Cowok Hamil

Satu motor



Satu motor

0Meski waktu sudah sore tapi cuaca di kota masih terasa sangat terik. Padatnya jalan kota, dan hiruk pikuk kendaraan yang berlalu-lalang menambah polusi udara bertebaran di mana-mana. Membuat orang harus menetup mulut mereka saat sedang berada di pinggir jalan.     

Menggunakan punggung tangan, Rio menyeka peluh yang sudah mengalir dibagian pelipis nya. Wajahnya berkerut, remaja itu terlihat kelelahan, bercampur bosan, saat sedang menunggu taksi di halte bus dekat sekolahnya.     

Sejak mengalami hamil muda, tubuh Rio memang sering merasa kelelahan. Bahkan ia seperti tidak bersemangat untuk melakukan balas dendam kepada Jamal. Padahal otaknya terlalu bersamangat ingin membuat Jamal menderita, sama seperti diriny. Tapi sayang, kondisinya yang lemah sangat tidak mendukung keinginannya.     

Rio membuang napas gusar, ia terlihat kesal lantaran sudah hampir satu jam lebih menunggu, namun belum ada satupun taksi yang ia lihat, atau melintas di hadapannya.     

Awalnya sih Rio ingin pulang menggunakan angkot seperti biasa yang sering ia lakukan sebelum hamil. Namun karena Jamal melarang, dengan alasan tidak ingin anak yang di dalam perut Rio sempit-sempitan oleh orang-orang di dalam angkot, oleh sebab itu Jamal memaksa Rio supaya naik taksi saja.     

Penuh penekanan Jamal mengatakan; semua itu ia lakukan hanya demi anaknya.     

Sialnya, demi kebaikan anaknya, Rio juga harus memaksa dirinya sendiri untuk menuruti kata-kata Jamal-meski sebenarnya ia sangat malas. Sumpah demi apapun, Rio saat ini membenci dirinya sendiri lantaran harus mengikuti kemauan cowok yang sangat ia benci.     

Rio mengedarkan pandangannya di sekitar halte. Sepi! Hanya ada beberapa anak-anak sekolah saja yang masih terlihat.     

Beberapa saat kemudian Rio dikejutkan oleh suara motor bising yang sengaja dikeras-keraskan oleh pengendaranya. Remaja itu memutar bola matanya jengah, karena melihat ternyata Jamal yang membunyikan suara motornya dengan sangat keras.     

"Woy...! Ngapain lu di situ? Kenapa belum pulang?" Tanya Jamal, nada bicaranya masih terdengar ketus seperti biasa.     

"Nunggu taksi, kan lu yang ngelarang gue pulang naik angkot!" jawab Rio malas. Bahakan remaja itu terlihat enggan menoleh ke arah Jamal.     

Jamal mengedarkan pandangannya di sekitar jalan. Kemudian ia mengerutkan kening menatap heran ke arah Rio. "Lu sering ngatain gue begok, tapi ternyata lu lebih begok! Ini kan jalan khusus buat angkot sama bus anak sekolah. Mana ada taksi lewat sini." Jamal mencibir, "bego."     

kata-kata Jamal membuat Rio terdiam, sambil menelan ludahnya susah payah. Remaja berseragam SMA itu menoleh, mengedarkan pandangan di sekitar ia duduk. Duh, Sial! Ternyata yang dikatakan sama Jamal barusan memang benar. Rio baru sadar kalau tempat itu jarang, bahkan tidak pernah ada taksi yang melewati jalan itu.      

Rio merutuki dirinya sendiri akibat kebodohannya. Wajahnya terlihat salah tingkah.     

Pengaruh hamil muda apa bisa membuat orang menjadi lelet dalam berpikir ya? Rio bergumam di dalam hati.     

Terlihat Jamal memutar bola matanya malas. Setelah beberapa saat berpikir, dengan sangat terpaksa akhirnya ia memutuskan. "Pulang bareng gue!" Nada suaranya terdengar ketus.     

"Apa, pulang bareng lu, ogah!" Tolak Rio. "Mending gue jalan kaki!" putusnya sinis.     

"Eh! Lu nggak usah kepedean! Denger, kalau bukan demi anak gue, gue juga ogah ngajakin lu, naik motor bareng gue." Balas Jamal tidak kalah sinis dari Rio. "Demi anak lu juga, turunin gengsi elu. Emang lu mau nongkrong di situ sampe malem? Huh!" Jamal menjalankan motornya perlahan, lalau berhenti tepat di hadapan Rio.     

Bersamaan dengan itu, Rio memikirkan kata-kata Jamal barusan. Sedetik kemduian Rio mendengkus kesal. Secara refleks telapak tangannya mengusap perutnya yang mulai membesar. Sial! Rio mengumpat pada dirinya sendiri, lagi-lagi atas nama anak yang di dalam perutnya, Rio harus mengikuti kata-kata Jamal.     

Bruum...!     

Bruum...!     

Jamal meraung-raung kan suara motor dengan keras, lantaran emosi kepada Rio yang masih tetap pada posisinya. Belum beranjak dari duduknya.     

"Buruan, naik! Lelet amat sih!!" Perintah Jamal dengan nada membentak.     

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Rio hembuskan secara perlahan. Tidak ada pilihan lain, demi anak yang masih dalam kandungannya, dengan terpaksa remaja Rio berdiri dari duduknya, lalu berjalan mendekati motor Jamal.     

"Pelan-pelan," ucap Jamal. Remaja itu mengkhawatirkan anaknya yang baru berusia beberapa minggu dalam kandungan Rio.     

Rio membuang napas Kasar. Dengan perasaan ragu, telapak tangannya terulur, lalu mendarat di punggung cowok yang sangat ingin ia musnahkan. Setelah sebelah kakinya menginjak pedal, kaki satunya melangkahi jok motor lalu mendudukkan dirinya di sana.     

"Udah?" ketus Jamal.     

"Hem," Sahut Rio, malas.     

Untung saja, suasana sekolah sudah terlihat sepi, sehingga tidak ada satupum yang melihat kalau sedang naik di atas motor Jamal, lalu duduk membonceng di belakangnya.     

Tapi siapa sangka, ternyata di dalam mobil yang jaraknya tidak terlalu jauh, ada Kiki yang sedang heran saat melihat Rio dan Jamal berada dalam satu motor. Dalam penglihatannya dua remaja berseragam putih abu-abu, terlihat begitu akrab.     

"Itu bukanya sih Jamal, ya? Cowok yang ambil perawan lu?" Ucap Tegar, tatapan matanya tajam ke arah Jamal dan Rio. Jemarinya meremas kuat setir mobilnya. Wajahnya terlihat penuh dendam.     

"I-iya," jawab Kiki gugup. "Tapi gue heran, kok bisa sih dia pulang bareng Rio?" Sorot matanya menatap selidik dua remaja yang terlihat semakin menjauh dari pandangannya.     

Tegar menoleh ke arah Kiki, menatap tanya gadis itu. "Siapa Rio? temennya?     

"Itu yang lagi boncengan motor sama Jamal. Padahal mereka tuh musuh bebuyutan kalo di sekolah. Untung tadi gue belum ngomong apa-apa sama Rio." Kiki memasang sabuk pengaman sambil menceritakan kepada Tegar tentang niatnya yang akan mengajak Rio bekerjasama, namun ia urungkan lantaran melihat cincin Rio yang sama persis dengan milik Jamal.     

"Lu jangan begok!" Komentar Tegar setelah Kiki selesai bercerita. "Lu musti ati-ati. Jangan sembarangan cerita sama orang. Kalau sampe rencana kita gagal karena kebodohan elu! Awas yaaa!" Ancam Tegar menatap tajam gadis remaja itu.     

"Iya..." sahut Kiki. "Eh, tapi bisa nggak sih kita ikutin mereka? Penasaran gue!" ucapnya kemudian. "Siapa tau, dengan kita ngikutin mereka, kita bakal dapat petunjuk yang penting.     

Tegar terdiam, sambil memikirkan usulan Kiki barusan. Beberapa saat kemudian, akhirnya Tegar memutuskan. "Ide bagus, kita ikutin mereka." Tegar menghidupkan mesin, tidak lama kemudian, mobil yang ia naiki mulai bergerak maju.     

Ditengah perjalanannya, terlihat Rio mulai mendengkus, sambil menatap kesal punggung di balik sragam putih. Berulang kali Rio memutar mengehela napas, menahan sabar lantaran cowok di depannya ini begitu lambat mengendarai motornya. Rio mendongakkan kepala, melihat wajah Jamal yang terlihat santai tanpa menyadari kekesalan yang ia resakan.     

Yah, Jamal memang cuek, tidak perduli jika cowok di belakangnya, sedang menahan geram. Lebih tepatnya ia tidak mau tahu. Bahakan Jamal juga tidak menyadari jika dirinya sedang diikuti oleh mobil dibelakangnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.