Cowok Hamil

Memuji



Memuji

0"Apa lu kemakan sama omongan gue? Denger ya Mal, mau ukuran punya lu nanti segede pohon kelapa, nggak akan ngefek sama gue. Gue nggak doyan batangan. Lagian nih ya gue kasih tau, belum tentu juga itu bagus buat lu. Yang alami itu lebih baik. Syukuri apa yang lu punya. Belum tentu juga yang menurut lu bagus, bakal baik buat elu."     

Rio menjedah kalimatnya, ia mengehela napas sebelum akhirnya melanjutkan. "Sory deh, kalo lu kesingung sama omongan gue. Sebenarnya punya lu nggak kecil-kecil amat kok. Kayaknya rata-rata ukuran orang-orang kita yah emang segitu. Gue ngomong punya lu kecil karena... em... sory, punya gue emang lebih gede dari punya lu. Mungkin punya gue aja yang ukurannya di atas rata-rata. Jadi lu nggak perlu minder."     

Rio kembali menjedah kalimatnya, kemudian ia menuangkan air dari botol kedalam gelas, lalu berjalan mendekati Jamal. Semantara Jamal hanya terdiam. Remaja itu tertegun mendengar kata-kata Rio barusan.     

"Kalo boleh gue kasih saran, mending nggak usah deh pake gitu-gituan." Ucap Rio setelah ia sudah berdiri di hadapan Jamal. Remaja Rio lantas menambahkan hipotesisnya. "Yang alami jauh lebih baik. Percaya deh ama gue, semua udah diciptakan dengan porsinya masing-masing, jangan dirubah, dan serakah cuma karena pingin yang lebih bagus."     

Setelah menyampaikan itu, Rio meneguk segelas air minum hingga tandas. Meletakan gelas di atas meja, lalu berjalan menuju kamar meninggalkan Jamal. Tapi sebelum itu ia sempat membisikkan sesuatu di telinga Jamal, "kalo punya lu kegedean, kasian nanti yang punya lubang, ntar sakit."     

Kata-kata terakhir Rio membuat Jamal mengkerutkan kening, sambil menatap punggung Rio, yang sedang berjalan ke arah kamar.     

Yang punya lobang kesakitan? Maksudnya apa coba? Eh, tapi ngomong-ngomong Rio kok perhatian ya? Pikir Jamal.     

Jamal membuang napas kasar, setelah Rio sudah masuk kedalam kamar. Kemudian ia terdiam sambil mengamati botol berisi obat pembesar alat kelamin. Menarik napas dalam-dalam, kemudian Jamal hembuskan secara perlahan. Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Jamal memutuskan untuk membuang obat pembesar alat vital itu kedalam tempat sampah.     

Rio benar, yang alami jauh lebih baik.     

Beberapa saat kemudian terlihat Jamal berjalan ke arah kamar mandi. Beres-beres dan mencuci piring tadi, membuat tubuhnya berkeringat dan lengket. Oleh sebab itu Jamal memutuskan untuk mandi malam, supaya ia bisa tidur dengan nyaman.     

~☆~     

Gelisah, saat ini Rio benar-benar gelisah sejak masuk kedalam kamar lalu berbaring di atas tempat tidur. Berulang kali ia merubah posisi tidur, mencari nyaman, supaya bisa tertidur dengan tenang. Namun sayang, hasilnya nihil dan ia masih tetap merasakan kesal dan gelisah. Dan sialnya yang membuat ia gelisah dan kesal adalah, lantaran Jamal belum masuk dan tidur di dekatnya.     

Rio mendengkus, menatap pintu kamar dengan wajah ketus. Remaja itu benar-benar kesal, lantaran Jamal belum juga masuk ke dalam kamar.     

Entahlah, Rio sendiri merasa heran. Kenapa ia sampai begitu gelisah, hingga tidak bisa tidur kalau belum ada Jamal di dekatnya. Sumpah demi apapun Rio sangat membenci itu.     

Selain itu Rio juga kesal kepada Jamal, lantaran terlalu di dapur. Padahal sewaktu ia ke dapur, pura-pura haus dan mengecek pekerjaan Jamal, semunya sudah rapih dan beres. Tapi kenapa Jamal tidak langsung masuk ke dalam kamar?     

Jadi alasan Rio yang sedang haus pada saat ke dapur, itu sebenarnya bohong belaka. Ia hanya tidak sabar, ingin memastikan kenapa Jamal begitu lama.     

Rio mendengkus kesal, sorot matanya tidak lepas dari pintu kamar.     

Grek...!     

Deg!     

Akhirnya Rio bisa bernapas dengan legah, saat mendengar suara pintu yang dibuka sama Jamal. Remaja itu buru-buru memejamkan mata, begitu melihat Jamal, yang hanya memakai handuk, sedang berjalan ke arah lemari.     

"Oh, habis manid, pantes lama." Tentu saja kalimat itu ia ucapakan di dalam hati. Remaja itu tidak ingin, kalau cowok yang sedang memakai baju, mengetahui kalau ia sedang menunggun dirinya.     

Rio menarik selimut, menetupi tubuhnya menyisakan bagian kepalanya. Ia mengulas senyum, sambil memeluk erat gulingnya. Entahlah, keberadaan Jamal di dalam kamar, membuat dirinya merasa tenang.     

Setelah memaki celana kolor dan singlet saja, Jamal berjalan ke arah tempat tidur. Remaja itu terlihat jauh segar sekarang. Ramut acak-acakan yang semi basah, membuatnya sangat menggoda.     

"Belum tidur, lu?" Tanya Jamal setelah ia berdiri di samping ranjang.     

Rio membuka matanya, menatap cowok yang berdiri di hadapanya. "Tadi si udah," Rio terpakas berbohong agar tidak ketahuan menunggu. "Tapi pas lu buka pintu, gue kaget terus kebangun."     

Jamal memanyunkan bibir bawah, seraya mengangguk-anggukan kepalanya. "Oh, Sory," ucapnya sambil kakinya naik ke atas tempat tidur.     

"Trus gimana? lu jadi minum obat itu?" tanya Rio memastikan.     

"Enggak jadi," jawab Jamal, sambil membaringkan tubuhnya, tidur terlentang menghadap langit-langit kamar. "Kali ini, gue setuju sama elu. Syukuri apa yang ada." Jamal mengangkat kedua tangannya kemudian ia lipat untuk menambah bantalan kepala, membuat ketiaknya terpampang nyata di hadapan Rio.     

"Bagus deh." Rio menelan ludah menatap ketiak Jamal. "Sial, napa gue jadi suka ketek sih?" Kalimat itu hanya berani Rio ucapkan di dalam hati.     

Rio terdiam, ia membuang napas gusar saat melihat Jamal mulai memejamkan matanya. Ingin rasanya ia menyampaikan keinginanya supaya bisa tertidur nyenyak, di balik ketiak Jamal. Tapi ia merasa gengsi dan tidak ingin dikatakan manja oleh Jamal. Oleh sebab itu, ia berusaha menahan ke inginannya itu.     

Namun sayang, semakin ditahan, ia menjadi semakin gelisah, semakin sulit tertidur. Menarik napas dalam-dalam kemudian Rio hembuskan secara perlahan. Rio mengumpat dalam hati, lantaran ia benar-benar tidak bisa menahan keinginannya.     

"Apa orang hamil harus manja seperti ini ya?"     

Beberapa saat kemudian, setelah Rio berpikir, akhirnya ia mengumpulkan keberaniannya, hingga akhirnya.     

"Jamal...!" Suara itu lolos dari mulutnya.     

Jamal membuka matanya, kemudian menoleh ke arah Rio. "Apa?"     

Rio terdiam, entahlah mulutnya terasa berat untuk menyampaikannya kepada cowok itu.     

"Apa sih?" Ketus Jamal lantaran Rio masih saja terdiam. "Lu nggak ngidam yang aneh-aneh kan? Gue ngantuk!" Ucap Jamal. Ia mendadak khawatir jika Rio akan meminta sesuatu yang bisa membuatnya repot.     

Rio kembali menghela napas sebelum akhirnya ia menjawab. "Enggak, gue nggak pingin apa-apa. Gue cuma pingin tidur di ketek lu, terus lu ngusap-usap kepala gue."     

Rio bernapas dengan legah, akhirnya ia mampu mengutarakan keinginannya. Walau setelahnya wajahnya terlihat salah tingkah.     

"Lu manja amat sih?!" Kesal Jamal.     

"Bukan gue, tapi anak lu," bela Rio sambil memegang perutnya.     

"Yaudah sini." Demi anaknya, Jamal rela membelai kepala Rio meski sebenarnya ia sudah sangat mengantuk.     

Dengan ragu-ragu Rio beringsut, memangkas jarak antara dirinya dengan Jamal, hingga tubuh keduanya merapat dan tidur pada satu bantal, membuat jarak wajah mereka menjadi sangat dekat.     

"Inget ya, bukan gue yang pingin di belai, tapi anak elu!" Ucap Rio mengingatkan.     

"Terserah...!" Ketus Jamal. Kemudian dengan ragu-ragu, ia mulai mengulurkan telapak tangan, lalu dengan perlahan meletakan telapak tangannya di puncak kepala Rio, lalu mengusapnya perlahan.     

Rio mulai memejamkan mata, saat ia sudah merasakan belaian lembut dari telapak tangan Jamal. Entahlah, kenapa rasanya begitu nyaman.     

Sambil membelai dengan lembut dan penuh perasaan rambut Rio, tanpa sadar, Jamal menatap lekat-lekat wajah Rio yang sudah terpejam, meski belum tertidur. Di amatinya wajah Rio, tanpa ingin mengedipkan mata.     

"Kok, lu bisa sempurna sih? Lu cowok tapi bisa masak. Terus enak lagi masakannya. Otak lu juga encer." Tanpa sadar Jamal memuji Rio di dalam hati, sambil menelusuri wajah Rio yang terlihat begitu teduh saat sedang tertidur. "Kalo gue peratiin, lu juga cakep..." lanjut Jamal, masih di dalam hati.     

"Eh, enggak. Gue lebih cakep." Jamal meralat kalimatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.