BOSSY BOSS

Chapter 232 - She Replaces You



Chapter 232 - She Replaces You

0"Apa saya masih harus melaporkan perkembangan Nona Daisy, Bos?" tanya Tino.     

Alis Zen terangkat satu ketika nama Daisy disebut. Selama ini ia menghindari berita tentang Daisy melalui Bobi yang bertanya hal yang sama. Sekarang, Tino bahkan bertanya juga.     

Zen menghela nafasnya. Jika kedua anak buahnya bertanya hal yang sama, artinya ada berita yang cukup penting.     

"Katakan," ucap Zen memerintah.     

"Nona melahirkan anak laki-laki," info Tino.     

Zen langsung menegang. Posisi duduknya berubah dari bersandar menjadi menegak. Ia lalu menatap Tino dengan serius.     

"Apa benar?" tanya Zen     

"Ya, Bos. Bahkan Nona Aulin tahu."     

Zen langsung berterima kasih dan menyuruh Tino pergi dari ruangannya. Jika Aulin tahu dan tak mengatakannya, artinya memang tidak penting baginya jika bercerita dengannya.     

Dari pada memikirkan Daisy dan membuatnya gila, ia lebih senang mengganggu Aulin. Jadi ia mencoba untuk mengajaknya bertemu hari ini. Jika tidak bisa, maka Zen akan mendatanginya diam-diam.     

"Ada apa?" tanya Aulin dengan jutek di seberang sana.     

Zen tersenyum sendiri. Ia tahu Aulin selalu bersikap seperti ini. Jual mahal dan jutek terhadapnya. Padahal saat bertemu, lama-lama Aulin menggelayut manja.     

"Ayo kita ketemu. Aku kangen," ujar Zen. Mendadak ia menjadi budak cinta sejak mengenal Aulin.     

Kejutekannya dan kegalakannya membuatnya ingin terus bersama Aulin.     

Aulin berdeham yang artinya bisa jadi ya dan tidak.     

"Ok, aku jemput."     

Zen langsung mematikan panggilannya dengan semena-mena. Membuat Aulin terpaksa menghubunginya namun Zen tidak menerimanya. Ia tahu Aulin akan menolaknya. Mengharuskannya mengejar Aulin. Seakan Aulin sengaja melakukan itu agar Zen mendapatkannya dengan susah payah.     

Tak lama Zen sampai di rumah Aulin. Ia tahu Aulin akan menunggunya dan di sanalah Aulin. Ia berdiri seakan sedang gelisah akan sesuatu.     

"Ada apa?" tanya Zen saat tahu air muka Aulin. Aulin tidak menjawab. Ia malah diam dan kelihatan gugup.     

"Aulin ... " wajah Zen terlihat menegang ketika Aulin tidak menjawabnya.     

"Ada seseorang ... dan aku ... " suara Daisy sudah tidak membuat Zen fokus saat ia melihat sekelilingnya, ia sadar bahwa tidak ada mobil Ibunya Aulin, Anjar. Malah yang terlihat adalah mobil Pajero. Mobil yang Zen tidak ketahui sama sekali pemiliknya.     

Tanpa bertanya lagi, Zen langsung masuk ke dalam rumah Aulin. Aulin mencoba menghentikannya namun Zen menepisnya.     

Dan di situlah ... Zen menatap nanar dengan wajah kesal bercampur amarah. Ia melihat seorang laki-laki sedang duduk di sofa. Laki-laki itu sama terkejutnya ketika melihat Zen dan ia pun berdiri.     

"Siapa lo?" tanya Zen yang langsung menghadangnya. Ia menarik kerah laki-laki itu yang menatapnya persis sepertinya.     

"Zen ... lepaskan! Dengarkan aku dulu!" seru Aulin mencoba menghentikannya. Ia memisahkan Zen dari laki-laki itu.     

Aulin menjauhkannya dan memeluknya. "Dengarkan aku     

.. tenanglah!" Nafas Aulin tersengal-sengal. Sementara Zen masih mendengus kesal dan menatap tajam laki-laki itu.     

Zen tidak akan lagi mengalah untuk mendapatkan wanita yang ia sukai. Tidak akan lagi.     

"Dia mantan kekasihku ... yang aku ceritakan saat awal kita bertemu. Dia datang-"     

"Gue datang buat kembali padanya," potong laki-laki itu.     

Aulin mendelik kesal. "Jangan berharap Tomy!" desis Aulin.     

Ada perasaan lega dalam diri Zen saat mendengar jawaban Aulin. Tapi ia masih menatap laki-laki bernama Tomy itu dengan tatapan benci.     

"Dia milik gue!" desis Zen.     

"Aku udah mencoba mengusirnya tapi dia bahkan nggak mau pergi. Itulah kenapa aku nggak mau ke sini karena kejadiannya pasti begini," jelas Aulin.     

Zen melepaskan pelukan Aulin. Ia menariknya ke belakangnya sementara Zen maju melangkah ke depan menuju Tomy. "Pergi dari sini, brengsek!" rutuk Zen.     

"Tomy, pergilah! Jangan sampai ada darah di sini!" desis Aulin.     

Dari cara melihat Aulin bahwa apa yang Aulin katakan itu benar, nyali Tomy sedikit ciut. Ia tidak mau terluka untuk wanita yang bahkan belum ia nikahi.     

"Kita belum selesai, Aulin!" ujar Tomh seraya pergi dari hadapan mereka.     

Tanpa menatap Tomy yang sudah keluar dari rumah Aulin, Zen menghela nafasnya. Ia memejamkan matanya dan membayangkan jika ia kehilangan lagi seperti Daisy dan Lissa, hatinya akan semakin hancur.     

Membayangkannya saja sudah membuat Zen berdebar keras. Ia tidak ingin ada kehilangan-kehilangan yang lainnya. Sudah cukup terakhir ia memutuskan untuk menyudahi perasaannya pada Daisy dan memilih Aulin agar Daisy meninggalkannya.     

Aulin mulai mendekatinya dan memeluk Zen. Ia menghantarkan kehangatan pada Zen yang membuatnya lantas mereda. Amarahnya benar-benar menurun seiring berjalannya waktu.     

"Maaf ... aku hanya nggak ingin kamu jadi emosi seperti ini, makanya aku nggak memberimu kabar apa pun, Zen."     

Zen tahu niat baik Aulin. Ia sudah sering diperlakukan oleh wanita-wanita yang pernah bersamanya dengan alasan yang sama. Jika tadi Aulin tidak melerainya, mungkin Tomy sudah akan berada di rumah sakit.     

"Aku tahu. Sekarang, puaskan aku," perintah Zen.     

Aulin melepas pelukannya. Ia lalu menggiring Zen ke tempat yang sudah pasti aman jika seseorang datang secara tiba-tiba. Bukan di kamarnya, bukan pula di kamar mandi. Melainkan di kolam renang.     

Secara terbuka tanpa bersembunyi, Aulin melepas pakaiannya dan membiarkan dirinya menungging. Sementara Zen sudah siap untuk bercinta dengannya.     

Perlahan namun pasti, Zen mulai melesakkan miliknya ke milik Aulin. Bergerak perlahan lalu semakin lama semakin cepat.     

Diam-diam Aulin tersenyum senang. Di saat Zen butuh pelepasan, tak dipungkiri ia pun mendapatkannya juga. Jadi, bersamaan dengan Zen yang berada di puncak, ia mendapatkannya juga.     

***     

Dentingan pintu rumah Daisy berbunyi. Beruntung Jordan sudah tidur dan Jason masih sibuk belajar dengan buku bacaannya.     

Daisy melangkah ke depan dan membuka pintu. Terlihat tukang pos datang membawa sesuatu. Dahi Daisy berkerut.     

"Ibu Daisy?" tanya si tukang pos.     

"Saya sendiri. Ada kirimankah, Pak?"     

"Iya, Bu. Silakan di terima. Ini untuk ucapan atas kelahiran anak kedua Ibu," ujar si tukang pos.     

Walau Daisy penasaran, ia tetap menerimanya dan menandatangi dokumen penerimaan barang itu. Ia berterima kasih pada tukang pos dan membawa barang itu ke dalam.     

Daisy membukanya langsung di ruang tamu. Barang itu berbentuk kotak dengan tali dibentuk pita berwarna biru.     

Daisy tercengang ketika ia melihat isinya. Berbagai macam pakaian bayi laki-laki dengan mainan untuk anak seumuran Jason.     

Dilihatnya Jason yang sibuk dengan buku bacaannya dan kemudian Daisy kembali menatap hadiah itu.     

Siapa? pikirnya.     

Jika dilihat dari sejarahnya, Daisy tidak memiliki teman terdekat kecuali Ama. Tapi tentu saja bukan Ama, batinnya.     

Daisy mencari-cari ke dalam kotak itu yang barang kali ada kartu nama di dalamnya. Tapi sayangnya Daisy tidak menemukan apa-apa.     

"Mama ... Jason udah selesai baca, sekarang Jason boleh main, Ma?" tanya Jason.     

"Boleh, Sayang."     

"Ini buat Jason, Ma?" tanya Jason lagi ketika mata anak itu menatap sepaket mainan laki-laki.     

Awalnya Daisy diam dan bingung. Ia sendiri tidak tahu apakah benar barang ini untuknya atau bukan? Tapi tukang pos sudah mengatakan bahwa ini untuknya dan atas namanya.     

Jadi ...     

"Iya, untuk Jason. Main yang rapi dan benar ya, Sayang."     

"Iya, Mama. Terima kasih, Mama."     

Jason mencium pipi Daisy dan membawa mainan itu ke karpet. Ia membukanya dengan perlahan dan Daisy memperhatikannya.     

Tiba-tiba Daisy teringat akan seseorang yang sejak dulu selalu diam-diam dan begitu misterius.     

Mantan suaminya, Zen.     

Daisy menepuk dahinya sambil memperhatikan Jason yang sudah membuka mainan itu. Akhrinya Daisy meraih telepon rumahnya dan menekan nomor Zen yang ia hapal.     

"Halo," sapa seorang wanita.     

Diasy mendelik kaku. Suara wanita itu ... Aulin, batinnya.     

"Halo? Siapa, ya?" sekali lagi suara Aulin terdengar dan bertanya.     

"Apakah ada Bapak Zen? Saya dari pos Indonssia," kata Daisy bohong.     

"Oh. Ok, sebentar, ya. Sayang ... telepon dari pos!" teriak Aulin.     

Aulin memangg Zen dengan sebutan 'sayang'. Daisy bergidik kesal dan entah kenapa ia merasa masih cemburu. Padahal ia berjanji tidak akan mau mengenal Zen lagi.     

"Ya? Ada apa?" tanya Zen.     

"Terima kasih untuk hadiah anakku. Well, satu lagi, Jordan bukan anakmu. Jeremylah Papanya dan dia sudah tes DNA. Selamat tinggal," ucap Daisy dan langsung menutup teleponnya.     

***     

Zen mendadak membatu setelah mendengar suara Daisy. Matanya berkedip dan menoleh ke arah Aulin yang masih sibuk dengan ponselnya.     

Jordan ... pikirnya. Jadi itu nama anak mereka? Dan aku bukan Ayah kandungnya.     

Ada harapan dan perasaan sedih ketika Zen mengetahui itu. Dan hal itu membangkitkan gairah seksualnya. Keinginannya untuk bercinta karena rasa sakit hati menjadi tinggi.     

Ia menarik ponsel Aulin dan menariknya ke balkon. Di sana Aulin di suruhnya untuk berpegangan dan Zen melepas kasar celananya.     

"Zen! Ada apa?!" tanya Aulin yang tidak mengerti apa yang sudah terjadi pada Zen.     

"Kamu terlalu seksi untuk sekadar dipandang!" desis Zen.     

"Akh!" Aulin mendesah kaget. Miliknya begitu ketat ketika Zen melesakkan miliknya dengan cuma-cuma. Namun lama-lama miliknya basah karena perlakuan Zen.     

"Bagaimana? Sensasi bercinta di balkon? Apa kamu sudah pernah?" tanya Zen di telinga Aulin.     

Aulin tak mampu menjawab. Ia sudah tidak fokus pada ucapan Zen dan memilih menikmati guncangan yang Zen berikan padanya.     

"Zen ... " panggil Aulin meminta.     

"Yes, Baby ... call my name."     

"Please ... I ..."     

"Ssstttt ... aku tahu. Kita akan keluar bersama."     

Setelah melepaskan kepenatannya, Zen membawa Aulin ke ranjang dan membiarkannya tidur di sana. Ia lalu meraih birnya dan dan memandang pemandangan di balkon.     

Tidak peduli jika tadi ada yang melihatnya, yang terpenting ia merasa puas. Sebab dengan bercinta di balkon, membuat kenangan akan Daisy atau Lissa hilang. Akan Zen lakukan apa pun untuk menghilangkan mereka dengan mengganti dengan Aulin.     

Zen sudah terlalu sering merasakan kehilangan walau ia juga cepat mendapatkan wanita. Semua sudah pernah ia rasakan. Hanya tinggal merasakan hidup bersama selamanyalah yang belum pernah ia rasakan bersama orang yang ia cintai.     

"Kita pernah bersama dan kebersamaan kita nggak direstui alam. Bukan masalah ... aku hanya harus menggantikanmu dengan yang melebihi dari kamu, Daisy. Perlahan, posisimu benar-benar menjauh dari hatiku. Aku mencintai Aulin, Dai. Sangat mencintainya," ujar Zen berbisik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.