Cowok Hamil

Firasat tidak enak



Firasat tidak enak

0Meski dengan rasa malas, akhirnya Jamal sampai juga di sekolahnya pukul 07.10. Tapi entah kenapa, hari ini perasaannya benar-benar tidak nyaman. Keinginannya untuk tetap selalu dekat bersama Rio dan bayinya, terasa begitu kuat dari biasanya. Namun demi anak, dan demi hadiah yang dijanjikan oleh Rio--setelah anaknya lahir, Jamal berusaha melawan rasa malas yang sedang mengusai dirinya.     

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Jamal hembuskan secara kasar. Cowok berseragam putih abu-abu itu berjalan dengan gagah nya, menelusuri koridor Sekolah menuju ke kelasnya.     

Seperti biasa ditengah perjalanannya menuju ruang kelas, cewek-cewek SMA global selalu mencuri melirik, berusaha mencari perhatian, supaya bisa didekti oleh Jamal.     

Namun sayang, Jamal sudah benar-benar kehilangan minat untuk menanggapi atau-pun menggoda yang namanya makhluk wanita. Tepatnya setelah ia sudah menerima, atau merasakan kehadiran bayi yang masih di dalam perut Rio. Ditambah dengan debaran dan juga desiran aneh, tiap kali ia beradu pandang dengan Rio. Hal itu membuat ia seperti sudah kehilangan selera untuk menjamah kaum wanita.     

Apalagi hari ini, wajah dan perut gendut Rio selalu saja melintas di benaknya. Cewek-cewek genit yang sedang menyapa dirinya, hanya dianggap manekin saja oleh Jamal.     

Malah terkadang, perasaan bersalah kepada Rio muncul di hati Jamal, jika matanya tidak bisa diajak kompromi saat melihat wanita yang memakai pakaian seksi. Jamal sendiri juga sering merasa heran, kenapa ia jadi berubah seperti ini?     

"Jems..."     

Jamal menghentikan perjalanannya, saat kupingnya mendengar seseorang memanggil dirinya. Setelah memutar tubuh, Jamal melihat Andika dan beberapa anggota ganknya sedang berjalan cepat mendekati dirinya.     

"Ada apa?" Jamal berkacak pinggang, menatap satu persatu anggota ganknya yang sudah berdiri tepat di hadapannya.     

"Kita-kita lagi pada males sekolah nih, bolos aja yuk," ujar Andika mewakili teman-teman yang lainnya.     

"Iya Jems, lagian udah lama lu nggak ikut bolos bareng kita-kita. Nggak seru kalau nggak ada lu," imbuh salah satu anggota ganknya.     

Jamal terdiam, ia sedang memikirkan ajakan dari teman-temannya. Memang sih, sudah cukup lama cowok itu tidak ikut kumpul bersama anggota ganknya. Tepatnya setelah remaja itu sudah mulai rajin belajar. Namun Kebetulan sekali, hari ini ia sedang malas sekolah. Mungkin saja dengan ikut bergabung bersama teman-temannya, Jamal bisa sedikit melupakan bayangan Rio, yang membuat hatinya menjadi gelisah.     

"Gue denger, lu dapet nilai paling bagus di kelas elu. Apa lu mau berubah jadi anak baik-baik? Nggak cocok!"     

"Jadi anak baik itu nggak asik. Gaya hidupnya flat, datar."     

"Bener Jems, lagian lu kan udah kaya. Punya segalanya, ngapain lu repot- repot belajar? Buang-buang waktu."     

Wajah bingung Jamal menatap satu persatu anggota ganknya yang sedang mendoktrin dirinya, dengan tocix-tocix negative. Hal itu tentu saja membuat hati Jamal yang sedang lemah, jadi mudah terpengaruh untuk ikut bersama mereka. Toh Rio nggak akan tahu kalau ia membolos. Pikir Jamal.     

"Ke mana?" Tanya Jamal kemudian.     

"Ke mana aja, yang penting jauh-jauh di sekolah. Gabut gue!" sahut Andika. "Main bilyar kek, malamnya kita dugem!"     

"Cocok tuh dugem," imbuh salah satu dari anggota ganknya. "Udah lama gue nggak peluk-peluk cewek."     

Dugem? Pulang malam? Jamal kembali terdiam sambil mempertimbangkan ide dari teman-temannya. Kalau sampai pulang malam, itu artinya ia harus siap mendengar kata-kata pedas dari mulut Rio lantaran sudah melanggar janjinya yang tidak akan lagi nongkrong bersama teman-teman, dan akan selalau menemani Rio.     

Tidak, Jamal tidak akan ingkar dengan janjinya.     

"Gue ikut bolos, tapi gue nggak bisa kalau pulang malem. Anak-anak sekolah pulang, gue juga harus pulang!" Putus Jamal. Ia masih belum siap mendengar kalimat pedas dari Rio. Selain itu ia tidak akan tega meninggalkan Rio sendirian malam-malam dengan kondisi yang sedang hamil tua.     

"Yah Jems, nggak asik lu." Ucap Andika kecewa.     

"Kita mana bisa happy kalau dugem ada nggak elu!"Imbuh yang lainnya.     

"Iya gue nggak bisa kalo ikut dugem! Sore gue pulang!" Tegas Jamal.     

Kalau Jamal sudah berbicara dengan suara keras, teman-temannya tidak ada yang berani membantah lagi. Mereka harus mengikuti apa yang sudah menjadi kemauan Jamal.     

"Yaudah deh, nggak apa-apa lu nggak ikut dugem. Yang penting lu ikut bolos." Ucap Andika. Nada suaranya terdengar pasrah.     

Akhirnya meski dengan perasaan tidak nyaman, lantaran sudah membohongi Rio, Jamal mengikuti ajakan teman-temannya untuk membolos dari sekolah.     

Jamal dan rombongannya berjalan menuju parkiran guna mengambil kendaraannya masing-masing.     

"Jems... tunggu!"     

Jamal mengurungkan niatnya yang akan memakai helm full facenya, saat mendengar seseorang memanggil namanya. Meletakan helm tersebut di atas paha, Jamal menoleh kepada Irawan dan Heru yang sudah berdiri di dekat motornya.     

Begitu juga dengan teman-teman Jamal, mereka harus mengurungkan niatnya yang akan menghidupkan motor, untuk sekedar menunggu Jamal. Tatapan mereka serampak menatap Haru dan juga Irawan.     

"Ada apa?" Sinis Jamal menatap Heru dan Irawan.     

"S-sory Jems, gue mau ngomong sma elu," ucap Heru dengan nada bicara yang terdengar gugup.     

"Perasaan gue nggak pernah ada urusan sama lu, kenapa tiba-tiba lu pingin ngomong, ama gue?" ketus Jamal. Sorot matanya penuh intimidasi menatap Heru.     

"Iya Jems, ada yang pingin kita tanyaain." Kali ini Irawan yang mengambil alih pembicaraan. Lantaran sudah pernah berteman dan menjadi anggota gank Jamal sewaktu SMP, Irawan terlihat lebih tenang. "Sory, Jems kita cuma mau minta informasi tentang Rio, bentar aja."     

"Ada apalagi sih sama tu anak? Gue udah pernah bilang jangan sebut nama dia depan gue! Kenapa kalian malah tanya soal dia ke gue?!"     

"Sory Jems," sahut Heru. "Tapi terakhir gue liat dia ama elu. Bahkan lu yang nganter dia ke rumah sakit, sama rumah sodaranya. Gue yakin lu tau dia. Plis kasih tau kita dimana_"     

Heru mengantungkan kalimatnya, karena tiba-tiba saja Jamal meraih kera seragamnya, menariknya kuat hingga jarak wajah antara Heru dan Jamal menjadi sangat dekat.     

"Denger," Ucap Jamal dengan suara yang sedikit berbisik. Ia juga harus memasang wajah sangar untuk sekedar menggertak Heru. "Gue kasih tau, jangan pernah lu cari dia lagi. Apalagi kalau lu sampai tanya-tanya dia depan gue! Lu masih pingin napas kan?"     

Setelah menyampaikan itu, Jamal memukul pelan wajah Heru sebanyak dua kali. Kemudian ia mengurai cengkeraman nya pada kera seragam Heru, sambil mendorongnya secara kasar --membuat yang di dorong terhuyung mundur beberapa langkah.     

Sambil menatap marah kepada Heru, Jamal memakai kembali helm full face nya. Setelah menghidupkan mesin motornya, Jamal meraung-raungkan suara knalpot secara kasar, sebelum akhirnya melesat dengan kecepatan tinggi.     

Hal serupa pun dilakukan oleh Andika dan yang lainnya-- meraung- raungkan suara motor, sambil tertawa mengejek kepada Heru dan Irawan, sebelum akhirnya mereka melesat dengan kecepatan tinggi mengejar Jamal yang sudah lebih dulu meninggalkan mereka.     

Heru dan Irawan hanya bisa diam dan mematung, sambil menghelanapas panjang.     

~☆~     

 Tiiiiin...!!!     

Jamal terpaksa harus mengerem motornya secara mendadak, sambil membunyikan klakson dengan sangat keras saat perjalanannya di hadang oleh sebuah mobil yang tiba-tiba saja berhenti tepat di depan motornya.     

Tidak hanya Jamal, beberapa teman yang lain pun ikut berhenti di belakang motor Jamal.     

"Astaga! Siapa lagi sih?" Jamal mengumpat sambil membuka helm full face yang menutupi wajahnya.     

Jamal membuang napas kasar, "Dia lagi?" Ucapnya saat melihat Kiki baru saja turun dari mobil yang menghadangnya, sedang berjalan tergesa mendekati dirinya.     

"Jems... sory," ucap Kiki saat ia sudah berdiri di dekat Jamal. Wajahnya terlihat gugup dan sangat panik. "Kita perlu bicara, sekarang."     

"Mau apa lagi?! Perasaan lu hoby amat ganggu hidup gue! Hah...!!" Murka Jamal, sambil menatap marah ke arah Kiki. "Sory... gue nggak ada urusan sama lu, dan nggak ada waktu buat ngomong sama lu!"     

"Jems plis ini darurat, lu harus dengerin gue," ucap Kiki dengan raut wajah yang terlihat memohon.     

Kiki mengedarkan pandangannya kepada teman-teman Jamal yang sedang menatapnya heran. Merasa tidak nyaman berbicara di hadapan mereka, Kiki mencoba meraih pergelangan Jamal, lalu menariknya seraya berkata, "gue nggak mungkin ngomong di sini! Plis ikut gu_"     

Dengan kasar Jamal mengibaskan tangan Kiki yang sedang mencekal pergelagannya, hingga membuat gadis itu tersentak kaget dan menggantungkan kalimatnya.     

"Lu punya kuping kan?" Jamal menunjuk wajah Kiki menggunakan telunjuknya. Sorot matanya menatap tajam ke arah Kiki, dan wajah nya semakin terlihat menegang. "Lu nggak denger barusan gue ngomong apa?! Gue nggak ada urusan, dan nggak punya waktu buat ngobrol sama elu! Ngerti?!"     

Jamal memakai kembali helm, setelahnya ia menghidupkan mesin motornya.     

"Minggirin mobil lu, atau gue tabrak!" Jamal meraung-raungkan knalpot motornya, berharap gadis itu takut dan menuruti perintahnya. "Minggirin mobil lu budeg!!!"     

"Tapi Jems! Rio dalam bahaya!"     

Deg!!     

Jantung Jamal hampir lepas dari tempatnya saat mendengar pernyataan Kiki barusan. Bola matanya semakin melebar, menatap tajam ke arah gadis itu.     

Terlihat Andika dan teman-temannya semakin heran saat mereka juga mendengarkan apa yang di sampaikan oleh Kiki barusan.     

Yah, Kiki tidak punya pilihan lain. Ia terpaksa menyebut nama Rio supaya Jamal mau mendengarkan kata-katanya.     

"Maksud lu..." ucap Jamal setelah ia mematikan kembali mesin motornya. Nada bicaranya juga sudah terdengar pelan.     

"Plis dengerin gue," bujuk Kiki. Ia berusaha meraih kembali pergelangan Jamal, lalu menariknya supaya Jamal mau mengikuti dirinya.     

Jamal terdiam. Dengan wajah gugup ia menatap satu persatu teman- temannya dengan wajah yang masih terheran-heran, menatap dirinya. Entah apa yang mereka pikirkan, Jamal sudah tidak peduli. Kata-kata Kiki membuat ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.     

"Plis, gue nggak mungkin ngomong di sini..."     

Akhirnya, bujukan dari Kiki berhasil melunakkan hati Jamal. Tanpa berpikir panjang cowok itu turun dari motornya, lalu mengikuti tarikan tangan Kiki yang membawanya, menjauh dari teman-teman.     

Jamal mengibaskan pergelangannya, hingga membuat cekalan Kiki terlepas. Tempat ia dan Kiki berdiri saat ini sudah cukup jauh dari teman- temannya. Jamal yakin, anggota ganknya tidak akan ada yang bisa mendengar obrolannya dengan Kiki.     

"Buruan kasih tau gue, apa maksudnya Rio dalam bahaya?" Ketus Jamal.     

Kiki terdiam ia juga bingung ingin memulai obrolannya dari mana.     

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Kiki hembuskan secara perlahan. Sebelum bicara Kiki melihat ke arah anggota gank Jamal memastikan kalau jarak mereka sudah cukup aman.     

"Buruan bangsat!" Murka Jamal, lantaran Kiki masih belum mengatakan maksudnya.     

"I-iya, sory Jems," gugup Kiki. "gue cuma takut mereka dengar."     

"Mereka nggak akan denger!" Tegas Jamal sudah tidak sabar.     

"G-gue udah tahu, Rio bisa hamil."     

Deg!!     

Pernyataan Kiki tentu saja membuat Jamal merasa sangat terkejut, hingga ia harus menelan ludah susah payah, sambil melebarkan bola matanya.     

Dari mana Kiki tahu?     

"Dan gue juga tau, Rio hamil anak lu."     

Deg!!     

Untuk kedua kalinya kata-kata Kiki, sukses membuat jantung Jamal benar-benar akan loncat dari tempatnya. Kali ini Jamal lebih dari sekedar terkejut. Wajahnya juga terlihat salah tingkah, lantaran rahasia terbesarnya, ternyata sudah diketahui oleh orang lain.     

"Sekarang Rio dalam bahaya." Imbuh Kiki dengan wajah yang terlihat panik.     

Jamal menatap selidik ke arah Kiki. "Maksud lo...?"     

Kiki menghela napas panjang sebelum akhirnya ia menjelaskan kepada Jamal tentang apa yang akan terjadi kepada Rio.     

Bola mata Jamal melebar, rahang tegasnya mengeras, aura murka tergambar jelas di wajahnya, saat mendengarkan Kiki menceritakan semua kronologi bagaimana ia bisa sampai tahu tentang Rio yang tengah hamil. Ia terlihat semakin panik saat Kiki memberitahu apa yang akan dilakukan oleh Tegar dan teman-temannya kepada Rio.     

"Gue emang benci ama lu Jems, tapi gue nggak rela kalau harus Rio yang nanggung akibat dari perbuatan elu!" Kiki menghela napas sebelum akhirnya melanjutkan. "Tadi pas Tegar anter gue sekolah, gue denger dia di telfon sama teman-temannya kalau hari ini mereka bakal nyakitin Rio..."     

Deg!     

"Bangsat!" Jamal mengumpat. Tanpa berpikir panjang cowok itu berlari brutal menuju ke arah motornya seraya berteriak, "Anjeeeeeeng!"     

"Jems kenapa?" Tanya Andika yang sedang berdiri di dekat motornya.     

"Minggir...!!" Bukannya menjawab pertanyaan, Jamal malah menarik bahu Andika menyingkirkannya dari motor hingga membuat Andika terhuyung dan berakhir jatuh tersungkur.     

"Ada apa Jems?" tegur teman yang lainnya. "Jadi bolos kan?"     

"Lu kenapa Jems?"     

Mengabaikan teman-temannya, Jamal naik ke atas motornya. Setelah memakai helm full face nya, Jamal menghidupkan mesin motor, lalu melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan anggota ganknya sedang menatapnya heran.     

Terlihat Kiki menghela napas lega. Akhirnya ia bisa memberitahu Jamal tentang apa yang akan dilakukan Tegar dan ganknya, kepada Rio.     

Kiki terpaksa melakukan itu lantaran ia sudah cukup lelah atas perlakukan Tegar yang semena-mena terhadap dirinya. Tegar memanfaatkan hutang ayahnya, untuk memperlakukan Kiki semaunya saja.     

Selain itu Kiki tahu siapa Rio. Meski tidak terlalu akrab, tapi gadis itu tahu persis tentang Rio; anak baik dan berprestasi, yang tidak pernah terlibat masalah. Kiki tidak akan setega itu membiarkan Rio menanggung akibat, atas perbuatan Jamal selama ini.     

Seperti orang kesetanan, Jamal menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi, 95km perjam. Hal itu membuat orang-orang di jalan kota, menatap marah remaja berseragam putih abu-abu itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.