Cowok Hamil

Tak sadar perhatian



Tak sadar perhatian

0Waktu telah menunjukan pukul 05.00. subuh, pasangan pengantin baru, Rio dan Jamal, masih tidur nyeyak dalam satu ranjang.     

"Eehm..." Rio menggeliat.     

Suasana subuh yang dingin, membuat remaja itu membutuhkan kehangatan. Oleh sebeb itu Rio mengeratkan pelukkannya pada tubuh Jamal, tanpa sadar sambil menidurkan kepalanya di atas dada yang masih telanjang.     

Pun sebaliknya dengan Jamal. Udara dingin tidak hanya dirasakan oleh Rio. Dalam keadaan tidak sadar, Jamal mengalungkan tengan kekarnya di tubuh Rio, memeluknya erat guna mencari kehangatan.     

Namun pelukkan erat Jamal ternyata membuat Rio terusik, hingga kemudian, terlihat kelopak mata Rio mulai mengerjap, berusaha membuka mata, tanda ia mulai terbangun dari tidurnya. Sedikit demi sedikit, akhirnya kedua bola mata Rio dapat terbuka dengan sempurna.     

Dalam keadaan masih nyaman tidur di dada bidang milik Jamal, Rio terdiam. Masih dengan kondisi setengah sadar, ia berusaha mengumpulkan nyawa sebelum akhirnya semua nyawa itu benar-benar terkumpul.     

Deg!     

Rio tersentak kaget, saat tersadar kalau ternyata ia sedang tidur di atas dada bidang milik Jamal. Ia mengerutkan kening melihat pergelangan cowok itu sedang memeluk tubuhnya erat.     

Tidak menunggu waktu lama, remaja Rio langsung menyingkirkan tangan Jamal, secara kasar dari tubuhnya, lalu menjauhkan dirinya dari tubuh cowok itu.     

Sementara Jamal hanya menggeliat, memutar tubuhnya, tidur meringkuk memunggungi Rio. Tidurnya masih terlihat sangat nyenyak dan pulas, lantaran hampir semalam suntuk remaja Jamal begadang.     

Yah, tadi malam Jamal memang begadang. Ia bingung bagaimana harus melampiaskan libidonya lantaran alat vital yang tiba-tiba mengeras saat telapak tangan Rio meremasnya, dalam keadaan tidak sadar.     

Melampiaskannya pada Rio?     

Tidak! Jamal tidak mau melakukannya lagi dengan laki-laki. Apalagi dengan Rio. Meski Rio sudah resmi ia nikahi, tapi rasa benci masih bersemayam di hatinya. Selain itu Jamal tidak mau lagi memasukkan kejantanannya pada lubang yang salah.     

Cukup satu kali, dan tidak akan pernah terulang kembali.     

Oleh sebab itu, untuk menuntaskan hasrat syahwat nya, Jamal terpaksa lari ke kamar mandi, menggunakan lima jarinya sebagai patner untuk melampiaskan hasrat biologisnya. Ia terlihat masih kelelahan karena melakukan senam lima jari sebanyak tiga kali.     

Awalnya sih Jamal sudah puas dengan melakukannya sekali. Tapi, tiap kali ia kembali tidur di samping Rio, entah kenapa miliknya kembali berdiri dan selalu ingin dilemaskan kembali. Karena itu ia terpakasa harus mondar-mandir ke kamar mandi sebanyak itu, hanya untuk melakukan senam lima jari. Hingga akhirnya ia kelelahan dan tertidur pulas.     

Membuang napas kasar, Rio menatap kesal ke arah Jamal. Kemudian ia beranjak dari tempat tidur, berjalan ke arah lemari untuk mengambil handuk.     

Rio berjalan ke arah kamar mandi, yang berada di dekat dapur, sambil menyampirkan handuk di sebelah pundaknya.     

Sudah menjadi kebiasaan Rio selalu bangun pagi keterus mandi. Ia juga sudah terbiasa mandiri. Setelah mandi Rio selalu membantu pekerjaan ibunya di dapur, sebelum ia berangkat ke sekolah.     

Menyapu, mencuci piring, dan menyetrika bajunya sendiri adalah pekerjaan rutin yang hampir setiap pagi dilakukan oleh remaja itu. Ia tidak mau merepotkan ibunya yang memang sudah sangat repot.     

Sesampainya di dapur Rio berdiri mematung sambil berkacak pinggang. Wajahnya terlihat kesal saat melihat kondisi dapur yang seperti kapal pecah, berantakkan.     

"Dasar, nggak bisa diandelin. Masak mie aja sampe berantakan gini." Omel Rio.     

Membuang napas kasar, Rio berjalan mendekati kitchen set. Remaja itu terpaksa menunda mandu, karena harus membereskan dapur terlebih dahulu.     

"Ketauan banget anak manja. Pasti nggak pernah bantu masak." Rio misu-misu ditengah ia sedang mencuci panci bekas Jamal memasak mie instant.     

Beberapa saat kemudian kitchen set sudah terlihat sangat rapih. Rio melanjutkan niat berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.     

Rio sudah selesai mandi. Saat ini ia sedang berdiri mematung di depan lemari sambil melihat seragam SMA nya yang tertumpuk menjadi satu dengan seragam milik Jamal. Ia baru ingat kalau seragam sekolahnya belum sempat disetrika karena ia baru saja menempati rumah baru.     

Setelah mengambil seragam sekolahnya, Rio terdiam. Ia melihat baju seragam milik Jamal yang sepertinya juga belum disetrika. Setelah beberapa saat berpikir dan menimbang, akhrinya Rio memutuskan untuk menyetrika baju seragam milik Jamal, meski dengan separuh hati.     

Membuang napas kasar, Rio mengambil baju seragam Jamal dan mulai menyetrika.     

Waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa jarum jam sudah menunjuk ke angka enam. Rio sudah terlihat sangat rapih memakai seragam SMA yang sudah ia setrika barusan.     

Rio mengerutkan kening, menatap kesal kepada Jamal yang masih meringkuk di atas ranjang. Ia berjalan mendekati tempat tidur sambil mendengkus sebal.     

"Woy bangun!" Ucap Rio setelah ia berdiri di samping ranjang. "Jamal bangun udah siang."     

Yang dibangunkan tidak bergerak sama sekali. Jamal masih meringkuk dan tertidur pulas.     

Lantaran tidak mendapat respon hanya dengan suara, Rio terpaksa menggunakan tangannya untuk membangunkan Jamal. "Jamal buruan bangun, sekolah!" Ucap Rio sambil menggerak-gerakan tubuh Jamal.     

Jamal hanya menggeliat, ia menarik selimut untuk menutupi tubuh nya kembali.     

"Dasar kebo! Buruan bangun ntar telat!" Dengan kasar Rio menarik selimut, lalu melemparkannya ke lantai. "Bangun, pemalas!"     

"Apaan sih? bawel banget deh lu. Kayak emak-emak," cibir Jamal dengan suara parau yang masih mengantuk.     

"Udah siang bego, sekolah!" ucap Rio mengingatkan.     

"Gue nggak mau sekolah..." jawab Jamal. Matanya masih terpejam.     

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Rio hembuskan secara perlahan. Ia harus menambah ekstra sabar untuk menghadapi manusia bebal seperti Jamal.     

"Nggak sekolah gimana? Kita udah empat hari nggak masuk. Pantes aja lu bego... pemalas!" Rio mencibir.     

"Gue males, gue sekolahnya nunggu seragam gue disetrika sama pembantu. Gue nggak biasa pake baju lecek..."     

Membuang napas kasar Rio memuatar tubuhnya, ia berjalan ke arah lemari. Beberapa saat kemudian ia sudah kembali lagi di sisi ranjang sambil membawa baju seragam milik Jamal.     

"Nggak ada alesan, udah gue setrika seragam elu!" Ucap Rio sambil melempar baju seragam ke wajah Jamal. "Mulai sekarang lu harus mandiri, mama nggak akan kirim pembantu buat kita. Kali ini gue setrikain baju elu. Besok-besok jangan harap!" Ucap Rio dengan tegas.     

Dengan rasa malas, Jamal membuka matanya. Ia mendudukkan dirinya di atas kasur sambil tertegun melihat seragamnya yang sudah licin.     

"Malah bengong, buruan!"     

"Iya ih... bawel amat sih. Sial amat hidup gue tinggal bareng ama elu."     

Setelah menyampaikan itu, dengan ogah-ogahan Jamal beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan ke arah kamar mandi.     

Semenatara Rio berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri.     

Selesai menyiapkan sarapan roti tawar untuk dirinya dan terpaksa juga ia buatkan untuk Jamal, Rio berjalan ke arah kamar untuk menyiapkan buku pelajaran.     

Sementara di dalam kamar, Jamal yang sudah selesai mandi hanya baru memakai celana dalam. Ia masih tertegun melihat seragamnya yang terlihat begitu licin.     

"Rapih amat sih... jago juga dia." Jamal bergumam memuji Rio.     

Grek...!     

Suara pintu yang dibuka sama Rio membuat Jamal tesentak hingga me jatuhkan baju seragamnya ke lantai.     

Setelah memutar tubuhnya, Jamal buru-buru menutupi alat vitalnya__yang baru terbungkus celana dalam, menggunakan kedua telapak tangan.     

"Ngagetin aja deh lu! Nggak bisa ketuk pintu dulu apa kalo mau masuk?!" Ketus Jamal sambil menatap kesal ke arah Rio. Kedua telapak tangannya masih nemplok di atas selangkangannya.     

Mengabaikan kata-kata Jamal, Rio berjalan ke arah meja belajar. Keningnya berkerut saat melihat Jamal masih menutupi selangkangan menggunakan menggunakan telapak tangan.     

"Ngapain lu?! Pake ditutup. Sama-sama cowok, lu kira gue doyan."     

"Gu-gue juga nggak napsu sama lu," gugup Jamal ragu-ragu.     

Jamal memang terlihat ragu-ragu saat mengatakan kalau ia tidak mempunyai napsu sama Rio. Bagaimana tidak ragu, ia masih ingat betul miliknya selalu berdiri tiap kali berdekatan dengan Rio.     

Kata-kata Jamal membuat Rio memutar bola matanya malas. "Lagian nggak perlu lu tutupin juga nggak masalah. Punya lu tuh kecil, nggak keliatan jendolan nya!"     

Setelah mencibir Jamal, Rio berjalan kembali menjuju dapur, sambil mencangkolkankan tas gendong di sebelah pundaknya. Wajahnya terlihat sangat cuek. Ia tidak memperdulikan Jamal yang sedang menatapnya sambil melebarkan mata.     

~☆~     

Selain teman-teman sekolah, yang paling di rindukan sama Rio pada saat ia tidak masuk sekolah adalah kantin. Selama jam pelajaran berlangsung Rio tidak berhenti membayangkan bakso super pedas yang sudah menjadi makanan favoritnya.     

Karena itu pada saat jam istirahat Rio langsung pergi ke kantin bersama teman-temannya.     

"Buk... bakso dua mangkuk ya," ucap Rio yang sudah berdiri di depan penjual bakso di kantin.     

"Lu kelaperan, Ri?" Tegur Irawan. Ia heran dengan nafsu makan Rio yang tidak seperti biasanya.     

"Iya nih, perasaan porsi makan lu banyakan ya," imbuh Heru. Ia masih ingat waktu Rio menghabiskan dua mangkuk bakso dan semangkuk mie ayam waktu itu.     

Rio tersenyum nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gue kangen sama bakso kesukaan gue." Jawab Rio seadanya. "Buk entar anterin ke sana ya!" Perintah Rio kepada penjual bakso sambil menunjuk ke arah meja yang akan ia duduki.     

"Punya gue juga ya bu," imbu Indah.     

"Gue juga," seru Irawan.     

Beberapa saat kemudian Rio berjalan menuju meja kantin, diikuti Heru dan yang lainnya mengekor di belakang. Manik mata Rio sekilas melirik ke arah suaminya__Jamal, yang ternyata sudah berkumpul di meja kekuasaannya bersama anggota gangnya.     

Sama seperti Rio, ternyata Jamal juga kangen sama suasana kantin dan ingin mebuat onar di sana.     

"Emang lu ngapain aja Jems? lama amat liburnya." Tanya Andika__kepada Jamal.     

"Oh.. gu-gue liburan keluar negeri," gugup Jamal, ia terlihat salah tingkah.     

"Enak amat hidup lu, bukan hari libur tapi lu bisa bebas liburan kapan aja," ujar salah satu anggota gang Jamal.     

"Hye ... Jems..."     

Suara lembut seorang gadis remaja, membuat Jamal dan yang lainnya menoleh ke arah pemilik suara tersebut.     

Jamal memutar bola matanya jengah, saat mengetahui gadis remaja tersebut adalah Kiki.     

"Ngapain lu...?" Ketus Jamal.     

"Gue mau minta maaf Jems, sorry waktu gue pernah reflek nampar elu," ucap Kiki sambil mengalungkan pergelangannya di pundak Jamal. Kemudian ia mendudukkan dirinya di kursi, merapat dengan Jamal.     

"Ngapain sih lu, nggak usah cari muka sama gue..." ketus Jamal sambil menggeser kursi yang sedang ia duduki, membentangkan jarak dengan Kiki.     

Kiki menghela napas, berusaha bersabar menghadapi Jamal demi bisa tercapai tujuannya untuk mendapatkan informasi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.