Kembalinya Sang Bintang

Permen (2)



Permen (2)

0Ahhh… Ini? Ini membuat orang… sangat terpesona.     

Shi Sui menekan alisnya dan tertawa kecil. Dia hanya bisa membatin, Baiklah. Tidur, ya, tidur saja. Kunci, ya, kunci saja. Ikuti saja alurnya. Semuanya sudah diatur dengan sangat baik.     

Setelah Shi Sui meyakinkan diri sendiri agar menerima kenyataan, dia kembali dan terdiam di sisi tempat tidur selama beberapa detik. Beberapa pemikiran menjadi binatang buas muncul di benaknya.     

Pada akhirnya, Shi Sui tetap mematikan lampu. Dia mengambil naskah di meja samping tempat tidur dan duduk di sofa tunggal di dekat jendela dari yang menjulang dari langit-langit ke lantai. Lalu, dia menyalakan lampu malam kecil dan jari-jarinya yang terlihat sangat jelas membalik naskah itu halaman demi halaman.     

Shi Sui masih ragu terhadap film ini. Naskah ini ditulis dengan sangat menarik. Skenario menceritakan gereja yang paling suci tanpa cacat, tetapi ada bunga kejahatan yang bercokol. Sedangkan, rumah sakit jiwa yang paling gelap dan lembab memiliki satu-satunya warna cerah di seluruh pertunjukan.     

Alur cerita berhubungan dengan kriminal yang saling berkalitan dan IQ muncul dalam setiap peran. Alur emosionalnya adalah persaingan antara pendeta ber-IQ tinggi, kriminal, dan psikiater. Cerita dimulai dari permainan kucing-kucingan dan kejar-kejaran, kemudian diakhiri dengan penyesalan dan tragedi yang sarat dengan drama.     

Secara objektif, Shi Sui sejujurnya ingin mengambil naskah ini. Akan tetapi, dia tidak bisa berakting dalam drama yang melibatkan emosi. Ini bukan masalah pada aktingnya, melainkan masalah psikologis.     

Penolakan Shi Sui terhadap semua kontak dekat dengan wanita telah menjadi penghalang psikologis bagi dirinya sendiri. Sutradara pernah mencoba berbagai macam cara sebelumnya, tapi dia langsung muntah setelah syuting dan sama sekali tidak memiliki efek apapun. Pada akhirnya, Shi Sui hanya bisa menyerah.     

Naskah lain baik-baik saja. Tetapi, jika menghapus karakter nona doktor atau peran nona dokter di naskah ini, keseluruhan film akan kehilangan keseimbangan. Hal itu juga tidak memenuhi syarat untuk memenuhi ekspresi artistik yang diinginkan sutradara.     

Jadi, haruskah Shi Sui mengatasi hambatan psikologis beradu akting dengan lawan jenis? Atau, haruskah dia melepaskan naskah yang bagus ini?     

Saat kepala Shi Sui pusing memikirkan ini, Xiang Yi yang berada di atas tempat tidur mungkin merasa sangat panas sehingga menendang selimutnya.     

"....." Pikiran Shi Sui mulai agak tidak jujur. Namun, dia segera menggelengkan kepalanya. Dia meletakkan naskahnya dan bangkit untuk menutupi Xiang Yi dengan selimut lagi.     

Xiang Yi mengigau dan memanggil dalam kondisi mabuk, "Harimau Kecil… Tongtong…"     

Xiang Yi melihat sekeliling untuk mencari kucing dengan bingung. Dia tidak berhasil menyentuh Harimau Kecil, tapi justru menyentuh… tangan Shi Sui.     

Jari-jari putih Xiang Yi yang ramping meraba beberapa kali dengan ragu-ragu. Dia membuka matanya, seolah-olah menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Bola mata gadis kecil itu berputar-putar. Dia berusaha keras agar bisa fokus dan pada akhirnya mengenali pria di hadapannya.     

"Kenapa malah kamu?" gumam Xiang Yi.     

Shi Sui mengangkat alisnya dan sengaja berperilaku 'memanfaatkannya' dengan bertanya, "Siapa aku?"     

"Anak kecil."     

"…Apa?"     

"Anak kecil," ulang Xiang Yi sambil menatap Shi Sui dengan tidak berdosa. "Mengapa kamu ada di sini? Ini tempat tidur Harimau Kecil," katanya lagi. Untuk menekankan, dia juga menepuk bantal di sisi lain dengan tangannya.     

Shi Sui menjilat bibir bawahnya dan balas bertanya, "Kalau begitu, menurutmu di mana tempat yang cocok untuk aku tidur?"     

Orang mabuk sulit untuk menganalisis hal yang masuk akal.     

Xiang Yi hanya merasa kepalanya lebih sakit dan menjawab asal-asalan, "Kamu… Kamu tidur di kandang kucing."     

Shi Sui dibuat kesal hingga tertawa. "Apakah ada kandang kucing yang sebesar ini?"     

Gadis kecil itu menjawab dengan gaya tertentu, "Aku akan meminta kakak ketigaku untuk membuatkannya untukmu!"     

"Oke, aku akan menunggu. Kamu bisa lanjut tidur," kata Shi Sui.     

Shi Sui membungkuk untuk mengambil selimut, tetapi Xiang Yi berbaring di sisi tempat tidur. Pipinya setengah menempel pada sprei hitam, membuat kulitnya terlihat pucat. Gadis kecil yang mabuk itu berbicara perlahan dan terdengar jauh lebih hangat dari biasanya, "Kamu, kamu sangat tampan…"     

"Hah?" Shi Sui duduk bersila di tanah sambil menatap Xiang Yi untuk sementara waktu, "Kalau begitu, siapa yang lebih tampan? Aku atau kakakmu?"     

Xiang Yi mengerutkan wajah kecilnya. Raut wajahnya seperti enggan terhadap sesuatu tetapi harus tetap dilakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.