BOSSY BOSS

Chapter 242 - He Knows Every Move of Her



Chapter 242 - He Knows Every Move of Her

0Waktu masih begitu siang. Dua orang yang masih bercinta itu tak juga menyelesaikan adegan erotis mereka. Seakan keduanya masih saling mencinta, mereka bahkan tak mau berhenti.     

Keringat membasahi mereka hingga tetes keringat itu membahasi lantai. Bahkan keduanya seperti habis mandi yang tidak dikeringkan oleh handuk.     

Tanpa pengaman dan tak peduli dengan resiko, Sean terus mendorong miliknya ke milik Daisy. Lenguhan, desahan dan teriakan kenikmatan itu memenuhi president suite. Tidak peduli jika kamar itu tidak kedap suara, yang jelas keduanya sama-sama puas.     

Berbagai macam posisi sudah Sean lakukan bersama Daisy. Bahkan laki-laki yang pernah tidur dengan Daisy, kecuali Sean, tidak pernah seliarnya.     

"Dua anak kamu bilang? Tapi kenapa masih mengetat? Hah?" erang Sean yang bergerak cepat.     

Daisy sudah tidak bisa membalas atau menjawab pertanyaan Sean selain ia memohon lebih dari ini. Fokusnya hanya satu, menuju kenikmatan yang Sean berikan.     

"Lebih cepat!" teriak Daisy.     

Sean tersenyum begitu mendengar Daisy memohonnya. Ia bahkan langsung memberikan apa yang Daisy mau selama itu tidak menyakitinya.     

Hanya ada satu yang tidak bisa Sean lakukan, yaitu memberikan tanda merah pada tubuh Daisy. Dalam keadaan seperti ini, Sean masih berpikir jika nantinya Jeremy mengetahui ini, ia akan merasa pada Daisy. Jadi, Sean hanya bisa menciumnya dan mengisap puting Daisy kencang.     

"Tubuhmu bahkan masih sangat bagus, Daisy," puji Sean.     

Daisy tidak tahu, kenapa Sean masih bisa memujinya di saat mereka bahkan masih bercinta. "Dan kau sangat tampan," balas Daisy. Memang hanya itu yang Daisy bisa katakan di saat seperti ini. Ketampanan Sean yang masih seperti dulu.     

"Apa kamu melakukannya di bathtub?" tanya Sean memancing.     

"Bawa aku di mana pun kamu memberiku kepuasan, Sean."     

Dengan sigap dan kekuatannya, Sean menggendong Daisy yang melingkarkan kedua kakinya di pinggang Sean. Milik keduanya masih terpaut dan Sean tetap bergerak hingga mereka sampai kamar mandi.     

Tak sedikitpun Sean memberikan jeda pada dirinya mau pun Daisy untuk beristirahat. Walau sudah berorgasme berapa kali pun, keduanya masih kuat untuk terus melakukannya. Bahkan Daisy sendiri yang meminta untuk jangan berhenti.     

"Bagaimana rasanya? Masih seperti dulu?" tanya Sean.     

"Hmm. Ya. Masih."     

"Puaskan aku dengan bibir indahmu, Sayangku," perintah Sean. Dengan semena-mena ia melepaskan dirinya dari Daisy. Membuat Daisy mengerang dan Sean langsung membuatnya bersimpuh.     

Daisy mulai memainkan milik Sean dengan lihai. Sean sendiri memegang rambut Daisy dan menjambaknya juga menggerakan kepala Daisy lebih cepat.     

"Ya, begitu, Sayangku. Itu Daisy yang kukenal!" erangnya dan sesaat Sean berorgasme lagi.     

Daisy berdiri dengan limbung dan Sean memegangnya dengan cepat. Kedua mata mereka masih menyiratkan birahi yang tinggi.     

"Aku juga mau," pinta Daisy. Ia langsung duduk di wastafel dan membuka kakinya lebih lebar. Menggoda Sean untuk mendekat sekaligus menuruti keinginan Daisy.     

Daisy langsung meronta. Kepalanya tersentak ke belakang sementara kedua kakinya dengan kencang Sean buka, jadi Daisy tidak bisa merapatkannya. Ia berteriak-teriak memohon lebih hingga tubuhnya sudah melemas.     

***     

Selama beberapa jam di hotel, akhirnya Daisy terbangun dengan perasaan yang sangat senang namun ia masih merasa lelah. Ia langsung beranjak dan menatap Sean sudah berpakaian sementara dirinya masih telanjang.     

"Jam berapa?" tanya Daisy dengan suara serak.     

"Empat sore. Apa kamu merasa lebih baik?" tanya Sean.     

Daisy terlonjak kaget. Ia langsung meraih pakaiannya dan mengenakannya langsung. Kemudian ia duduk di pangkuan Sean dan mencium bibirnya dengan penuh hasrat.     

"Aku akan menginginkannya jika kita bertemu lagi, Sean," ujar Daisy.     

Sean tersenyum dan membalas ciumannya. Satu tangannya meremas payudara Daisy seakan ia ingin lagi bercinta dengannya. Tapi Sean tahu diri dengan rumah tangga Daisy.     

"Aku juga akan melakukannya. Memuaskanmu seperti tadi dan sebelum-sebelumnya."     

Daisy langsung turun dari pangkuan Sean dan memperbaiki penampilannya. Ia menyisir rambutnya dan memakai parfum sehingga tidak akan tercurigai Jeremy nantinya.     

"Halo, Ama? Kamu di apartemen?" tanya Daisy. Ia harus mencari alasan.     

Sean menatapnya dan mendengarnya.     

"Oh, syukurlah. Aku akan ke sana. Kalau Jeremy meneleponmu, bilang aku di apartemenmu dan aku sedang tidur. Ok?"     

Daisy mematikan ponselnya dan ia menatap Sean dengan senyuman. Dikalungkannya leher Sean dan dengan agresif Daisy mencium bibirnya lagi.     

"Terima kasih untuk beberapa jam ini, Sean."     

"Terima kasih juga, Daisy."     

"Ayo, kita keluar kalau begitu."     

***     

"Apa? Udah gila kamu? Masih saja bermain laki-laki seperti itu? Bagaimana kalau Jeremy sampai tahu, Dai? Taubatlah!" tegur Ama merasa kesal.     

"Aku tahu, Ma. Tapi tenang saja. Kali ini aku akan main aman. Jadi, jangan khawatir, ok?"     

"Aku hanya kasihan dengan Jeremy yang begitu mencintaimu. Memangnya kamu kuranh puas dengannya?"     

Daisy menggelengkan kepalanya. Ia tidak pernah untuk tidak puas dengan siapa pun jika urusan ranjang. Hanya saja, ia memang mudah tergoda dengan masa lalu hang berhubungan dengan ranjang.     

"Sama sekali nggak. Aku hanya mudah tergoda saja dengan tawaran yang ada di depan mata," ucap Daisy.     

"Sudahlah, aku nggak mau mendengar apa-apa lagi. Kalau kamu memang bisa main dengan amam, maka terserah padamu. Tapi aku selalju menyarankan untuk berhenti melakukan itu."     

Daisy hanya bisa tersenyum mendengar sahabatnya kesal dan marah padanya. Ia tahu Ama ingin yang terbaik untuk hubungannya. Tapi pada kenyataannya, Daisylah yang menjadikannya masalah.     

Daisy berbaring di sofa hingga ia ketiduran selama satu jam. Lalu sebuah sentuhan mengejutkannya. Matanya yang sayu menjadi sedikit sulit dibuka karena kelelahan dan masih mengantuk.     

"Jer? Eh? Kamu di sini?" tanya Daisy. Ia langsung beranjak duduk dan menatap Ama yang sedang diam menonton televisi.     

"Kamu dari tadi tidur, ya? Aku meneleponmu, Sayang."     

"Ah, maaf. Hapeku di tas. Aku habis dari mal dan langsung ke sini. Maaf nggak mengabarimu kalau aku ke sini," jelas Daisy.     

Daisy bisa merasa lega karena setidaknya ia sudah lebih dulu di apartemen Ama.     

"Kamu kok, tahu aku di sini?" tanya Daisy.     

"Ya, memang siapa lagi temanmu selain Ama?"     

Daisy terkekeh dan mengangguk benar. "Sebentar, aku cuci muka dulu."     

Daisy menatap dirinya di cermin. Ia memastikan lagi tidak ada yang tertinggal di tubuhnya. Sean cukup pintar tidak memberinya tanda di tubuhnya. Bau tubuh Daisy juga sudah tergantikan dengan parfumnya sendiri. Hanya wajah saja yang kelihatan lelah dan itu sudah bisa Jeremy maklumi mengingat dirinya memang mudah kelelahan.     

"Sudah? Kita pulang bersama aja, ya?"     

"Mobil kamu di mana?" tanya Daisy.     

"Aku diantar supir. Yuk!"     

Daisy mengangguk dan berpamitan pada Ama. Walau Ama masih kesal padanya, tapi Ama tidak bisa benar-benar marah padanya. Jadi mereka melepas pamitan dengan meninggalkan ciuman di pipi kanan dan kiri.     

"Jadi, apa yang kamu beli, Daisy?" tanya Jeremy dalam perjalanan.     

"Kebutuhan untuk di rumah dan aku membelikan beberapa perlengkapan Ayu. Nggak apa-apa, kan?"     

Jeremy mengangguk. "Ayu sudah jadi bagian dari keluarga kita. Tentu saja nggak apa-apa. Tapi lain kali, ke mal sama aku, ya?"     

"Eh? Kamu marah, Jer? Aku minta maaf kalau begitu."     

"Nggak, bukan begitu. Aku cuma nggak suka istriku jalan sendiri sementara banyak mata yang memandangmu."     

Daisy terkekeh dan bergelayut manja di lengan Jeremy. "Anggap saja hari ini 'me-time' untukku, Jer. Next time, kita pergi bersama."     

***     

Malamnya mendadak tubuh Daisy demam. Tubuhnya terasa ngilu seperti habis dipukuli. Jeremy khawatir dan ia langsung membawa Daisy ke rumah sakit. Padahal Daisy sudah melarangnya untuk tidak perlu membawanya ke rumah sakit, tapi Jeremy tentu saja tidak ingin Daisy menanggung kesakitan tanpa perawatan rumah sakit.     

Jason dan Jordan sementara biar Weiske dan Reina yang urus. Ayu juga ikut bersama mereka untuk membantu. Sebab Daisy harus di rawat dan di rumah sakit karena daya imunnya menurun.     

Daisy tidak tahu jika efek setelah bercinta dengan Sean akan menjadikannya seperti ini. Padahal awal dulu ia tidak masalah. Lalu dokter ingin berbicara berdua dengan Daisy secara wanita karena dokter itu wanita dan ingin menanyakan beberapa hal pada Daisy.     

Akhirnya Jeremy keluar dan menunggu.     

"Maaf Bu, saya mau tanya dengan Anda mengenai privasi bisa?" tanya si dokter.     

"Silakan, dok."     

"Apa baru saja Anda dan suami melakukan seks?"     

Daisy menelan ludahnya dengan susah payah. Tenggorokannya tercekat. Bagaimana dokter ini bisa tahu ia habis melakukan seks? pikirnya.     

"Hmm, iya dok. Tapi saya mohon, kalau memang ada kaitannya dengan itu, jangan beritahu suami saya ya, dok. Dia bisa kepikiran dan malah nggak mau melakulannya nanti," jelas Daisy untuk berjaga-jaga.     

Dokter itu mengangguk mengerti tanpa tahu maksud Daisy. "Jangan terlalu kelelahan ya, Bu. Apalagi Ibu masih menyusui anak. Nanti saya akan bilang suami Ibu kalau Ibu hanya kelelahan saja. Ibu harus di rawat selama beberapa hari, ya, sampai benar-benar pulih."     

"Terima kasih, dokter," ucap Daisy tidak ingin menambah penjelasan atau membahasnya lebih lanjut. Intinya ia hanya kelelahan saja.     

Jeremy masuk dan duduk di sisi Daisy. Ia memegang tangan Daisy dan menciumnya. Posisi yang seperti ini yang membuat Daisy merasa bersalah pada Jeremy.     

"Maaf, lagi-lagi aku merepotkanmu, Sayangku," ucap Daisy.     

"Istirahatlah. Aku akan membeli kopi dulu, ya." Jeremy mengecupnya dan membiarkan Daisy istirahat. Ia tidak mau mendengar kata 'maaf' lagi dari bibir Daisy. Bukan karena ia tidak mau memaafkannya, melainkan sudah terlalu sering Daisy mengatakan itu.     

Jeremy langsung keluar menuju tempat yang akan ia datangi. Ia bukan laki-laki bodoh seperti yang Daisy pikir. Ia sudah mendapat laporan valid oleh Ama yang terpaksa membongkar rahasia Daisy.     

Saat di apartemen Ama, ketika Daisy ke kamar mandi ...     

"Dia bertemu siapa dan ngapain?" tanya Jeremy.     

"Sean namanya, jika kamu kenal," ucap Ama.     

Jeremy mengangguk. Ia memang kenal dengan Sean. Bahkan ia sempat putus karena kedatangan Sean yang membuat Daisy berpaling.     

Keterlibatan Ama menjadi mata-mata Jeremy sudah terjadi sejak terakhir Daisy bertemu dengan Zen di apartemen. Karena itulah Jeremy membuat kesepakatan padanya.     

"Tolong, jangan sampai Daisy tahu," ujar Ama.     

"Gue janji, terima kasih, Ama, untuk infonya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.