Cowok Hamil

Belum berdamai



Belum berdamai

0Rio menghentikan aktifitasnya yang sedang menyantap mie ayam, saat ia melihat seorang remaja tiba-tiba duduk di atas meja tepat di hadapannya. Menyusul kemudian beberapa remaja lain duduk di kursi yang masih kosong.     

Mengambil segelas Es jeruk, kemudian Rio mensruputnya menggunakan sedotan. Setelah meletakan segelas es jeruk di tempat semula, Rio mendongakan kepala, melihat Jamal yang baru saja duduk diatas meja sambil melipat kedu tangannya di perut.     

Sorot mata Jamal, menatap sinis ke arah Rio.     

Entahlah, meski tanggal pernikahan antara Jamal dan Rio tinggal menghitung hari, tapi keduanya sangat sulit untuk diajak berdamai.     

"Kenapa?" sinis Rio kepada Jamal.     

"Lu tanya kenapa?" serga Andika. "Lu nggak sadar? lu duduk di tempat duduknya Jamal__"     

Plak...!     

Jamal memberikan pukulan di tengkuk Andika. Membuat Andika meringis mengaduh kesakitan.     

"Kok gue dipukul?" heran Andika sambil mengusap tengkuknya, bekas dipukul sama Jamal barusan.     

"Lu panggil gue apa tadi?" ucap Jamal dengan gayanya yang songong seperti biasa.     

"S-sory Jems... gue keceplosan." Andika tersenyum nyengir, kemudian ia kembali menatap ke arah Rio.     

Pun sebaliknya dengan Jamal. Ia juga kembali mengalihkan perhatiannya ke arah Rio.     

"Eh, elu!" Ketus Jamal sambil menunjuk wajah Rio menggunakan telunjuknya. "Elu nggak capek apa cari perhatian sama gue? lu demen banget ya bikin gara-gara sama gue!" Ucap Jamal sinis.     

"Emang kenapa?" Rio tidak kalah sisnisnya dari Jamal. "Ini kursi sama meja properti sekolah, jadi siapa aja boleh duduk di sini." tegas Rio.     

"Wah benar-benar lu Ri, nggak ada takut-takutnya sama Jems..." ucap salah seorang anak buah Jamal.     

"Kalian denger ya," kata Rio sambil menatap teman-teman Jamal secara bergantian. "Gue nggak pernah takut sama siapapun selagi gue bener. Apalagi sama dia," mengunakan telunjuknya Rio menunjuk tepat ke wajah Jamal. "Gue nggak takut!!" Ucapnya tegas.     

Rio sudah menguras habis kesabaran yang dimiliki oleh Jamal sampai tidak ada lagi yang tersisa. Apalagi saat mengatakan itu, ada teman-teman atau anak buah Jamal di dekatnya. Membuat Jamal merasa seperti disepelekan sama Rio.     

Jamal turun dari meja yang ia duduki, kemudian telapak tangannya meraih kerah seragam Rio, menariknya kuat hingga membuat Rio harus berdiri dari duduknya.     

Hal itu membuat banyak pasang mata langsung tertuju ke arah mereka.     

Hening.     

Tatapan mata Jamal lurus menatap mata Rio yang jaraknya kini sudah sangat dekat. Begitu juga dengan dengan Rio, ia sama sekali tidak gentar berhadapan dengan sosok Jamal.     

"Lepasin gue!" Ketus Rio.     

Jangan panggil Jamal 'Jems' kalau ia mau melepaskan cekalannya di leher Rio. Yang ada kini, Jamal semakin memperkuat cengkeramannya, sambil menarik kerah baju Rio. Membuat jarak wajah keduanya menjadi semakin dekat.     

"Eh, Ri... lu minum susu?" celetuk anak buah Jamal ditengah suasana menegangkan yang sedang terjadi antara Jamal dan juga Rio.     

Hal itu juga membuat teman-teman Jamal reflek melihat segelas susu di atas meja.     

"Ha... ha... ha...!!"     

"Ha... ha... ha...!!"     

Gelak tawa dengan nada mengejek terdengar dari mulut teman-teman Jamal. Mereka baru menyadari, ternyata segelas susu di hadapan mereka.     

"Yaelah, biar apa lu Ri bawa bekel susu? udah kayak bayi aja." cibir Andika.     

"Biar nambah pinter?" Imbuh anak buah Jamal.     

"Iya, Biar beasiswanya enggak dicabut kali," ejek yang lainnya.     

Cibiran teman-teman Jamal, membuat tangan Rio reflek memegang perutnya sendiri.     

Sial!! Rio mengumpat dalam hati, merutuki dirinya sendiri lantaran lupa menghabiskan susunya terlebih dahulu.     

Begitupun dengan Jamal, ia tidak sengaja melihat tangan Rio yang sedang memegangi, sambil mengusap-usap perutnya. Hal itu membuat Jamal teringat akan kondisi Rio yang sedang mengandung, atau hamil anaknya.     

Susu? Apa itu buat orang yang lagi hamil? pikir Jamal. Tiba-tiba saja sekujur tubuh Jamal mendadak lemas. Ia juga kehilangan gairah untuk memberi pelajaran kepada Rio.     

Secara perlahan Jamal melepaskan cekalannya pada kerah baju milik Rio. Kedua telapak tangannya memegang pundak Rio, menekan nya kebawah hingga membuat Rio kembali terduduk di kursinya.     

"Kita duduk tempat lain aja," ketus Jamal. Kemudian ia berjalan ke arah meja terdekat seraya berkata, "buang-buang waktu buat ngladenin anak nggak penting kayak dia!"     

Sikap Jamal membuat Rio terbengong-bengong.     

Begitu juga dengan teman-teman Jamal. Mereka nampak heran dengan perubahan sikap Jamal yang sangat mendadak. Beberapa saat kemudian, teman-teman Jamal meninggalkan Rio, lalu berjalan ke arah Jamal yang sudah duduk di meja terdekat, sambil berdecak sebal.     

~☆~     

Tidak lama setelah Jamal dan teman-temannya berpindah di meja terdekat. Heru bersama teman-temannya datang menghampiri Rio. Seperti biasa, Samsul selalu hadir ditengah-tengah mereka. Begitu juga dengan Indah, gadis yang sedang menunggu pernyataan cinta dari Rio, ia semakin gencar melakukan pendekatan setelah Rio memakan nasi uduk sisahannya.     

Awalnya mereka merasa ragu, bahkan menolak untuk duduk di meja kekuasaan Jamal. Tapi karena Rio memaksa dan tidak ada respon apapun dari Jamal, oleh sebab itu mereka bersedia duduk di meja tersebut.     

"Gue salut Ri, sama elu. Kok bisa sih lu nggak takut duduk di sini? udah gitu Jems nggak marah lagi." komentar Irawan. Ia melihat kalau Jamal tidak ada respon apapun saat ia dan yang lain duduk di meja kekuasan Jamal.     

"Ya iyaaa lah..." serga Samsul sambil mengalungkan pergelangannya di pundak Rio. "Dia kan bukan cuma pintar, tapi juga kuat. Iya kan Ri?" Samsul hendak menidurkan kepalanya di pundak Rio. Namun belum sempat kepalanya menyentuh pundak Rio, Indah sudah menarik nya hingga menjauh dari Rio.     

"Eh... eh, apa-apaan lu, jangan pegang-pegang calon cowok gue!"     

"Apaan sih lu, nenek lampir. Lu jangan kepedean, yakin banget Rio mau jadi cowok elu?" Samsul menarik ujung bibirnya, tersenyum sinis menanggapi Indah.     

"Iya dong, Rio kan cuma lagi nunggu waktu yang tepat aja buat nembak gue. Iya kan Ri?"     

Ria hanya mendesis, tertawa singkat untuk menanggapi Indah yang super percaya diri.     

"Idih ganjen!" Sinis Samsul. Kemudian ia reflek menoleh ke arah Jamal yang sedang bercanda sambil tertawa bersama anggota gang nya.     

"Eh... eh, kalian coba deh perhatiin Jems.." ucap Smasul yang membuat semua impluf respek ke arah Jamal. Kecuali Rio dan juga Heru.     

Rio sedang sibuk menghabiskan baksonya, sedangkan Heru asik menikmati wajah berkeringat Rio yang sedang mengunyah bakso.     

"Kenapa emangnya?" tanya Irawan heran.     

"Kalo gue perhatiin ya, sekarang Jamal kok agak beda gitu ya?" Jawab Samsul.     

"Yaa beda aja gitu, aura nya itu lho... dia kayak udah dewasa gitu. Trus jadi kayak kelihatan papa muda gitu." Samsul menggigit ujung bibir bawahnya, sambil menatap gemes ke arah Jamal.     

Sedangkan Rio langsung menghentikan aktivitas makannya. Wajahnya berubah murung setelah mendengar kata-kata Samsul barusan. "Papa muda?" ucap Rio di dalam hati, sambil memegangi perutnya yang masih rata.     

"Hai Jeeeemss.....!!" Samsul nekat berdiri dari duduknya, menggunakan tiga jarinya ia melambai-lambai ke arah Jamal yang sudah menoleh ke arahnya. "Kok lu beda sih Jems sekarang? makin kiyut aja. Aku kan Jadi gemes. Kapan nih lu mau ngajak gue jalan? Kemana gitu...?"     

Dari tempat duduknya, Jamal hanya mengkerutkan wajah, menatap sebal ke arah Samsul.     

"Bikin malu...!" cibir Indah sambil menarik lengan Samsul hingga membuatnya terduduk kembali.     

"Ih... lu sirik aja deh," ketus Samsul. "Gue kan lagi usaha... sapa tau Jems jadi belok, trus mau sama gue!"     

"Jangan berkhayal deh lu... uler keket!" Indah kembali mencibir.     

"Nggak papa kali berhkayal, syah syah aja... berkhayal itu kan gratis." ucap Rio yang membuat perhatian teman-temannya tertuju ke arahnya.     

Manik mata Rio menatap satu-persatu teman-temannya. Dari raut wajah mereka, yang penuh dengan tanya.     

"-iya kan? Berkhayal itu nggak dipungut biaya. Malah ni ya, menurut gue berkhayal itu adalah salah satu kegiatan yang paling nyenengin di dunia. Soalnya sesuatu yang sulit kita dapetin di dunia nyata, kita bisa dengan mudah dapet di dunia khayal. Udah gitu gratis lagi." jelas Rio yang membuat teman-temannya terheran-heran.     

"Bisa aja deh lu, Ri," celetuk Samsul. "Berarti, gue boleh dong berhkayal tidur bertiga bareng elu sama si Jems."     

"Makin gila?!" ucap Irwan sambil mendorong mundur kepala Samsul.     

"Apaan sih lu?" Protes Samsul kepada Irawan. "Lu mau ikutan biar bisa berempat?"     

"NAJISSS!!"     

Rio dan yang lainnya tergelak.     

"Eh, Ri? serius lu yang ngabisin ini semua?" heran Heru saat ia melihat tiga mangkuk dan dua gelas yang sudah kosong.     

Rio mengembangkan senyum, wajahnya terlihat tersipu, "iya..." laper banget gue," aku Rio.     

"Astaga, emang berapa hari nggak makan lu?" Canda Irawan. "Gila tumben-tumben nya lu."     

"Habis gue laper," jawab Rio. Kemudian ia berdiri dari duduknya seraya berkata, "eh gue pamit ke kelas ya, belum bayar juga gue."     

Rio merogoh kantong celana bagian belakang, guna mengambil dompet ia ia selipkan di sana.     

Deg!!     

"Aduh..." ucap Rio saat ia tidak menemukan dompetnya di kantung celana abu-abunya. "Dompet gue mana?" Rio terdiam sambil mencari-cari dompetnya di kantung bagian bagian depan. Namun sayang, hasilnya nihil, Rio sama sekali tidak menemukan dompetnya.     

"Kenapa, Ri?" tanya Heru yang sejak tadi memperhatikan gelagat Rio.     

"Dompet gue nggak ada, kayaknya ketinggalan di rumah deh..." jawab Rio sambil terus berusaha merogoh semua kantung di celana seragamnya. Memastikan kembali apa dompet itu benar-benar tidak ada. "Ah, iya bener ketinggalan. Gue inget dompet gue masih di celana gue yang kotor. Gue lupa soalnya tadi gue berangkat sama ibuk...."     

"Kok bisa sih, Ri? tumben lu teledor." Heran Irawan.     

"Iya ni, gue belum bayar lagi... gimana dong?" ucap Rio. Wajahnya terlihat sangat bingung.     

"Yaudah pake duit gue aja," tawar Heru. Kemudian ia berdiri dari duduknya sambil mengambil dompet di kantung celana bagian belakang.     

"Aduh sory Ru, jadi nggak enak gue. Besok gue ganti!"     

"Nggak apa-apa." Ucap Heru memberikan uang pecahan seratus ribu rupiah sebanyak lima lembar. "Nih... udah nggak usah di ganti. Anggep gue nraktir elu."     

Kening Rio berkerut, menatap heran pada uang sebesar lima ratus ribu yang masih dipegang sama Heru.     

"Kebanyakan Ru, cepek aja, gue pinjem..."     

"Udah nggak usah pinjem, ini ambil." Ucap Heru sambil terus menyodorkan uang yang belum diterima sama Rio.     

Semenatara Samsul dan yang lainnya hanya menatap heran dengan sikap Heru yang terlalu berlebihan.     

"-katanya tadi lu diantar sama nyokap. Jadi sisah nya bisa buat ongkos naik taxi." Bujuk Heru.     

"Gue nggak pernah naik taxi, udah gue minjem cepek aja besok__"     

"Miskin...!" Seorang remaja dari arah belakang mengehnetikan kalimat Rio. "Bikin malu!" Maki Jamal. Kemudian ia berjalan melewati Rio sambil mendorong lengan Rio menggunakan lengannya.     

Sementara Rio hanya diam, sambil menatap punggung Jamal yang sudah keluar kantin.     

"Udah jangan di dengerin." ucap Heru mencoba menenangkan Rio. Tangannya meraih telapak tangan Rio, lalu meletakan uang lima ratus ribu di genggaman tangan Rio. "Udah ambil aja..."     

Rio tersenyum simpul, setelah beberapa saat berpikir, kemudian Rio hanya mengambil dua lembar uang pecahan seratus ribu saja. Sedangkan sisahnya ia masukkan kedalam kantung baju seragam milik Heru.     

"Gue minjem dua ratus aja besok gue balikin. Thx ya..."     

Setelah menyampaikan itu, Rio berjalan ke arah kasir guna membayar makanan yang sudah habis dimakan olehnya.     

~☆~     

Setelah membayar makanan di kasir, Rio berjalan menuju ke arah toilet. Tiba-tiba saja ia punya hasrat ingin membuang air kecil.     

Rio berjalan santai melewati koridor sekolah sambil bersenandung kecil. Saat melewati lorong yang sepi, langkah Rio terhenti saat tiba-tiba saja, ada seroang yang menggenggam pergelangannya, lalu menyertnya paksa.     

"Lepasin gue!" ucap Rio sambil berusaha melepaskan diri dari cekalan orang tersebut. Namun tenaga orang itu jauh lebih kuat, sehingga Rio merasa sulit untuk melepaskan diri.     

Hingga akhirnya Rio berhasil diseret paksa hingga sampai di pojok sekolah, tempat yang sangat sepi dan tidak ada siapapun di sana.     

"Ngapain lu bawa gue kesini?" Ketus Rio setelah tubuhnya dipepetkan pada tembok. "Minggir Jamal, gue mau lewat!"     

"Nggak!" ucap Jamal sambil menatap tajam ke arah Rio.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.