BOSSY BOSS

Chapter 241 - A Naughty Moment With Ex-Boyfriend



Chapter 241 - A Naughty Moment With Ex-Boyfriend

0Tidak bisa dipungkiri bagi Daisy jika kehidupan banyak masalah beragam. Ketika ia mendengar masalah yang sedang di hadapi Ayu, tentu saja membuatnya cukup terkejut. Ia memang tidak pernah terlibat dalam masalah perbedaan keyakinan, tapi jika melihat sepasang kekasih memadu cinta dan perbedaan keyakinan menjadi pembatasnya, rasanya pasti campur aduk.     

Daisy memilih tidak ingin meneruskan pembicaraan yang sensitif itu. Tapi ia tetap membebaskan Ayu curhat padanya tentang masalahnya.     

Setelah banyak mengobrol bersama Ayu, Daisy membiarkan Ayu menemani Jason dan Jordan sementara ia akan bekerja dulu melalui laptop pribadinya. Ia sudah memberitahu Ayu bahwa Daisy akan bekerja entah itu dari rumah atau bahkan Daisy bisa saja ke kantor kapan pun ia mau.     

Daisy duduk di kursi makan dan menyalakan laptopnya. Jus buah sudah tersaji di sebelahnya dengan camilan yang akan menemaninya.     

Selama dua jam akhirnya Daisy selesai bekerja. Ia hanya memantau laporan dari karyawannya dan kemudian selesai. Daisy menutup laptopnya dan baru sadar ia tidak mendengar suara anak-anaknya. Ia segera memeriksa keberadaan anaknya yang barangkali ada di kamar. Dan beruntunglah, Jason dan Jordan sudah tidur. Ia bisa bernafas lega ketika melihatnya langsung.     

"Ayu, sebelumnya saya minta maaf. Mungkin saya masih belum bisa percaya denganmu, tapi saya yakin kamu akan memberikan yang terbaik untuk keluarga saya," jelas Daisy.     

Ayu tersenyum. "Saya senang Ibu bisa jujur secara terbuka dengan saya. Dan saya sama sekali nggak ada masalah dengan itu, Bu. Namanya seorang Ibu, pasti ada ragunya kalau melepaskan anaknya kepada pengasuh begitu saja."     

"Saya tahu kamu orang baik, Ayu. Jadi jangan kecewakan saya, ya."     

***     

Setelah akhirnya mendapat pengasuh, Daisy akhirnya bisa 'me-time' sendiri. Walau hanya ke mal, ia senang karena bisa memanjakan dirinya. Lagipula Daisy juga akan belanja beberapa kebutuhan dan membelikan beberapa keperluan Ayu.     

"Daisy?" suara yang cukup tidak asing di telinga Daisy tiba-tiba memanggilnya dari belakang. Membuatnya menoleh dan terkejut seketika.     

Tentu saja Daisy langsung diam seketika. Bagaimana tidak? Ia bertemu dengan laki-laki yang pernah ia cintai dulu dan hubungan mereka hanya berjalan sebentar. Satu yang sangat membekas adalah memang dialah mantan kekasih yang sempurna bagi Daisy. Perseteruannya di ranjang bersama laki-laki itu mendadak jadi teringat jelas. Selama Daisy mengenal kata seks, hanya bersama dialah seks itu menjadi sangat hebat.     

"Jadi benar, kamu Daisy?" katanya lalu mendekat.     

Daisy masih diam dan tak bergeming. Kenyataan bertemu mantan kekasihnya itu membuatnya jadi harus mengulang kembali masa-masa yang indah itu walau hanya sebentar.     

"Dai, jangan menatapku seperti kamu melihat hantu," ujarnya yang refleks tangan besar itu menyentuh bahu Daisy.     

"Ah, ma-maaf. Aku hanya terkejut, Sean," jawab Daisy seraya menyebut namanya.     

Sean tersenyum. Tubuhnya masih sama. Masih terlihat atletis. Hanya pakaiannya saja yang sekarang terkesan formal, selayaknya Zen.     

"Aku tahu. Aku sama terkejutnya melihatmu, Daisy. Apa kabar?" tanya Sean.     

"Tapi kamu terlihat seperti nggak terkejut."     

"Percayalah, aku terkejut sebelum memutuskan memanggilmu. Jadi, apa kamu mau kita bicara sambil ngopi?" tanya Sean menawarkan.     

Daisy menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada yang mengikutinya, pikirnya. Apalagi saat ini ia merasa bebas dan ingin memanfaatkan waktu 'me-time'-nya.     

"Ya. Ok. Tentukan tempatnya," jawab Daisy kemudian.     

Sean langsung menggandeng tangan Daisy secara refleks hingga membuat Daisy terkejut dan menatap tangannya. Ia merasa sentuhan Sean benar-benar masih seperti sentuhan yang dulu ia rasakan.     

"Ok, kamu mau apa?" tanya Sean.     

"Hmm, apa saja. Yang dingin dan nggak berat. Kalau bisa jangan kopi," ujar Daisy memberitahu.     

Sean langsung menatap Daisy yang kemudian Daisy juga menatapnya. Alisnya terangkat satu dan ia pun langsung memesankan untuk Daisy dan dirinya.     

Setelah mendapatkan meja dan kursi yang cukup privasi, Sean menatap Daisy sekali lagi dalam jangka yang cukup lama.     

"Apa kamu berhenti minum kopi?" tanya Sean.     

"Hmm, hanya menguranginya saja. Aku masih menyusui anakku, Sean."     

"Kamu sudah menikah dan punya anak?"     

Daisy mengangguk dengan senyuman. Sean lalu menatap tubuh Daisy yang membuatnya berpikir tidak ada yang berbeda atau berubah dari tubuh Daisy yang menurutnya masih seksi.     

"Tapi kamu masih seksi dan seperti dulu, Daisy," ujar Sean menilai.     

Daisy tahu itu bukan pujian, tapi mendengar Sean mengatakan bagian 'seksi' membuat darahnya berdesir. Ia berharap sekali saja ingin berbuat dosa yang nikmat pada Sean. Tapi segera ia membuang pikiran kotor itu.     

"Terima kasih, tapi aku memang berusaha menjaga dan mengurus tubuhku seperti dulu," jawab Daisy.     

Sean menggeleng-gelengkana kepalanya dengan takjub. Ia tersenyum dalam beberapa saat sampai Daisy ingin bertanya satu hal.     

"Winda. Bagaimana kabarnya?" tanya Daisy.     

"Kami sudah putus lama, Daisy."     

"Apa? La-lalu dia dengan siapa sekarang? Di mana dan bagaimana kamu sendiri?" tanya Daisy memberondongnya.     

Sean menyunggingkan senyumnya. Ia bersandar dan merentangkan satu tangannya yang mana bagi Daisy itu sangat menantangnya.     

Daisy mencoba menyesuaikan diri dan menghela nafasnya. Ia melihat arlojinya yang mana masih bel terlalu siang jika ia bisa bercinta dengan Sean.     

Aduh! Apa sih, yang kupikirkan?! Batinnya memberontak.     

"Aku nggak tahu lagi tentangnya, Daisy. Dan sekarang, aku sudah bertunangan," jelasnya singkat.     

Daisy baru sadar setelah ia melihat cincin di jari manis Sean. Ia pun tersenyum kemudian. "Kalau begitu selamat, Sean."     

"Terima kasih. Omong-omong, sudah berapa anakmu, Daisy?"     

"Dua. Dua laki-laki," jawab Daisy dengan senyuman. Membicarakan anak-anaknya membuatnya merasa bahagia dan lebih hidup.     

"Sepertinya kamu hidup bahagia. Aku senang mengetahuinya," timpal Sean.     

Senyum Daisy memudar seketika. Sean belum tahu bahwa ada banyak hal-hal yang membuatnya sedih di waktu bersamaan dengan bahagia. Tapi memang sebagian orang hanya melihat apa yang mereka lihat.     

"Ya, aku bahagia, Sean. Aku harap kamu juga," balas Daisy kemudian.     

"Lalu, siapa suamimu? Apa aku tahu?"     

Daisy menganggum menatap Sean. Tentu saja Sean tahu siapa suaminya. Daisy bahkan berselingkuh dari Jeremy saat itu bersama Sean. Daisy juga berani memutuskan Jeremy karena Sean.     

Sean langsung merubah ekspresi wajahnya. "Siapa dia?"     

"Jeremy. Aku harap kamu nggak lupa, Sean."     

Seketika Sean tersenyum dan berdecak. Ia bahkan memijat pelipisnya di kala senyumnya berubah menjadi tawa kecil yang Daisy tidak tahu maksudnya apa.     

"Ada apa?" tanya Daisy kemudian.     

"Nggak ... sebentar, beri aku jeda untuk mengatakannya," kata Sean.     

Daisy akhirnya diam dan tetap menatap Sean hingga ekspresi itu berubah menjadi santai. "Ok, begini. Aku menduga kamu akan berakhir dengan laki-laki itu. Karena apa? Dia memang baik untukmu," jelas Sean.     

"Hanya saja, aku nggak menyangka apa yang aku duga menjadi kenyataan," tambahnya.     

Daisy tersenyum dan menghembuskan nafasnya lega. Ia sendiri juga tidak berpikir bahwa dirinya akan berakhir bersama Jeremy sampai di detik ini.     

Bahkan sekalipun dosa-dosa dan kesalahan yang Daisy perbuat di belakangnya, Jeremy selalu memaafkannya. Kadang, Daisy berpikir, apa memang karena cinta, Jeremy sampai mau memaafkannya berulang kali?     

"Ceritakan semua yang terjadi sejak kita nggak bersama, Daisy." Tiba-tiba Sean ingin tahu dan nadanya berubah menjadi serius.     

***     

Dua jam berada di kedai kopi akhirnya membuat dua orang itu merasa jenuh. Obrolan yang serius mendadak mengarah jadi lelucon yang membuat Daisy merasa lega seketika.     

Lalu Sean menatapnya dalam-dalam. Tatapan matanya menyiratkan keinginan yang membuat Daisy lantas merasa berdebar. Ia juga merasa canggung ditatap Sean seperti itu, bahkan nafasnya terasa sesak.     

"Daisy," ucap Sean.     

"Ya?" suara Daisy terdengar serak dan merasa kaku. Bagian bawahnya sudah merasa basah hanya ditatap seperti itu oleh Sean.     

"Aku merindukanmu, Dai. Apa kamu mau sekali saja kita melakukannya?"     

Daisy sadar, bahwa bukan hanya dirinya yang menginginkan Sean. Tapi Sean juga merasakan gejolak yang sama. Bahkan Sean sudah berani menyentuh tangan Daisy. Mengusap punggung tangannya dan menciumnya hingga membuat Daisy jadi sedikit lebih bernafsu.     

"Sean, aku-"     

"Aku yakin kamu mau, Daisy. Hanya sekali dan hanya kita berdua yang tahu," potong Sean.     

Daisy menatap ke sekelilingnya. Ia baru sadar bahwa di mal ini terhubung hotel di sebelahnya, yang mana bisa saja menjadi kesempatan mereka untuk bercinta.     

"Biar aku atur tempatnya," ujar Sean.     

Sebelum Daisy menjawab, Sean sudah menarik tangan Daisy keluar dari meja dan Sean membawanya ke arah yang sudah pasti Daisy tahu akan ke mana.     

Langkah Sean membuat Daisy semakin berdebar. Apalagi tataoan bara nafsu dalam diri Sean sangat terlihat jelas. Daisy juga tidak menyangka bahwa keinginannya bisa menjadi kenyataan.     

Menuju lorong mal yang akan menghubungkan ke hotel, tanpa izin Sean mencumbu bibir Daisy beberapa detik. Kebetulan lorong itu sedang sepi dan menjadi kesempatan untuk Sean. Ia lalu melepaskannya lagi dan Daisy harus mengatur nafasnya kembali.     

Saat sampai di meja resepsionis, Sean bagian yang mereservasi. "President suite satu untuk hari ini," pintanya tanpa tanggung-tanggung.     

Daisy mendelik sementara Sean merapatkan pinggang Daisy ke dalam pelukannya. "Sean, terlalu berlebihan," bisik Daisy.     

"Aku akan bercinta denganmu di setiap area itu, Daisy," bisiknya.     

Darah Daisy berdesir. Ia merasakan sesuatu dalam perutnya bergerak kegirangan. Ia tahu apa yang dimaksud Sean dan memang begitulah Sean, liar dan tak terkendali.     

"Ini, Pak, kartunya, silakan beristirahat," ujar si resepsionis.     

Dua orang yang sedang dilanda nafsu itu lantas segera meninggalkan resepsionis dan menuju lift. Sean sempat tidak sabar karena lift itu berjalan lambat untuk menuju president suite yang berada di lantai paling atas.     

Kedua bola mata Sean bahkan sudah membulat pekat seakan ia adalah siluman. Padahal memang begitulah Sean ketika nafsu sudah mengambil alih dirinya.     

Setelah lift berdenting Sean dan Daisy keluar. Lalu ia langsung mengangkag Daisy dan menciumnya dengan liar. Membiarkan tangannya yang lain membuka pintu kamar itu dan mereka segera masuk. Sean menutupnya dengan satu kakinya.     

Daisy hampir kehilangan nafas, ia merasakan hak yang sama. Sangat bernafsu dan ingin sekali dirinya dipenuhi oleh Sean.     

Perlahan Sean menurunkan Daish dengan bibir mereka masih terpaut. Kedua tangan mereka saling sibuk melepaskan pakaian masing-masing. Daisy sendiri memilih menaikan roknya dan membiarkan blousenya tetap di tubuhnya dengan kancing terbuka dan bra yang terlepas.     

"Kamu sangat seksi dan membuatku gila, Daisy!" erang Sean menciumnya kasar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.