Cowok Hamil

Hari pernikahan



Hari pernikahan

0Baju pengantin yang disiapkan sama ibu Marta, benar-benar sangat sempurna. Tidak hanya Rio yang terlihat tampan mengenakan baju pengantin berwarna cream itu. Jamal-pun demikian, ia semakin menawan, gagah, dan terlihat dewasa dengan baju pengantin yang pas melekat di tubuh kekarnya.     

Selain gagah, di hari pernikahannya ini, wajah Jamal juga nampak terlihat berseri-seri. Namun sayang, tidak ada sedikitpun senyum yang terulas di bibirnya. Padahal berulang kali ibu Marta menarik kedua ujung bibir Jamal__memaksanya supaya bisa melengkug atau tersenyum. Tapi sayang, rasanya sulit sekali bibir Jamal mengulas senyum.     

Dipaksa juga percuma, senyum Jamal malah terlihat kecut. Yang ada, semakin dipaksa untuk senyum, Jamal malah semakin angkuh.     

Di ruang tamu ibu Marta yang terlihat begitu luas, dengan lantai yang sudah beralaskan permadani berwarna merah. Kemudian dekorasi bunga-bunga lili di setiap sudut ruangan, menambah keindahan pada ruang tamu ibu Marta. Kemudian ditengah-tengah ruang tamu, ada Jamal sedang duduk bersila__mengenakan baju pengantin, di hadapannya ada dua orang petugas dari KUA yang akan meresmikan pernikahannya dengan Rio.     

Terlihat sebuah meja kecil berada di hadapan Jamal, yang mana meja tersebut sudah di desain dengan begitu secantik. Lalu di atas meja itu terdapat sebuah kotak kecil berwarna merah berisi dua cincin__yang sudah disiapkan sama ibu Marta, untuk dijadikan sebagai maskawin pernikahan Jamal dengan Rio.     

Walaupun yang menghadiri pernikahan itu tidak lebih sari dua puluh orang. Itupun sudah termasuk dari dua keluarga pengantin, dan dua orang petugas KAU. Tapi ibu Marta mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat baik, dan hasilnya terlihat sangat memuaskan.     

Namun sayang, pengorbanan ibu Marta tidak berarti apa-apa bagi Jamal. Karena di hari pernikahannya, Jamal malah terlihat sangat cuek, bahkan ia tidak menanggapi ucapan selamat dari beberapa sodara__yang dapat dipercaya, untuk menghadiri atau menjadi saksi pernikahannya dengan Rio.     

Jamal juga tidak perduli sama ibunya yang terlihat sedang gelisah.     

Yah. Ibu Marta saat ini memang sedang gelisah. Bagaimana tidak gelisah? acara pernikahan harusnya sudah hampir dimulai, namun rombongan pengantin pria yang satunya belum juga sampai di rumah mereka.     

Apa Rio menggagalkan pernikahan mereka? Atau mungkin perjalanannya macet? Atau terjadi sesuatu di jalan?     

Entahlah, kemungkinan-kemungkinan buruk tiba-tiba saja hinggap di pikiran ibu Marta. Membuat Ibu Marta semakin gelisah, hingga ia tidak bisa duduk dengan tenang.     

"Aduh, mana sih? kok belum pada sampe?" Keluh ibu Marta sambil mendongak ke arah pintu utama. Memastikan apakah Rio dan keluarganya sudah tiba atau belum.     

"Sabar mah..." tegur pak Tama yang sejak tadi memperhatikan gelagat istrinya. "Mungkin mereka kena macet."     

"Jangan-jangan sopir kita nyasar kali ya pah?" Ibu Marta melihat arloji yang melingkari pergelangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00. Mereka terlamat dan ibu Marta semakin tidak tenang.     

"Mama kasih alamatnya bener nggak sama sopir kita?" tanya pak Tama.     

"Ya bener dong pah!"     

Mengingat Rio berasal dari keluarga yang sederhana__sudah pasti tidak memiliki mobil, oleh sebab itu Ibu Marta dan bapak Tama menyiapkan mobil sekaligus sopir khusus untuk menjemput keluarga Rio.     

"Mana ni tante? calonya Jems. Kok pada belum sampai sih?" tanya Letta sala satu sepupu Jamal yang sengaja datang dari luar negeri untuk menjadi saksi pernikahan tersebut.     

Letta, gadis moderen yang berpikiran terbuka, selain itu di luar negeri ia sering mendengar atau bahkan melihat perkawinan sesama jenis. Oleh sebab itu ia tidak terlalu ambil pusing dengan pernikahan sepupunya. Karena itu juga, Letta sengaja disuruh pulang ke Indonesia untuk dijadikan sebagai saksi.     

"-nggak sabar pingin liat suaminya Jems," lanjut Letta. Ia berbicara dengan logat orang bule. Letta sudah lama tinggal di Luar Negeri. Makanya ia sedikit kesulitan saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia.     

"Eh, Letta!" Panggil Jamal dengan nada suara yang terdengar ketus "Gue yang suaminya, bukan dia!"     

Rupanya Jamal mendengarkan pembicaraan antara ibunya dengan Letta. Oleh sebab itu ia memprotes dengan tegas saat Letta mengatakan kalau Rio yang menjadi suaminya.     

"Whatever... Jems." Letta memutar bola matanya malas. "Katanya tidak suka dengan pernikahannya... tapi ngaku juga jadi suaminya." Lanjut Letta di dalam hatinya.     

"Nyonya...!"     

Suara seorang assisten rumah tangga mengalihkan perhatian semua yang ada di ruang keluarga. Seluruh pasang mata__termasuk Jamal ia memutar tubuhnya, menatap heran ke arah seorang pembantu yang sedang jalan tergopoh-gopoh mendekati ibu Marta.     

"Ada apa, bi?" tanya ibu Marta saat pembantunya sudah duduk bersimpuh di hadapannya.     

"Anu nyonya... keluarga pengantin satunya sudah sampe di depan."     

Akhirnya, kabar dari pembantunya membuat ibu Marta membuang napas lega. "Huuuft... mereka dateng juga akhirnya."     

Ibu Marta berdiri dari duduknya, kemudian ia menoleh ke arah petugas KUA seraya berkata, "pak itu mereka udah dateng, biar kami sambut dulu..."     

"Silahkan bu..."     

Beberapa saat kemudian ibu Marta berjalan ke arah pintu utama, di susul pak Tama dan juga Letta yang ingin menyambut kedatangan Rio dan keluarganya.     

Semantara Jamal masih pada posisinya, duduk bersila sambil memutar tubuh. Pandangannya lurus ke arah pintu masuk. Kalau boleh jujur, hatinya sudah berdebar tidak karuan sejak ia mendengar bahwa Rio dan keluarganya sudah tiba.     

Apa benar hari ini ia akan menikah?     

Sulit dipercaya. Yang semakin membuat ia tidak percaya calon pasangannya juga seorang laki-laki, dan sedang mengandung anaknya.     

Astaga! Jamal berharap ini hanya mimpi. Jamal juga memohon di dalam hatinya; ia sangat mengharapkan tolong, siapa saja bangunkan dirinya, supaya ia bisa terbangun dari mimpi buruk.     

"Akhirnya... kalian sampe juga!" Ucap ibu Marta setelah ia sudah berdiri di hadapan Rio. Ada ibu Hartati dan dokter Mirna, berdiri di sayap kanan dan kiri Rio.     

Keysa dan Afkar berdiri di belakang bersama ketua RT dan beberapa sodara yang sempat pingsan mendengar berita kehamilan Rio. Tapi syukurlah, sodara ibu Hartati bukan orang ember. Mereka dijamin bisa menyembunyikan pernikahan dan kehamilan Rio.     

"-emang kenapa jenk, kenapa bisa telat?" Lanjut ibu Marta.     

"Maaf bu Marta," ucap ibu Hartati__ia belum terbiasa memanggil dengan sebutan jenk. Ibu Hartati mendekatkan wajahnya di telinga ibu Marta. Menggunakan telapak tangannya ibu Hartati menutupi mulutnya yang sedang membisikan sesuatu. "Tadi ditengah jalan Rio liat tukang rujak... terus dia nyuruh kita berhenti, katanya pingin banget."     

Ibu Marta langsung tergelak saat mendengar keterangan dari calon besannya__membuat ia menjadi pusat perhatian banyak orang. "Ah nggak apa-apa kalo gitu. Harus maklum namanya juga ngidam." ujar ibu Marta setelah ia berhasil menghentikan gelak tawanya. "Aku dulu sampe enam bulan lho... ngidamnya."     

Sementara Rio hanya diam, wajahnya nampak datar, dan hatinya merasa sangat gelisah. Setelah sampai di rumah Jamal, Rio nampak terlihat tidak semangat. Tanpa sengaja, bola matanya lurus menatap Jamal yang juga sedang menatap dirinya. Masing-masing saling memperhatikan penampilan calon pasangannya yang memakai pakaian yang sama.     

Jamal memalingkan wajahnya__angkuh, saat ia tersadar kalau ia dan Rio saling bersitatap selama beberapa detik.     

Begitupun dengan Rio, ia langsung memalingkan perhatiannya kepada ibu Marta yang tengah bercengkerama.     

"Wah, kebayanya pas banget jenk. Cocok sama kamu."     

Rona wajah ibu Hartati bersemu mereh saat mendengar pujian dari calon besannya.     

Beberapa saat kemudian, ibu Marta mulai fokus menatap Rio yang masih memasang wajah murung. "Adu-aduh, ganteng banget mantu mama." Puji ibu Marta sambil membingkai wajah Rio mengunakan kedua telapak tangannya. "Senyum dong sayang. Ini kan, hari pernikahan kamu."     

Lantaran belum ikhlas dengan pernikahan itu, Rio juga sama seperti Jamal. Sangat sulit disuruh tersenyum. Tapi untuk melegakan hati calon mertuanya, ia memaksakan bibirnya untuk tersenyum, walaupun sangat tipis.     

"Nah gitu dong..." ibu Marta mengusap penuh kasih lengan Rio. "Yuk, kita udah telat. Acaranya harus segera dimulai." Ibu Marta menoleh pada Letta yang masih berdiri di sampingnya. "Letta, tolong bimbing Rio."     

"Iya tante."     

Letta tersenyum simpul, sambil berjalan mendekati Rio, berdiri di samping kanan lalu memeluk lengannya.     

"Keysa, kamu sebelah sini," perintah ibu Hartati, supaya ikut membinging Letta membawa Rio ke tempat dimana Rio akan meresmikan pernikahannya.     

"Iya bu." Keysa berjalan ke arah samping kiri Rio, lalu memeluk lengan kakaknya.     

Beberapa saat kemudian, Letta dan Keysa mulai berjalan, membimbing Rio menuju ka arah Jamal dan dua orang petugas KUA.     

Ibu Marta dan ibu Hartati saling bergandengan mengikuti dari belakang. Begitupun dengan dokter Mirna, mereka mulai ikut berjalan lalu mencari tempat duduk masing-masing mengelilingi tempat dimana Rio dan Jamal akan resmi menjadi sepasang pengantin.     

Pada langkah kaki pertamanya, Rio langsung merasakan lemas pada tubuhnya. Rasanya ia benar-benar ingin berbalik badan, lalu pergi membatalkan acara yang menurutnya konyol. Apalagi ia merasa semua pasang mata seperti sedang menatap aneh ke arah perutnya. Rasanya Rio tidak sanggup ingin kabur sekarang juga. Tapi anehnya ia seperti tidak mampu melakukan itu. Seperti ada sebuah dorongan yang memaksanya untuk tetap melangkah maju.     

Saat sedang berjalan sorot mata Rio lurus menatap Jamal, yang sedang merundukkan kepala. Hingga akhrinya meski dengan hati ragu, perlahan tapi pasti Rio yang di bimbing oleh Keysa dan Letta sampai juga di dekat Jamal, dan dua orang petugas dari KUA.     

Secara perlahan Keysa dan Letta mendudukkan Rio, di dekat Jamal. Lalu setelah Rio duduk bersilah, Kesya dan Letta duduk belakang mereka.     

Manik mata Jamal sekilas melirik melirik ke arah Rio, yang juga reflek melirik ke arahnya. Kedua saling memalingkan wajah, saat sadar pandangan mereka selalu bertemu.     

"Baiklah, karena pengantin satunya sudah hadir di sini, untuk mempersingkat waktu, acara langsung saja kita mulai." ucap salah satu petugas KUA mengawali acara.     

Seluruh pasang mata langsung tertuju ke arah sepasang pengantin.     

Jantung Jamal dan Rio berdebar semakin kencang, saat petugas KUA mulai membuka acaranya. Keduanya semakin merundukkan kepala, tidak berani menampakkan wajahnya masing-masing.     

"-saya jelaskan lagi, bahwa tidak ada acara sakral atau keagamaan dalam pernikahan ini. Walpun pengantin satunya bisa hamil, tapi tetep saja jenis kelaminnya laki-laki. Jadi pernikahan kalian hanya syah secara tertulis," lanjut petugas KUA tersebut.     

"Untuk acara yang pertama saya akan membacakan tugas-tugas yang wajib dilakukan oleh sepasang keluarga." Beberapa saat kemudian petugas mulai membacakan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh Jamal dan juga Rio setelah resmi menjadi anggota keluarga.     

Rio dan Jamal hanya bisa menelan ludah susah payah, saat mendengarkan tugas-tugas mereka.     

"Jamal dan Rio. Apa kalian sanggup menjalankan tugasnya masing-masing?" tanya petugas KUA setelah selesai membacakan tugas mereka.     

Jamal dan Rio hanya diam, dan saling bersitatap. Mulut mereka terasa sangat berat untuk mengatakan 'sanggup'.     

"Gimana? Apa kalian sanggup?" petugas KUA kembali bertanya.     

Jamal dan Rio masih terbungkam.     

"Tolong dijawab apa kalian sanggup?" tanya petugas KUA kembali.     

"Jamaaal...! Jangan diem aja kamu ditanya?" seru ibu Marta yang gemes dengan sikap Jamal. "Kamu masih ingetkan, konsekwensinya?"     

"I-iya saya sanggup," gugup Jamal. Kata-kata ibunya kembali mengingatkan ia pada ancamannya waktu itu.     

Petugas KUA akhirnya bernapas lega setelah mendengar jawaban dari Jamal. Kemudian ia menoleh ke arah Rio seraya berkata, "gimana apa Rio sanggup?"     

Rio terdiam, ia menoleh ke arah ibunya, untuk meminta pertimbangan. Setelah melihat ibu Hartati mengangguk sambil tersenyum, Rio kembali menatap petugas KUA.     

"S-saya sanggup..." jawab Rio gugup.     

Dan kali ini tidak hanya petugas KUA yang bernapas dengan lega. Seluruh saksi dan anggota keluaraga pengantin juga tersenyum lega.     

"Baiklah, saki-saksi, apa sudah bisa dianggap syah?"     

"SYAAAAAAAH....!!"     

Seluruh saksi menjawab serempak penuh semangat.     

"Baiklah, mulai hari ini, saya umumkan Jamal dan Rio resmi menjadi sepasang keluarga!"     

Sekujur tubuh Jamal dan Rio mendadak merinding, saat mereka dinyatakan resmi sebagai sepasang keluarga.     

"Untuk menyempurnakan resminya kalian menjadi sepasang suami-suami, eh suami istri eh, suami.... em maksud saya sepasang keluarga silahkan masukkan cincin ini ke jari pasangan kalian."     

Jamal menelan ludah, menatap cincin di tangan petugas KUA tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.