BOSSY BOSS

Chapter 231 - The Funny Moment



Chapter 231 - The Funny Moment

0Tiga hari setelah melahirkan anak keduanya, Daisy sudah kembali pulih dan bisa menyusui anaknya. Jeremy dan Daisy sempat bingung ingin memberikan nama yang baik untuk anak keduanya. Akhirnya Jeremy dan Daisy sepakat menamai anak keduanya Jordan.     

Perasaan senang sebagai seorang Ibu tentunya membuat Daisy bahagia. Ia bisa menyusui seperti ini rasanya sudah bersyukur.     

Daisy selalu menggendongnya kapan pun ia akan menyusui Jordan. Setelah itu Jordan akan ditidurkan dan di taruh di tempatnya yang berada di sisi Daisy.     

Jeremy senang karena ia bisa menemani Daisy dari persalinan sampai saat ini. Ia bahkan tidak sedikit pun ingin meninggalkan Daisy dan anaknya.     

Senyum bahagia jelas terpampang di wajah mereka. Apalagi kedatangan Jason menjadikan mereka lebih lengkap lagi. Jason duduk di sebelah Daisy dan mengusap-usap pipi adiknya yang masih memerah itu.     

"Jason senang punya adik?" tanya Daisy dengan senyuman.     

"Senang, Mama. Adik belum bisa diajak bicara ya, Mama?" tanya Jason.     

"Jason boleh bicara sama adik, tapi adik belum bisa menjawab Jason. Sayangi adik ya, Jason."     

Jason mengangguk dan Jeremy mengusap-usap kepalanya. Reina dan Raka yang berada di situ pun ikut merasakan kesenangan.     

Setelah beberapa jam bersama Daisy, Jeremy mengembalikannya ke tempat Jordan harus berbaring. Dengan perlahan karena bayi itu sudah tidur.     

Raka dan Reina berpamitan pulang sekaligus mengajak Jason. Mereka akan kembali lagi besok. Jason mencium Mama dan Papanya, lalu melambaikan tangan untuk berpamitan pulang.     

Setelah mereka semua pulang, kini hanya tinggal Daisy dan Jeremy. Jeremy menatapnya dan mengusap-usap tangan Daisy.     

"Kamu istirahatlah, Jer. Sudah berapa hari kamu nggak istirahat, hmm?"     

"Hmm, aku butuh kopi. Tapi apa nggak apa kamu aku tinggal sebentar?"     

Daisy mengangguk. "Ya, nggak apa. Kamu harus sekalian makan juga, Jer."     

"Iya, Sayang. Sebentar, ya. Aku tinggal."     

Jeremy mengecup kening Daisy dan keluar ruangan. Ia menatap ke kanan dan kiri lalu menemui dokter yang menangani Daisy.     

Dengan meminta si dokter kerja sama untuk menyembunyikan sesuatu hal, Jeremy langsung melakukan rencananya. Ia ingin tes DNA dirinya dan Jordan serta sample rambut Zen yang Jeremy berhasil dapatkan.     

Hanya butuh beberapa jam agar hasil itu keluar, Jeremy ke kantin sesuai dengan izin yang ia katakan pada Daisy.     

Bukan masalah jika Jordan nantinya bukan anaknya. Tapi Jeremy masih penasaran dan ia ingin tahu juga. Jika Jordan bukan anaknya, maka ada kemungkinan ada yang salah pada dirinya.     

Jeremy membiarkan waktu untuk berada di luar jangkauan Daisy sedikit lama. Ia tidak sabar menunggu hasilnya karena ia memang meminta bagian laboratorium untuk memprosesnya cepat berapa pun nilai harganya.     

Kemungkinan Daisy sudah tidur, batinnya. Ia berjalan di lorong menuju ruangan Daisy dan mengintip sekilas apakah Daisy benar sudah tertidur atau malah menunggunya.     

Dugaannya tepat, Daisy sudah tidur dan Jeremy bisa tenang sebentar. Ia lalu menunggu di tempat menunggu dekat laboratorium sambil terkantuk-kantuk.     

Dengan mata yang memang kurang tidur, Jeremy menunggu. Sesekali dirinya akan terjatuh untuk tidur. Lalu ia terkejut sendiri dan mulai menormalkan kembali mata kepalanya.     

"Bapak Jeremy. Ini hasil lab-nya. Bisa dilihat sendiri hasilnya." Perawat yang memberikan itu lantas pergi setelahnya.     

Cepat-cepat Jeremy membukanya. Ia menarik dan menghembuskan nafasnya untuk berjaga-jaga jika ia melihat hasil yang tak sesuai.     

Senyuman terbingkai di wajahnya. Jordan benar-benar anaknya. Bukan anak Zen. Jordan benar-benar darah dagingnya yang sempat ia ragukan.     

Tak henti-hentinya Jeremy mengucap syukur dan berterima kasih pada Sang Maha Kuasa. Ia juga meminta maaf dalam hati karena sempat meragukan semua ini.     

***     

Setelah seminggu berlalu, Daisy diizinkan untuk pulang karena keadaannya sudah benar-benar kondusif.     

Perlahan ia melangkah dengan menggendong Jordan masuk ke dalam mobil. Jordan terlihat tenang dalam gendongan Daisy, membuat ia merasa nyaman dan senang menjadi seorang Ibu.     

Jeremy menatapnya setelah ia ikut masuk ke dalam mobil. "Senang, ya?"     

Daisy mengangguk. "Belum pernah sesenang ini, Jer. Saat bersama Jason dulu berbeda ... "     

Jeremy tahu momen itu dan ia tidak ingin membuat Daisy merasa sedih dengan keadaannya yang sekarang. Jadi, ia tidak akan membahas atau mengungkitnya, melainkan membiarkannya menikmati momen ini.     

Sempat terpikirkan oleh Jeremy tentang memberitahu bahwa Jordan adalah anaknya bukan anak Zen, tapia mengurungkan niatnya karena waktu dan momennya belum bagus.     

Jeremy ingin Daisy berpikir bahwa memang Jordan adalah anaknya bukan anak Zen, jadi tidak ada pikiran dilema seperti itu untuk Daisy.     

Namun melihat Daisy sebahagia ini, ikut membuatnya bahagia. Apalagi Jeremy sudah menyiapkan kamar khusus Jordan dan Jason dalam satu ruangan yang sama.     

Mengingat dirinya menyiapkan kamar keduanya membuat Jeremy tersenyum. Ia juga membuat penyambutan yang benar-benar rahasia.     

"Kenapa kamu tersenyum?" tanya Daisy yang ternyata sedang memperhatikannya.     

"Aku membuat kejutan untukmu," ucap Jeremy dengan senyuman.     

Daisy merasa penasaran dengan kerutan di dahinya. "Hah? Apa, Jer?"     

"Rahasia. Nanti juga kamu tahu."     

Daisy dirundung dengan rasa penasarannya. Ia banyak berpikir beberapa hal yang Jeremy maksud. Tapi pada akhirnya Daisy menyerah dan menunggu kejutan apa yang Jeremy siapkan untuknya.     

Saat sampai rumah, Daisy tidak melihat siapa pun. Ia pikir kejutan yang Jeremy maksud adalah acara untuk penyambutannya. Lalu Daisy berpikir bahwa ia terlalu berharap berlebihan.     

Tidak ada mobil siapa pun. Hanya mobil mereka.     

Daisy melangkah ke arah pintu dan membiarkan Jeremy membukanya. Daisy pun maju melangkah ke dalam rumahnya dan tiba-tiba ada kejutan yang tak bersuara karena tidak ingin membangunkan Jordan.     

Balon-balon berterbangan di dalam rumah dan butiran-butiran kertas kerlap-kerlip melayang di atas Daisy.     

Wajah Daisy terperangah dan tersenyum. Ia menatap semua orang yang ada di rumahnya. Keluarganya bersama satu orang yang tak pernah ia pikirkan, Eza.     

"Selamat datang!" ucap mereka dengan suara berbisik.     

Daisy terkekeh geli. "Begitukah cara kalian berbicara agar Jordan nggak bangun?"     

Hanya tawa yang mereka berikan dan satu persatu memeluknya. Reina sendiri langsung mengambil alih Jordan untuk ia gendong.     

Daisy duduk di sofa karena masih merasakan sakit di bekas jahitannya. Ibunya, Weiske, mengambil makanan dan minuman buat menyambut Daisy dan memberikan pada anaknya.     

"Terima kasih, Bu," ucap Daisy.     

"Sama-sama. Kamu yakin mau merawat Jordan di saat seperti ini, Sayang?" tanya Weiske.     

Daisy mengangguk. "Iya, Bu. Aku kehilangan momen menjadi Ibu yang benar saat bersama Jason, dan sekarang aku nggak mau membiarkan Jordan merasakan hal yang sama. Anggaplah aku menebus kesalahanku pada Jason," jelas Daisy. Ia menatap Jason yang masih penasaran dan gemas dengan adiknya itu. Ia tersenyum dan merasa bahagia.     

"Ya, sudah. Kalau kamu butuh bantuan, butuh Ibu atau mungkin Reina, jangan sungkan, ok?"     

"Iya, Bu. Tapi aku pastikan nggak akan merepotkan kalian. Kalian sudah banyak aku repoti sejak dulu."     

***     

Hal-hal tak terduga Daisy rasakan saat benar-benar menjadi seorang Ibu. Ia cukup kelimpungan mengurusi Jordan yang menangis terus. Daisy tidak tahu mengapa Jordan menangis. Hingga akhirnya Daisy menelepon Reina untuk bertanya.     

Walau gengsi dan malu, tapi demi membuat Jordan diam dan tenang, akan Daisy lakukan. Beruntung Jason anak yang benar-benar stabil. Ia bahkan ikut menenangkan adiknya walau pun adiknya menangis terus.     

"Apa kamu sudah menyusuinya?" tanya Reina.     

Seketika itu juga, Daisy menepuk dahinya karena kebodohannya sendiri. Beberapa jam terakhir ini, Daisy memang belum menyusui Jordan. Tentu saja anak itu menangis kelaparan.     

"Astaga! Bagaimana aku bisa lupa? Maaf, Rei ... ini seperti aku baru belajar menjadi seorang Ibu," ucap Daisy sambil tertawa.     

Reina yang di seberang tentu tertawa. Bukan mengejek, melainkan karena Daisy merasa dirinya konyol dan ia tertawa maka Reina ikut tertawa juga     

"Ya, sudah. Nggak masalah, kan sambil belajar. Berikan dia makan dulu, supaya tenang, Dai."     

"Iya. Terima kasih, ya. Aku pikir aku bisa menanganinya sendiri."     

"Jangan sungkan bertanya. Atau kamu mau aku ke rumahmu sama Lily? Biar ramai dan Jason ada temannya?"     

Daisy terlihat berpikir. Ia menatap Jason yang hanya diam dengan mainannya. Ide Reina bagus, pikirnya. Ia memang belum pernah melihat Jason setenang ini tanpa Lily.     

"Boleh. Kemarilah. Jason sepertinya butuh teman," kata Daisy mengizinkan.     

"Ok. Aku dan Lily siap-siap dulu, ya."     

Daisy mematikan telepon rumahnya dan langsung menyusui Jordan. Setelah itu, tak lama Daisy bernafas lega karena tangisan Jordan berhenti. Ia mengusap-usap pipi Jordan dengan mata anaknya yang sudah mulai tertutup.     

"Adik tidur ya, Mama?" tanya Jason.     

"Iya, Sayang. Jason main sendiri dulu, ya. Biar adik tidur nyenyak dulu, nanti kita main, ok? Terus, Lily juga mau ke sini, loh," kata Daisy memberi perhatian dan pengertian pada anak pertamanya.     

"Asik! Ok, Mama. Jason main sendiri di sini sambil temani Mama tidurin adik, ya?"     

Daisy mengangguk tersenyum. "Susunya dihabisin, Sayang."     

Begitu patuhnya Jason pada Daisy. Senang rasanya memiliki anak yang begitu menurut pada ucapan orang tuanya. Apalagi Jason seperti benar-benar mengerti keadaan Ibunya.     

Setelah benar-benar memastikan Jordan tidur, Daisy melepas putingnya perlahan dari bibir mungil Jordan. Ia lalu menaruh Jordan ranjang bayinya.     

Daisy membuka pintu kamar itu lebar-lebar agar ia tahu dan mendengar suara Jordan jika terbangun.     

Karena merasa lega, Daisy memeriksa ponselnya dan sedari tadi bergetar dan tidak ia lihat. Ada pesan dari Jeremy yang katanya akan pulang lebih awal karena merindukan anak-anak. Daisy tersenyum membacanya dan membalas seadanya.     

Reina akhirnya datang bersama Lily. Membawa banyak snacks padahal Daisy juga memiliki cukup banyak stok untuk siapa pun yang ingin memakannya. Tapi Daisy yakin bahwa snacks yang dibawa adalah pilihan Lily semua. Ia tersenyum menyambut mereka dan saling berpelukan dalam beberapa detik.     

"Jordan baru aja tidur," ujar Daisy memberitahu.     

"Tenang kan, tadi?" tanya Reina memastikan.     

Daisy menahan tawanya namun tidak bisa. Ia mengangguk, tapi ia juga merasa geli dengan dirinya sendiri tentang masalah tadi.     

"Maaf, tentang tadi, Rei. Aku malu tapi aku merasa geli dan bodoh di waktu yang bersamaan," ucap Daisy lagi padanya.     

"Jangan membuat aku tertawa, Dai! Karena jangankan kamu, dulu aku pun merasakan hal yang sama."     

Keduanya tertawa bersama setelah saling berbagi kekonyolan menjadi Ibu yang sesungguhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.