Cowok Hamil

Spesial Chap {Ketahuan bohong}



Spesial Chap {Ketahuan bohong}

0Motor Jamal berhenti tepat di halaman sekolah baru milik Afkar. Setelah turun dari atas motor, Afkar berdiri menghadap ke arah Jamal yang masih nangkring di atas motornya.     

Seperti biasa, sebelum Afkar masuk sekolah, Jamal terlebih dahulu merubah penampilan adik iparnya.     

Hal pertama yang Jamal lakukan adalah; mengeluarkan baju seragam Afkar yang sudah rapi--dimasukkan ke celana. Tidak hanya itu, Jamal juga membuka satu kancing teratas pada baju seragam Afkar, dibuat sama persis seperti dirinya.     

Setelah melepas dan memasukkan dasi Afkar ke saku seragam, Jamal memutar posisi topi Afkar ke arah belakang. Cowok itu juga tidak pernah lupa untuk memberikan wejangan-wejangan kepada adik ipar kesayangannya.     

"Inget pesen gue, jangan lembek di depan temen-temen lu. Makin elu lembek, lu bakal diinjek-injek ama mereka."     

Afkar tersenyum nyengir sambil mengacungkan jempol mungilnya ke arah Jamal.     

"-nggak apa-apa berantem, sampe luka. Ntar juga ilang lagi tuh luka. Inget jangan sampe lu nangis. Biar itu luka sakitnya kayak apa, jangan sampe ngeluh depan mereka."     

"Siap kak! Gue nggak pernah nangis kok," tegas Afkar.     

"Bagus!" Menggunakan wajahnya, Jamal menunjuk gerbang sekolah Afkar, seraya berkata, "Yaudah sono masuk. Belajar yang rajin-- lu juga harus pinter, kayak gue," ucapnya sombong.     

"Kayak kak Rio," timpal Afkar, yang membuat Jamal membelalakkan matanya.     

Afkar hanya tersenyum nyengir.     

Setelah menyampaikan itu Afkar meraih pergelangan Jamal, lalu mencium punggung tangannya. Memutar tubuh mungilnya, Afkar berlari kecil ke arah pintu gerbangnya.     

Jamal--yang masih nangkring di atas motor, belum akan pergi dari tempat itu sebelum Afkar menunaikan kewajibannya.     

Beberapa saat kemudian Jamal mengusung senyum melihat adik iparnya-- di depan gerbang, tengah mendorong anak laki-laki berkacamata yang tubuhnya sedikit lebih besar dari Afkar.     

Setelah yakin anak berkacamata itu benar-benar menangis oleh Afkar, Jamal mengacungkan ibu jarinya ke arah adik iparnya--yang juga sedang menatap dirinya.     

Afkar tersenyum puas ke arah Jamal. Mimik wajahnya seolah sedang memberitahu pada kakak iparnya, bahwa ia sudah melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik--membuat anak nangis setiap harinya.     

Setelah memberikan senyum bangga kepada adik iparnya, Jamal melesat dengan kecepatantinggi, menuju ke SMA GLOBAL     

***     

Jamal membuang napas berat, wajahnya ditekuk menatap gemes cenderung kesal kepada Rio yang seperti dengan sengaja melama-lamakan, saat sedang menyuapi susu atau makan malam untuk Cakra dan Anum.     

Bagaimana tidak kesal? Ternyata selama empat puluh hari ini Rio sudah membohongi Jamal. Bahkan tidak hanya satu macam kebohongan saja. Melainkan ada beberapa, diantaranya;     

Kebohongan yang pertama yaitu, soal nifas selama empat puluh hari setelah operasi atau melahirkan.     

Meski sebenarnya sangat malu, akhirnya sepulang sekolah Jamal nekat bertanya kepada dokter Mirna, tentang masa nifas Rio yang diperpanjang. Ternyata dokter Mirna sama sekali tidak pernah mengatakan hal itu kepada Rio.     

Lalu kebohongan pertama itu secara otomatis membuka sendiri kebohongan Rio yang kedua. Jamal sangat terkejut saat mendengar penuturan dari dokter Mirna bahwa ternyata tidak ada masa nifas untuk seorang laki-laki yang bisa hamil, atau setelah melahirkan.     

Rio hanya membutuhkan waktu selama beberapa hari saja, untuk menyembuhkan luka bekas operasinya. Masa nifas hanya dialami oleh seorang wanita yang baru saja melahirkan. Bukan pada seorang pria meskipun bisa melahirkan.     

Sekedar informasi, sebenarnya itu hanya akal-akalan Rio yang sengaja dibuat-buat, untuk menolak secara halus ajakan Jamal yang selalu ngebet mengajaknya berhubungan badan. Rio cuma tidak mau milik Jamal masuk ke dalam lubang miliknya lagi. Rasa sakit itu masih terbayang kadang, masih terasa. Membuat Rio menjadi tidak ingin melakukannya. Dan alasan yang paling kuat adalah; Rio takut kalau-kalau dirinya nanti hamil lagi. Rio tidak mau hal itu terjadi.     

Bagi Rio dua anak saja sudah sangat cukup.     

Selain itu Rio mempunyai prinsip-- Jika hanya dengan bermesraan saja bisa bahagia, lalu kenapa sampai harus melakukan hubungan seks?     

Yah, Rio memang sudah cukup bahagia hanya dengan bermesraan saja setiap malam-- tapi sayang, itu tidak berlaku untuk Jamal.     

"Lama amat sih, Yo..." geram Jamal menatap Rio dari sofa, tempat dimana ia sedang duduk. Cowok itu sudah tidak sabar ingin segera membongkar kebohongan Rio. "Lagian kenapa harus lu yang nyuapin mereka? Mama uda bayar mahal buat Baby siter."     

"Beda Jamal?" sahut Rio tanpa melihat ke arah Jamal.     

Rio membuka sedikit mulutnya pada saat akan menyuapi Cakra menggunakan sendok kecil khusus bayi, namun kosong.     

"-Gue cuma mau nunjukin ke mereka kalau gue sayang ama mereka. Gue enggak mau kalo anak gue nanti lebih deket ama orang lain, bukan ama gue," lanjut Rio.     

Meski sama sekali tidak terlihat feminin—bahkan terlihat laki, tapi jiwa keibuannya muncul ketika sedang bersama Cakra dan juga Anum.     

Jamal mendengkus. "Iya tapi lu bisa cepetan dikit kan?"     

"Bentar," sahut Rio santai.     

Jamal tidak tahu kalau sebenarnya susu untuk Cakra dan Anum sudah habis beberapa menit lalu.     

"-lagian lu tidur aja sono. Ngapain nungguin gue? Kita kan punya kamar sendiri-sendiri," ucap Rio kemudian.     

Malam ini Rio sedang tidak mau bermesraan, atau lebih tepatnya berkencan dengan Jamal. Entahlah, Rio merasa curiga kalau Jamal akan meminta lebih, setelah Jamal mengingatkannya kalau masa nifas--bohongnya, sudah lebih dari empat puluh hari. Walaupun ia sudah berhasil membohongi Jamal, tapi malam ini ia merasa kalau Jamal tidak percaya.     

"Ya, gue kan belum bisa tidur kalau nggak mesra-mesraan dulu ama elu. Sekalian ada yang mau gue omongin ama lu." Jamal membuang napas berat, lantas beranjak dari duduknya berjalan melenggang ke mendekati Rio.     

"Pinternya anak papi, minum cucunya diabisin." Ucap Rio buru-buru, begitu menyadari kalau Jamal sudah mendekat ke arah nya. Rio tidak mau ketahuan kalau sejak tadi ia sudah membohongi Jamal.     

Jamal mengusung senyum saat ia sudah berdiri di belakang Rio, lalu melihat Cakra dan Anum sudah tertidur pulas. "Aih, pinternya anak-anak papa, udah pada bobo." Jamal menenggelamkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana kolor nya, lalu melirik ke arah Rio. "Tau aja kalo papa lagi kangen berat sama papi. Udah empat puluh hari lebih lho," sindir Jamal.     

Mengabaikan kata-kata Jamal, Rio beranjak dari duduknya. Setelah berhadapan Jamal, Rio menggeliat sambil menguap. "Gue ngatuk, gue tidur duluan ya. "     

Setelah menyampaikan itu Rio melangkahkan kakinya, mengabaikan Jamal yang sedang kesal--melihatnya menguap.     

"Yo..." panggil Jamal.     

Cowok itu buru-buru meraih pergelangan Rio sambil memutar tubuhnya, hingga membuat Rio kembali berhadapan dengannya.     

Jamal langsung melingkarkan pergelangan nya di pinggang Rio, menariknya kuat sampai tubuh Rio merapat di tubuhnya, lalu menguncinya erat.     

--Cup!     

Jamal tidak mau menyiakan kesempatan. Mumpung mulut Rio sedang terbuka, ia langsung mendaratkan bibirnya di sana. Sehingga ia bisa dengan mudah melumat penuh agresif, bibir bawah milik Rio. Bersamaan dengan itu, deru napas Jamal memulai terdengar memburu, akibat birahi yang sudah tak tertahan lagi.     

Seperti biasa, sebenarnya Rio juga tidak pernah mempunyai daya untuk menolak ciuman penuh gairah dari Jamal. Ciuman yang secara tiba-tiba itu, juga tidak biasa ia baikan begitu saja. Rio membalasnya, menyambutnya, bahkan menikmati.     

Aroma napas yang keluar dari mulut Jamal, ia bebaskan masuk ke dalam lubang hidung dan mulutnya. Menambah sensasi dan kenikmatan yang tiada tara, hingga membuatnya melambung tak berdaya.     

Ciuman bibir Jamal memang ciuman ternikmat sedunia, versi Rio.     

Entahlah, sampai saat ini ia masih merasa heran. Kenapa ciuman Jamal terasa begitu nikmat?     

Kekaguman Rio pada Jamal soal ciuman, hanya bisa ia simpan di dalam hati. Rio tidak akan mungkin pernah menyuarakan. Rio cuma tidak mau membuat Jamal menjadi besar kepala, kalau sampai Jamal tahu bahwa ia memuji ciumannya.     

Biarkan Jamal melakukan sesuka hati. Tugasnya hanya menerima, menikmati, dan membalas, supaya kenikmatan itu menjadi lebih terasa sempurna.     

"Eghm..."     

Suara desahan kecil keluar dari mulut Rio, setelah lidah Jamal berhasil menerobos masuk ke dalam mulutnya, lalu bersentuhan dengan lidahnya.     

"Enghem..." erang Jamal sambil menggigit, mengisap penuh agresif lidah milik Rio.     

Rio memejamkan mata, merasakan betapa nikmatnya saat mulut Jamal berhasil menarik lidahnya keluar, lalu melumatnya.     

"Enghm."     

"Enghm."     

Keduanya mendesah secara bersamaan saat Jamal seperti dengan sengaja menumpahkan air liurnya, pada lidah Rio. Suara desahan dan kecapan sesekali terdengar dari mulut mereka, ditengah mulut mereka yang sedang saling melumat.     

Secara otomatis di bawah sana, alat kejantanan keduanya sudah semakin tegang dan mengeras.     

Kedua telapak tangan Jamal mulai berjalan merabah, dari pinggang-- lalu menyelusup masuk ke dalam celana kolor berikut, celana dalam Rio.     

"Ouwh..." erang Jamal saat kedua telapak tangannya berhasil menjamah kedua pantat bulat milik Rio.     

Dengan kuat Jamal meremas kedua pantat Rio, ditengah ciuman mereka yang semakin agresif dan memanas.     

"Enghm... enghm..."     

Remasan telapak tangan Jamal pada pantatnya sukses meningkatkan gairah dalam diri Rio. Meski mulutnya sudah terasa sesak, namun ia semakin agresif, menikmati mulut Jamal. Rio memanfaatkan hembusan napas Jamal yang masuk ke dalam mulutnya untuk membantunya bernapas. Namun justru malah menambah rasa yang luar biasa nikmat.     

"Oogh..." Tidak puas hanya dengan meremas pantat Rio, kemudian jari telunjuk Jamal mulai berjalan menyisiri belahan pantat, mencari lubang yang sangat ia dambakan selama ini. "Gue pengen...." aku Jamal ditengah desahannya.     

"Auo...!"     

Rio mendadak melepaskan ciumannya. Ia meraih kedua pergelangan Jamal, menariknya keluar dari dalam celana saat ia merasakan ujung jemari Jamal berhasil menyelusup masuk ke dalam lubang miliknya.     

Setelah berhasil mengeluarkan telapak tangan Jamal, Rio mendorong kuat dada Jamal, membuatnya berjalan mundur hingga beberapa langkah.     

Rio buru-buru merapikan kembali kolor dan celana dalamnya yang sempat turun ke bawah, akibat perbuatan Jamal.     

"Lu kenapa sih?" Heran Jamal ditengah napas yang masih terdengar memburu. Dadanya juga bergerak naik turun.     

"Gue nggak mau," jawabnya. "Entar lu keterusan."     

"Emangnya kenapa kalau gue keterusan?" Jamal mengatur deru napasnya supaya kembali stabil, sambil berjalan mendekati Rio.     

Sedangkan Rio masih berusaha merapikan pakaiannya yang terlihat acak-acakan setelah aktivitas singkat barusan.     

"Denger," ucap Jamal setelah ia berdiri di hadapan remaja yang sangat ingin ia sebut istri--namun sayang, remaja itu selalu menolaknya.     

Kedua telapak tangan Jamal membingkai wajah Rio, sementara bola matanya menatap lekat wajah Rio yang masih terlihat tegang itu.     

"-kita udah nikah!" Tegas Jamal, ia lebih menekankan pada kata 'nikah' agar bisa membuat Rio mengerti. "Dari ujung kaki sampai ke ujung rambut lu, itu milik gue. Gue berhak, dan lu juga wajib ngasih ke gue." Jamal mengulas senyum. "Malam ini gue pengen."     

"Gue udah bilang kan, gue masih_"     

"Nifas?" Sambar Jamal. Cowok itu sudah bisa menebak apa yang akan disampaikan oleh Rio.     

Jamal melepaskan kedua telapak tangan dari wajah Rio. Melipat kedua tangannya di perut, sorot matanya menatap selidik ke arah Rio.     

Aneh? Tatapan mata itu sukses membuat Rio salah tingkah. Tidak biasanya ia merasa gugup seperti ini di hadapan Jamal.     

"Lu lupa kalau gue udah nggak bego lagi sekarang?" Jamal menarik sebelah ujung bibirnya. Cowok itu tersenyum miring penuh kemenangan, sambil mengeluarkan suara desisan dari mulutnya. "Nggak ada yang namanya masa nifas diperpanjang. Lu kira kontrak kerja."     

Pernyataan Jamal membuat Rio terdiam, sambil menelan ludahnya susah payah. Dugaannya tepat, ternyata Jamal bisa menebak kalau ia sudah membohonginya. Lagi pula kenapa ia bisa menjadi bego sudah membohongi Jamal dengan cara seperti itu?     

"-masa nifas juga nggak dialami ama cowok. Walaupun lu bisa hamil. Lu cuma butuh waktu biar luka bekas operasi lu cepet kering." Lanjut Jamal kembali. Kalimat itu ia copy dari dokter Mirna lalu dipaste kepada Rio.     

Duh! Bagaimana Jamal bisa tahu? Wajah Rio terlihat semakin salah tingkah, hingga ia harus memalingkan wajahnya. Ia tidak berani beradu tatap dengan cowok di depannya.     

Rio menelan ludah, sambil mencuri lirik pada Jamal yang sedang tersenyum penuh arti padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.