BOSSY BOSS

Chapter 228 - The Old Story is Up



Chapter 228 - The Old Story is Up

0"Tenang aja. Kalau gue nggak pernah anggap hal seperti kemarin serius. Karena gue tahu lo nggak tahu yang sebenarnya. Yah, kalau masalah Daisy ... memang dia sensitif, jadi tolong maklumi. Gue akan bantu bicara sama dia nanti," ucap Jeremy dengan senyuman.     

Eza tak bisa berkata-kata. Ia benar-benar tak mempercayai apa yang ia dengar. Seperti ada malaikat yang turun, tapi bukan ... Jeremy adalah sosok nyata yang memaklumi ketidaktahuannya dan ketidaksopanannya.     

"Eh, semudah itu lo memaafkan seseorang?" tanya Eza ingin meyakini dirinya lagi.     

Jeremy mengangguk. "Gini ... bagi gue, kesempatan seseorang untuk berbuat baik itu selalu ada. Jadi, gue mau memberi kesempatan itu walau pada akhirnya gue juga harus berhati-hati. Kayak lo misalnya, gue harus hati-hati sama lo walau gue memaafkan lo."     

"Thank you banget, Jer. Gue benar-benar nggak percaya akan semudah ini bicara sama lo. Daisy benar-benar beruntung dapatin lo," timpal Eza.     

Jeremy tersenyum dan menatap Raka. Ketika Eza mengatakan bagian akhir, ia benar-benar mengingat segala kesalahan yang Daisy perbuat padanya dan selalu ia maafkan tanpa berpikir panjang.     

"Eh kalau gitu, ada minuman dingin? Mendadak gue kepanasan," ujar Raka mencairkan suasana karena ia paham apa yang Jeremy maksud.     

"Bentar gue ambilin dulu," jawab Jeremy berdiri dan melangkah jauh ke dapur.     

Raka lalu menyikut lengan Eza. "Jangan dibahas lagi. Bahaya kalau Daisy dengar," bisik Raka menggunakan nama Daisy agar Jeremy tidak merasa canggung.     

"Oh, ok kalau gitu. Thank you juga ya buat lo," cengir Eza kembali ke karakternya yang nakal itu.     

Tak lama Jeremu datang dengan tiga soda di kedua tangannya. Ia menyajikannya untuk Raka dan Eza juga dirinya. Kemudian mereka mulai membaur satu sama lain sambil meminum soda dan memakan camilan yang tersedia di meja tamu.     

Sementara itu, Daisy mendengar semua percakapan ketiga laki-laki itu. Ia bahkan tak berminat untuk memaafkan Eza. Bahkan walau ia mendengar nasihat Jeremy sekalipun, baginya ia tak mampu memaafkan seseorang seperti suaminya itu.     

Anehnya, Daisy tidak terlalu kesal begitu mendengar penuturan maaf dari Eza. Padahal begitu Eza membicarakan Raja, ia sangat kesal dan membencinya. Ia juga tidak bisa mendengar nama Raja disebut dengan cara seperti itu. Sangat tidak layak.     

Suasana hujan bahkan seakan mendukung perasaan Daisy. Ia menatap hujan deras di pagi hari itu melalui jendela kamarnya. Menatao langit yang mendung dan mendadak berharap dipertemukan Raja seperti dulu.     

"Apa kamu benar-benar sudah tenang sejak aku bersama Jeremy? Sesuai yang kamu inginkan?" tanya Daisy lirih.     

Ia tidak menangis, tidak juga merasa pilu. Daisy hanya merasa sedih dan merindukan sosok Raja.     

"Apa kamu melihat aku dan anakmu? Mengunjungi Jason? Karena dia pernah mengatakan padaku bahwa melihat kamu ketika dia akan tidur."     

"Aku rindu. Kadang aku lupa kalau aku ini istri     

Mendadak hujan jadi begitu lebat dengan suara yang cukup ramai. Seakan menjawab pertanyaan-pertanyaan Daisy.     

Daisy kemudian duduk dan membenarkan posisinya untuk rebahan. Dimiringkannya tubuhnya dan tetap menghadap jendela kamarnya.     

Tak terasa suasana membuatnya terkantuk-kantuk. Daisy memejamkan matanya dan membiarkan hawa dingin membawanya ke alam mimpi.     

Satu jam berlalu, Daisy terbangun karena wangi masakan yang masuk ke dalam kamarnya. Ia memang tidak menutup kamar rapat-rapat, jadi bisa mendengar apa pun dan saat ini ia mencium bau wangi.     

"Pasti Jeremy," ucapnya.     

Daisy menatap dirinya di cermin dan keluar kamar. Sudah bisa dipastikan Raka dan Eza pulang, pikirnya.     

Namun begitulah ekspektasi. Daisy masih melihat Raka dan Eza juga Jeremy di dapur. Mereka masak bersamaan dengan canda tawa khas laki-laki.     

Wajah Daisy murung dan ia berbalik sebelum dirinya ketahuan oleh salah satunya. Dengan mengendap-endap, Daisy menuju kamarnya lagi, namun ...     

"Daisy! Ke marilah!" teriak Raka.     

Sial! Batin Daisy.     

Tentu saja Daisy berbalik dan menatapnya dengan tajam. Tapi Raka bahkan tidak menangkap maksud isyaratnya. Tidak tahu apakah Raka sengaja atau tidak.     

Jeremy menatapnya dengan senyuman. Tentu saja Daisy meleleh. Ia mendekat dan mengeratkan dirinya pada tubuh Jeremy.     

Jeremy merengkuh pinggang Daisy. Ia lalu menyuruh Daisy duduk dekatnya.     

"Karena hujan, jadi kita makan bareng ya, Dai? Ok?" tawar Raka.     

Daisy hanya berdeham sambil menerim jus pemberian Jeremy. Jeremy mengusap-usap rambut kepala Daisy. "Kita makan bareng, ok?" ujar Jeremy lembut.     

Daisy mengangguk. Tentu saja ia menuruti apa yang suaminya katakan. Raka yang memperhatikan mereka saja jadi iri.     

"Jangan di depan gue kalau mesra gitu, Jer," timpal Raka.     

"Iri ya, lo?" sahut Eza.     

Daisy memutar matanya dan memilih duduk di ruang keluarga sambil menunggu. Ia lalu menyalakan televisi dan membesarkan suaranya agar tidak mendengar percakapan ketiga laki-laki itu.     

Eza pintar masak? Batinnya bertanya.     

Ok, mari kita lihat seenak apa masakannya nanti. Kalau tidak enak, akan kupermalukan dia, ujarnya dalam hati.     

Beberapa menit kemudian, Raka ikut duduk di sampingnya. Membuat Daisy menoleh dan bertanya, "apa?"     

"Dai, aku mohon, beri kesempatan Eza, ok? Dia benar-benar menyesal. Sebenarnya salah-"     

"Sssttt! Tadi aku dengar semuanya," potong Daisy.     

"Lalu?"     

"Ya nggak lalu-lalu."     

"Dai ... maafkan Eza. Please?" pinta Raka memohon.     

Daisy menghembuskan nafasnya dan menutup camilannya. Ia menatap Raka lalu menatap Eza yang masih ada di dapur menyiapkan segalanya bersama Jeremy.     

"Sepenting apa sih, Eza buat kamu?" tanya Daisy. "Sampai kamu harus memohon begini?"     

"Dia udah kuanggap adik sendiri setelah Raja."     

"Sayangnya aku nggak bisa memaafkannya seperti Jeremy memaafkannya. Jadi, yah aku hanya bisa bersikap seperti ini padanya. Aku akan welcome, tapi aku nggak bisa memakai keramahanku padanya, Raka. Jadi, stop memohon untuknya," jelas Daisy.     

Raka tidak bisa berkata-kata apalagi selain menganggyk. Memang susah membuat Daisy takluk kecuali ia memang menyukainya.     

Empat orang berkumpul di meja makan. Sepasang suami istri dan dua laki-laki yang satu terlihat seakan bujang dan yang satu memang seorang bujang, mereka lalu mulai makan masakan salah satunya.     

Saat Daisy mengunyahnya, ia tidak bisa berbohong kalau masakan Eza enak. Gagal sudah caranya ingin mempermalukan Eza.     

"Jadi Za, lo chef di New York sana?" tanya Jeremy. "Masakanmu sangat enak," pujinya.     

Eza mengangguk dengan senyuman. "Thank you, Jer. Sebenarnya gue beruntung karena bisa jadi chef di salah satu restoran mewah di New York. Karena memang susah kalau nggak punya skill memasak yang memadai," jelas Eza.     

Daisy hanya mendengarkan dan tidak berminat untuk bergabung dalam diskusi tersebut. Walau dia sangat ingin, tapi gengsinya karena perasaan kesalnya belum juga hilang.     

"Terus, Eza ini juga punya kafe loh," ujar Raka menambahi.     

Terlihat Eza menyikutnya agar Raka tak seharusnya mengatakannya. Namun sudah kepalang tanggung baginya.     

"Oh, ya? Bisa dong, kapan-kapan mampir ke kafe lo?"     

"Kafe kecil aja kok, Jer. Nggak besar-besar banget."     

"Apaan! Seged itu lo bilang kecil? Sialan lo! Nggak Jer, kafenya gede. Namanya aja Grande Cafe. Lo pasti tahulah," Raka menimpali dengan antusias sekaligus memberitahu Jeremy.     

Jeremy diam sejenak sambil mengingag-ingat nama kafe itu. Lalu ia mengangguk. "Iya gue tahu. Gue cuma lewat sih, belum pernah ke sana. Kapan-kapan ke sana ya, Sayang?" ujar Jeremy sambil mengajak Daisy.     

Daisy hanya berdeham dan tetap memakan makannya. Keheningan lalu terjadi. Ketiganya saling pandang sampai akhirnya Eza berniat memulai duluan.     

"Apa enak masakanku?" tanya Eza.     

Lagi-lagi Daisy hanya berdeham. Ia bahkan tidak menoleh ke lawan bicaranya. Jeremy mengusap-usap pinggang Daisy. Daisy merasa seakan tersengat oleh sentuhan Jeremy. Jadi, refleks Daisy menatap Jeremy yang mengangguk padanya agar menghargai usaha seseorang.     

"Enak ... ini enak," puji Daisy dengan kaku sambil menatap Eza.     

***     

Dalam perjalanan pulang, Eza baru merasa lega. Walau tak banyak yang Daisy katakan. Dengan memuji makannya enak terasa berarti padanya. Berbeda jika dipuji Jeremy atau Raka.     

"Daisy benar-benar nurut sama Jeremy, ya?" tanya Eza pada Raka.     

"Kenapa?" tanya Raka balik.     

"Ya, sejak tadi yang gue lihat begitu. Mereka bicara kayak lewat sentuhan aja gitu. Paham nggak sih lo maksud gue?"     

Raka mengangguk. Ia cukup sering melihat bagaimana sentuhan Jeremy bekerja untuk Daisy. Dalam hal emosi atau hal lain. Seakan memang begitulah seharusnya suami istri. Bahkan mereka berdua beluk pernah marah besar atau berkata kasar.     

"Iya. Mereka memang begitu. Kadang gue sampai iri. Karena gue sama Reina nggak begitu," jawab Raka.     

Eza menatap Raka yang serius mengemudikan mobil sekaligus nadanya yang begitu serius. "Sorry, Ka. Gue benar-benar nggak tahu bagaimana hubungan lo dan Reina selama sehari ini. Memang sih, gue nggak pernah lihat lo interaksi langsung sama dia di depan gue, tapi gue cuma bisa melihat apa yang gue lihat. Lagian, lo juga tahu gue belum nikah dan gue belum paham dunia pernikahan itu kayak gimana."     

Raka mengangguk. Setidaknya ia cukup lega bisa bercerita dan didengarkan. Walau Eza tidak bisa membantu, kehadirannya cukup membuatnya merasa benar-benar memiliki teman.     

"Santai. Gue nggak minta pendapat, kok. Gue cuma mau cerita," balas Raka.     

Eza menepuk bahu Raka untuk memberi dukungan. Lalu ia bertanya karena kepikiran satu hal. "Terus gue mau tanya, nih. Masih topik soal Daisy."     

"Apa? Lo naksir sama dia?"     

"Nggak mungkin gue nggak naksir. Cuma yang jadi pertanyaan gue, kenapa nggak lo aja yang jadi sama Daisy saat itu? Apa memang Raja duluan yang mendekati?"     

Raka diam sejenak. Bagian Eza menyukai Daisy memang haknya, tapi tentang mendapatkan Daisy? Bahkan tidak ada dipikiran Raka.     

"Lo ada benarnya. Raja memang mendekatinya duluan. Tapi yah, semata-mata sebatas Kakak-Adik aja. Hubungan kami kan hubungan Kakak Adik tiri, Za."     

"Terus?" tanya Eza masih penasaran. "Jangan setengah-setengah, Ka. Gue penasaran! Kayaknya seru.     

Raka berdecak dan tersenyum. Kalah diingat memang sangat indah hubungan Adiknya itu dan Daisy sampai akhrinya maut memisahkan mereka.     

"Yah, rumit sebenarnya, intinya ya sampai akhirnya Reina kembali ke gue, sih. Raja dan Daisy itu selalu ada satu sama lain ketika mereka butuh, jadi ya timbul perasaan seiring berjalannya waktu. Daisy juga yang menyembuhkan sakit hati Raja dari Reina saat itu dan begitu pun sebaliknya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.