Cowok Hamil

Tidak pernah Damai



Tidak pernah Damai

0Seperti biasa jam istirahat susana kantin selalu dipenuhi oleh siswa. Ada yang baru memasuki kantin, ada yang memesan makanan dan juga yang sudah menikmati pesenan mereka di meja kantin.     

Terlihat Jamal sudah sudah duduk membentuk lingkaran, mengitari meja kantin bersama gangnya. Diantara meja kantin yang lain, meja yang sedang di duduki oleh Jamal dan Teman-temannya adalah meja yang paling berisik. Suara gelak tawa yang tidak jelas selalu terdengar dari mulut mereka. Sesekali Jamal dan gangnya menggoda murid perempuan yang kebetulan lewat di dekat mereka.     

Semenatara itu, terlihat Rio dan beberapa temannya baru saja memesan makanan mereka. Sambil berjalan membawa semangkok bakso, Rio dan yang lain mengedarkan pandangan mereka. Mencari tempat yang masing kosong.     

"Tuh blah sana," ucap Irawan sambil menunjuk meja paling ujung__menggunakan wajahnya.     

"Dih jauh amat sih..." keluh Indah. Cewek yang sedang melakukan pendekatan dengan Rio.     

"Gimana lagi, adanya cuma itu," balas Irawan. Kemudian ia berjalan ke arah meja yang paling ujung. "Yuk..." ajaknya.     

"Eh tunggu..."     

Langkah kaki Irawan terhenti. Kemudian ia menoleh ke arah Rio yang sedang berdiri di sampingnya.     

"Kenapa?" Heran Irawan.     

"Kejauhan di sana..." ujar Rio, membuat Irawan dan yang lain menatap heran padanya.     

"Nggak ada lagi Ri. Cuma itu yang kosong..." ucap Indah. "Emang mau duduk di mana?"     

Terlihat Rio memutar kepalanya, kemudian tatapannya berhenti ke arah tempat di mana Jamal dan gangnya yang sedang duduk di sana. Arah pandang Rio diikuti oleh teman-temannya.     

"Kita duduk di sana aja." Menggunakan dagunya, Rio menunjuk meja yang sedang di duduki Jamal dan gangnya.     

"Gila lu...!" Protes Irawan setelah ia tahu kalau Jamal yang sedang berada di sana. "Itu kan, Jems. Mau cari gara-gara lu. Nggak-ngak."     

Protes Irawan di dukung penuh oleh teman-temannya. Mereka tidak ada yang mau berurusan dengan siswa yang sedang duduk di sana.     

"Lagian tuh kursi juga udah penuh. Udah kita kesana aja..." ucap Johan yang langsung disetujui sama teman-temannya.     

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Rio hembuskan secara perlahan.     

"Ck..." Rio berdecak heran lantaran teman-temannya belum ada yang mengerti dan terlihat takut dengan ajakannya. "Emang kenapa sih? takut amat. Gue tau tuh kursi udah penuh. Makanya kita duduk di sana, biar tuh anak songong yang duduk di ujung."     

"Makin gila lu," komentar Irawan setelah mendengar penjelasan dari Rio. "Cari mampus lu...?"     

"Kalian tunggu sini... takut amat."    Mengabaikan Irawan dan teman-temannya yang penakut, Rio melangkahkan kakinya me arah Jamal__sambil membawa semangkuk bakso.     

Irawan dan yang lain diam mematung, mereka menggelengkan kepala heran melihat punggung Rio yang sudah semakin dekat dengan Jamal.     

Bola mata Jamal melebar, ia mendongkan kepala menatap kesal kepada Rio yang tiba-tiba saja meletakan semangkuk bakso di atas mejanya. "Ngapain lu ke sini?" Ketus Jamal     

"Jamal," panggil Rio santai. Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam dirinya. Yang dipanggil semakin membelalakan matanya, lantaran kesal dengan panggilan tersebut. "Gue ama temen-temen gue mau makan bakso di sini. Tolong lu ajak temen-temen lu duduk di sana." Rio menunjuk tempat paling ujung yang masih terlihat kosong.     

Terlihat Jamal menoleh kan kepalanya secara reflek, mengikuti arah telunjuk Rio. Hal itu tentu saja membuat emosi Jamal tersulut. Ia sontak memutar kepalanya, menarik kera baju Rio, hingga membuat yang ditarik merapat ke arahnya.     

"Bosen idup lu...?" Ucap Jamal ketus.     

Tingkah Rio dan Jamal menjadi pusat perhatian semua yang ada di kantin. Terutama teman-teman Rio. Mereka terlihat sangat ketakutan melihat itu.     

"-lu berani nyuruh gue?" Lanjut Jamal.     

"Emang kenapa? Gue cuma minta lu duduk di sana. Ajak temen-temen lu. Gue sama temen-temen gue mau duduk di sini."     

Kata-kata Rio membuat bola mata Jamal memerah, dan rahangnya yang tegas mengeras. Sepertinya Rio sudah berhasil memancing amarah Jamal.     

"Kalo gue nggak mau?" Ucap Jamal sambil mengepalkan jemarinya, lalu ia arahkan ke wajah Rio.     

Belum sampai Jamal mendaratkan pukulannya, terlihat Rio mendekatkan mulutnya di telinga Jamal, kemudian membisikkan sesuatu di sana. "Kalo sampe tu pukulan nempel di muka gue. Lu tau sendiri akibatnya."     

"Maksdu lu, gue takut?" Tantang Jamal.     

"Gue tau lu bego dan nggak punya otak! Tapi gue yakin lu masih punya malu. Lu nggak mau kan rekaman video lu lagi mesum ke sebar luas..."     

Ancaman Rio membuat kening Jamal berkerut. Meski Rio berbohong, tapi sukses membuat nyali Jamal sedikit menciut.     

"-makanya lu pake otak. Lu kira gue sempet rekam adegan mesum lu di toilet." Lanjut Rio dengan suara yang berbisik.     

Setelah beberpa saat berpikir, Jamal melepaskan cekalannya di kera baju Rio. Mendorong tubuh Rio pelan, kemudian Jamal menendang kursi yang baru saja ia duduki. Sorot matanya menatap penuh dendam ke arah Rio.     

"Kali ini, lu gue maafin," Ucap Jamal. Ia juga tidak ingin nama keluarganya tercemar akbiat video yang dikatakan sama Rio barusan. Oleh sebab itu ia terpaksa harus mengalah, dan berlalu meninggalkan Rio. "Ikut gue..." ajak Jamal kepada teman-temannya.     

Wajah cemas barusan membuat Rio mengulas senyum penuh kemenangan. Terlebih saat melihat semua teman-teman Jamal buru-buru berdiri dari duduk mereka, dan mengekor di belakang Jamal. Rasanya puas sekali.     

Dengan senyum penuh kemenangan Rio duduk di kursi, di mana Jamal duduk di sana tadi. Setelah itu ia melambaikan tangan, memanggil teman-temannya yang masih terlihat bengong.     

"Dasar bego...." ucap Rio yang ditujukan untuk Jamal. Setelah itu ia bersiap memakan bakso super pedas yang baru saja ia pesan.     

Di bangku paling ujung, terlihat Jamal tidak berhenti menatap Rio. Wajahnya masih dipenuhi dengan amarah dan dendam.     

"Kok lu mau aja sih di suruh sama tu anak...?" Ucap heran salah satu teman Jamal.     

Plak!     

Jamal menghadiahkan satu pukulan di kepala anak tersebut. "Gue lagi kesel, makanya gue biarin tu anak. Lagi males ribut gue."     

"Dia itu emang berani. Mentang-mentang murid kesayangan guru. Makanya dia songong." Ucap Andika, ia masih satu angkatan sama Rio, hanya berbeda kelas.     

"Udah jangan bahas dia, makin emosi gue..." ucap Jamal kesal.     

"Dari pada emosi, gimana kalo ntar malem kita dugem. Sekalian ngrayain geng kita." Celetuk Adam, salah satu anggota gang Jamal.     

"Setuju...!"     

"Ide bagus itu..."     

Anggota gang Jamal masing-masing mengeluarkan kalimat setuju dengan ide yang diberikan sama Adam.     

Terlihat Jamal terdiam sambil memikirkan sesuatu. "Oke kita dugem, tapi ajak dia buat ikut dugem sama kita." Usul Jamal sambil menunjuk ke arah Rio yang sedang menikmati bakso pedasnya.     

"Lu yakin mau ngajakin dia? Maksudnya dia mau gabung sama gang kita?" Tanya Adam yang sedang mengikuti arah telunjuk Jamal.     

"Bukan! Gue dendam banget sama tuh anak. Udah lama gue pingin kasih dia pelajaran, tapi gue bingung. Kali aja nanti di tempat dugem gue nemu ide buat ngerjain dia." Ucap Jamal. Sorot matanya penuh dendam ke arah Rio.     

"Yang jadi masalahnya, tuh anak mau nggak diajak dugem. Soalnya tuh anak kerjanya cuma belajar. Dia sekolah di sini juga karena beasiswa." Ujar Andika. Wajahnya terlihat ragu.     

"Gue kasih dua puluh juta kalo ada yang bisa ajak dia duegm!!" Tegas Jamal yang membuat teman-temannya sontak terkejut__memebelalakan mata.     

"Dua puluh juta?!" Remaja Andika membulatkan matanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.