka memeluknya ketika Eza keluar. Melakukan jabatan tangan ala persahabatan dan saling bertukar kabar sewajarnya.     

"Wah, lo udah married aja, Ka. Gue kalah jauh, nih!" timpal Eza.     

"Tapi calon udah ada, kan?"     

Eza menggeleng. "Mana ada yang mau sama gue?"     

Raka menyikutnya dan berkata, "sial lo, masa nggak ada wanita yang mau sama lo? Suka banget ya, dari dulu merendah."     

Eza tertawa tapi tidak membahas hal itu lebih lanjut karena Jeremy segera mengajaknya masuk untuk bertemu dengan orang tua Raka dan lainnya.     

Suasana rumah yang ramai membuat Eza terkesan. Ada dua anak kecil yang ramai bermain sendiri, orang tua dan juga sepasang suami istri yang Eza perhatikan sangat harmonis.     

Lalu ia menatap foto mendiang Raja yang terbingkai besar di dinding rumah itu. Menatapnya dan tersenyum padanya. "Gue di sini, Ja. Sayang banget lo nggak lihat gue," katanya.     

"Dia tahu lo di sini, Za. Yuk, gabung sama yang lain," timpal Raka.     

Eza bersalaman dengan semuanya. Lalu ia melihat Daisy dan jeremy keluar dari kamar untuk menyapanya. Keduanya saling bersalaman dengan Eza dan duduk di ruang tamu untuk berbincang-bincang.     

"Istrinya Raja cantik," tukas Eza berbisik pada Raka.     

"Sssttt, gue udah bilang, sekarang suaminya ya si Jeremy itu."     

"Whatever, Man. Raja sahabat gue, jadi gue tetap menghargainya sebagai istri Raja," balas Eza.     

Daisy hanya diam mendengarkan orang-orang berbicara. Ia lebih memilih sibuk bermain dengan Jason yang mengajaknya berbicara terus.     

Lalu ketika Weiske mengajak semuanya untuk makan, mereka pun berpindah tempat ke meja makan.     

Beberapa orang tidak tahu kalau ada makanan kesukaan mereka di meja makan tersebut. Jadi, mereka sangat terkesan dan senang.     

"Wow, siapa yang memasak ini, Tante? Apa Tante sendiri?" tanya Eza pada Weiske.     

Weiske tersenyum dan menatap anaknya, Daisy. "Bukan, Eza. Ini semua masakan Daisy."     

Eza menatap Daisy dan tersenyum. Ia lalu mengucapkan terima kasih padanya karena tahu makanan favoritnya.     

"Bukan masalah untukku, aku tahu makanan kesukaanmu dari Reina," jawab Daisy dengan apa adanya.     

Eza mengangguk dan ia pun langsung diam untuk mulai makan seperti yang lainnya.     

Jeremy mengambilkan makanan untuk Daisy karena keadaan hamilnya yang tak bisa berdiri untuk meraih yang jauh-jauh.     

Sementara itu Eza memperhatikan Daisy dan Jeremy bersamaan. Ada perasaan tidak sukanya melihat istri sahabatnya memiliki suami lagi. Walau Raja meninggal, bagi Eza, jika istrinya sampai menikah lagi, artinya tidak setia.     

Tiba-tiba Raka menyikutnya. "Jangan dilihat kayak gitu! Bahaya!" bisik Raka.     

"I just don't like her," balas Eza.     

"She's good though. Don't be so rude, Eza. Remember your place," nasihat Raka karena merasa Eza sudah sangat keterlaluan.     

Daisy mendengar itu. Mendengar pembicaraan Eza dan Raka. Tapi ia tidak tahu apakah Jeremy mendengarnya juga atau tidak. Yang jelas Jeremy terlihat sangat biasa saja dan menikmati suasana.     

Cara Eza menatapnya sangat tidak mengenakan untuknya. Sepertinya dia tidak menyukaiku, batin Daisy. Namun walau begitu, Daisy tidak peduli. Bukan urusannya jika ada seseorang yang tidak menyukainya.     

Setelah makan malam, semuanya kembali berkumpul di ruang keluarga. Daisy memilih menjauh dan bermain dengan Jason mau pun Lily. Ia lebih terhibur menatap anak dan juga keponakannya bermain bersama.     

Jeremy sendiri ikut bergabung dengan yang lainnya. Daisy bisa melihat Jeremy bersikap biasa. Bahkan tertawa bersama Eza.     

"Dai ... kenapa nggak gabung di sana?" tanya Reina menghampiri.     

"Mau membicarakan apa? Dia saja nggak suka denganku."     

"Eh? Memangnya kamu tahu?"     

"Hmm ... aku mendengarnya sendiri tadi. Lagi pula aku memang nggak mengenalnya dadi awal, Rei."     

Reina mengusap-usap bahu Daisy dan ia berniat menemani Daisy. Lagi pula Raka juga yang menyuruhnya menemani Daisy karena melihat Daisy tak memiliki teman bicara.     

"Eh, bolanya kena kaki, Om. Mau bolanya?"     

Suara Eza terdengar di telinga Daisy dan Reina yang kemudian menoleh ke arah Eza. Bola milik Jason rupanga berhenti di kaki Eza dan Jason berniat mengambilnya.     

"Boleh minta bolanya, Om?" tanya Jason sopan.     

"Kenalan sama Om dulu, ya. Om namanya Om Eza. Kamu pasti Jason, kan?"     

Jason mengangguk tersenyum. Ia mencium tangan Eza selayaknya orang tua.     

"Jason mirip banget sama Papa," ujar Eza menilai.     

Jantung Daisy mendadak berdebar. Bukan debaran suka melainkan tidak suka. Mendengar Eza mengatakan itu, ia lantas harus melihat wajah Jeremy yang ada di sisi Jason juga.     

"Iya, kan Jason anak Papa," balas Jason polos.     

"Papa Raja, kan?" tanya Eza memastikan.     

Perlahan Daisy berdiri dengan susah payah dan melangkah mendekati Jason. Reina pun juga ikut berdiri untuk menemani Daisy.     

"Papa Raja dan Papa Jeremy. Om lupa menyebut Papa Jeremy," ujar Jason mengoreksi.     

Senyuman Eza langsung memudar sedikit saat Jason mengatakan itu. Ditambah munculnya Daisy di belakang Jason.     

Tentu saja yang lain menyimak. Apalagi Raja terus memberinya kode pada Eza untuk diam dan tak banyak bicara, namun rupanya Eza adalah laki-laki yang keras kepala.     

Jeremy sendiri menahan emosinya karena ia tidak mau ramai di suasana yang berkumpul ini, namun rupanya ia melihat Daisy datang dengam wajah marahnya. Jeremy pun lantas ikut berdiri untuk mencegah pertikaian, namun terlambat, karena Daisy sudah mulai berbicara.     

"Berhenti! Berikan bolanya dan biarkan anakku bermain tanpa kamu tanya yang macam-macam!" seru Daisy dengan nada kesalnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.