BOSSY BOSS

Chapter 243 - Grateful For What She Has (End)



Chapter 243 - Grateful For What She Has (End)

0Aku merasa semua kesalahanku adalah murni karena karakterku yang semakin hari semakin memprihatinkan. Rasa nikmat duniawi tidak bisa kutinggalkan sepenuhnya walau aku merasa aku sudah bisa menguranginya.     

Lalu ditemukan oleh satu jiwa yang ternyata adalah jodohku, ia bahkan bisa menerima semua kesalahan-kesalahan itu. Padahal kalau aku pikir lagi dan semuanya sepertinya tidak termaafkan dengan semudah itu. Tapi dia, selalu memaafkanku dan memberiku kesempatan untuk yang jumlahnya tidak bisa kuhitung. Siapa lagi kalau bukan Jeremy Agung Lee?     

Ya, kalian memang baru tahu nama lengkapnya. Seperti namanya, ia benar-benar memiliki sifat yang Agung. Bahkan aku merasa seperti aku masih bermimpi mendapatkan jodoh sepertinya.     

Terakhir kali aku berselingkuh dalam ranjang bersama Sean, hal itu membuatku terpukul karena aku memang jatuh sakit karena kelelahan. Bahkan baru-baru ini aku baru tahu kalau Jeremy mendatanginya dan meminta tolong untuk menjauh dari rumah tanggaku dan Jeremy dengan halus.     

Bayangkan... secara halus Jeremy memintanya. Tidak ada adegan baku hantam seperti yang pernah ia lakukan pada Zen. Di saat itu aku sadar. Benar-benar sadar bahwa aku harus berubah. Bukan sekadar ucapan, melainkan juga tindakan.     

"Maafin aku..." ucapku ketika akhirnya aku jujur padanya. Jeremy tidak tampak terkejut karena memang ia sudah tahu kesalahanku.      

"Aku sudah memaafkanmu, Daisy. Jangan kamu pikirkan lagi, ya."     

"Tapi aku ini hina, Jer. Jika dibandingkan dengan istri-istri lainnya. Kamu yakin mau tetap bersamaku? Hmm?"     

Jeremy memegang tanganku dan menatapku dengan wajah sendunya. "Memangnya kamu mau tanggung jawab kalau aku mati setelah nggak bersamamu? Kamu bahkan lebih penting dari kesalahan-kesalahan itu. Aku cukup memberi kesempatan yang banyak, kamu sadar akan kesalahanmu, dan aku tenang."     

Oh... betapa manisnya Jeremy mengatakan itu padaku. Seperti aku sedang berpacaran dengan Tuhan saja. Baru kali ini aku menemukan satu laki-laki yang dengan kesempurnaannya menerima ketidaksempurnaan seorang istri.     

"Bantu aku, Jer. Bantu aku untuk berubah," pintaku.      

"Aku akan membantumu."     

Kuanggukkan kepalaku dan menangis ketika ia memelukku. Aku ingat anak-anakku. Aku tidak ingin menjadi Ibu yang buruk untuk mereka. Apalagi jika mereka sampai tahu bagaimana Ibunya memiliki sikap di belakang Ayahnya.     

"Lakukan apa pun. Aku siap kamu pantau sepenuhnya dengan anak buahmu atau CCTV. Ganti ponselku atau aku harus melaporkan 24 jam penuh aktivitasku saat nggak ada kamu, Jer," jelasku.     

Jeremy tersenyum. "Sudahlah, Daisy. Sekarang kita tidur, ya. Niat baikmu akan kamu mulai detik ini juga. Sekali pun kamu nantinya membuat kesalahan, jangan takut aku akan meninggalkanmu, karena aku nggak akan meninggalkanmu, bagaimana pun kamu."     

***     

Setiap pagi adalah awal yang baru. Aku selalu berusaha memberikan sesuatu yang baik dan untuk Jeremy dan anak-anakku. Walau kadang ada keinginan hati untuk berbelok ke arah yang sangat nikmat, tapi aku masih berpikir keluargaku. Sudah cukup! Cukup untuk bersenang-senang dan berusahalah untuk memperbaikinya.     

Aku tahu hal apapun yang kulakukan dengan niat baik tidak akan menyembuhkan luka batin Jeremy. Sudah pasti luka itu selalu ada walau hanya membekas. Tetap saja, goresan rasa sakit itu selalu terlihat.     

Aku tidak munafik bahwa setiap hari adalah waktu yang berat untukku. Bagaimana tidak, mengetahui banyaknya dosa dan kesalahan yang kubuat, tak lantas membuatku begitu mudah menjalani hari-hari. Walau Jeremy memberikan kasih sayangnya sangat tulus dan ikhlas, tetap saja aku merasa orang yang tercela.     

Suatu hari aku bertemu Zen, iya... kami bertemu lagi setelah sekian cukup lama. Tapi beruntungnya, tidak ada yang terjadi hal aneh di antara kami. Aku rasa dia dan aku sudah cukup tahu batasan kami.      

Aku memberitahu Jeremy bahwa aku bertemu dengannya, tanpa sengaja. Kalian tahu apa yang Jeremy katakan? "Ok, jaga hati dan nikmatilah waktumu. Aku percaya padamu."     

Aku menangis saat mendengarnya langsung melalui ponsel. Jeremy begitu percaya padaku sejak awal, tapi aku selalu memanfaatkan kepercayaannya itu. Ia bahkan tidak terlihat seolah sakit hati, padahal aku tahu ia sangat sakit hati.      

Cinta memang buta. Itu yang kutahu sejak mengenal Jeremy. Sebab ia selalu mempunyai alasan untuk memaafkanku lagi dan lagi.     

"Bagaimana kabarmu?" tanya Zen.     

Jarak kami hanya dipisahkan oleh meja. Duduk dengan tegap dan saling memandang satu sama lain. Memori tentangnya selalu terngiang dalam pikiranku. Mungkin karena Zen adalah laki-laki pertama yang menikah denganku dan mengajarkan banyak hal, maka dari itu, aku tidak akan pernah bisa melupakannya.     

"Baik. Bagaimana denganmu?" tanyaku balik.     

"Aku selalu baik seperti yang kamu lihat, Daisy."     

Aku mengangguk dan tersenyum. Untuk beberapa detik kami sama-sama terdiam. Sibuk dengan minuman masing-masing dan hembusan nafas yang bersahut-sahutan, tak terasa waktu sudah cukup lama.     

"Sepertinya aku harus pulang," kataku.     

"Sekarang?"     

Kuanggukkan kepalaku padanya. "Ya. Sekarang."     

Aku mulai berdiri dan Zen juga ikut berdiri. Ia mengulurkan tangan padaku untuk bersalaman. Akhirnya aku membalasnya dan tersenyum padanya.     

"Senang bertemu denganmu, Daisy."     

"Aku juga."     

"Dan aku senang kau terlihat bahagia. Aku ... aku meminta maaf atas segalanya yang pernah kulakukan untukmu."     

"Sudahlah. Itu masa lalu dan aku memaafkanmu sudah sejak lama."     

***     

Akhirnya Daisy memilih untuk tetap setia. Ia sudah berhasil melewati beberapa pria yang merupakan mantan-mantan kekasihnya, untuk tidak tergoda pada mereka lagi.     

Baginya sekarang adalah Jeremy dan Jason. Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya di masa lalu, adalah bagian dari sisi buruknya yang membawanya hingga ke masa sekarang untuk bisa berubah menjadi baik.     

Jeremy, yang bahkan tidak pernah sedikitpun menyakitinya, adalah salah satu alasan kenapa ia ingin setia.      

Satu saja sekarang sudah cukup, pikirnya.     

Ia juga tidak ingin jika Jason, putranya, tumbuh dan melihat sisi buruknya yang belum juga berubah menjadi baik.     

Mendapatkan suami yang sempurna dalam segala hal adalah impian semua wanita. Daisy adalah salah satu yang beruntung dan ia harus mensyukuri itu. Apalagi Jeremy benar-benar memaklumi setiap kesalahannya.      

Walau sepenuh hatinya masih diselimuti tentang Raja, ia sudah bisa mengikhlaskannya. Berdamai dengan dirinya sendiri untuk kebahagiaan anak mereka, Jason.      

"Raja ... jika kamu melihat ini, pasti kamu senang," katanya sambil menatap langit yang begitu cerah.     

Kedua matanya berkaca-kaca hingga menumpuk dan jatuh membasahi pipi. "Maaf aku menangis. Aku hanya ... sangat, sangat bersyukur untuk segalanya.. Kamu tetap nomor satu, Raja. Bahkan Jeremy tidak bisa menggantikanmu. Dia tetaplah Jeremy dan kamu tetaplah suami dan ayah dari anak kita."     

"Hei ... kenapa menangis?" tanya Jeremy yang muncul memeluknya dari belakang.     

Ya, Jeremy sering sekali akhir-akhir ini melihat Daisy menangis. Tapi Dasiy selalu memberikan jawaban yang cukup melegakannya. Bahwa ia menangis karena bahagia.     

"Aku mencintaimu, Jeremy. Aku bersyukur memilikimu dan kehidupan kita. Entah harus berapa kali aku mengungkapkan ini, entah berapa kali aku harus berterima kasih padamu."     

Jeremy membalikkan tubuh Daisy. "Untukmu, apapun kulakukan. Dan aku sangat mencintaimu." Ia lalu menarik Daisy ke dalam pelukannya dan mengusap punggungnya lembut.     

"Sangat mencintaimu," kata Jeremy mengulanginya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.