Cowok Hamil

Seperti posyandu



Seperti posyandu

0"Aaa sayang..." perintah Rio, sambil mengarahkan sendok bayi ke mulut Nathan yang sedang duduk menggunakan baby walker nya.     

Bayi berusia tujuh bulan itu hanya tertawa nyengir, sambil menghentak-hentakan kaki mungilnya. Bubur bayi yang menempel di sekitar wajahnya, membuat bayi laki-laki itu terlihat sangat menggemaskan. Pipinya yang gembil, juga membuat siapapun yang melihat, serasa ingin mencubitnya.     

"Yaah... tumpah," keluh Rio saat pergelangan kecil milik Nathan, menyenggol sendok bayi berbahan plastik tersebut.     

Menggunakan clemek yang mengalung di leher anaknya, Rio membersihkan bubur bayi yang menyiprat disekitar pipi Nathan. Namun hasilnya, wajah Nathan malah semakin belepotan.     

Rio kembali mengaduk-aduk bubur bayi di dalam mangkuk kecil berbahan plastik. Menyendok sedikit bubur bayi tersebut, kemudian ia arahkan lagi ke mulut mungil anaknya.     

"Moma..."     

Teriak Anum sambil menghamburkan tubuhnya, pada punggung laki-laki yang sudah mengadungnya selama kurang lebih sembilan bulan.     

Hal itu tentu saja membuat Rio tersentak kaget, hingga tubuhnya condong kedepan, lalu refleks menjatuhkan sendok berisi bubur bayi, yang belum sempat masuk ke dalam mulut Nathan.     

"Aduh... Anum, pelan-pelan. Tuh kan, eamnya dedek jatuh," Keluh Rio sambil memegangi pergelangan anak perempuannya, yang mengalung, mengunci lehernya. "Turun sayang, moma lagi nyupain dedek. Kamu ngapain sih?" Saat mengatakan itu, kedua kaki kecil Anum, sudah naik menggendong di punggung Rio.     

Tingkah Anum dan Rio, seolah seperti sirkus. Membuat Nathan yang melihatnya, trgelak-- ciri khas anak bayi, sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya yang mungil.     

Brak!     

Tangan Nathan terlalu aktif bergerak, hingga menyenggol mangkuk berisi bubur bayi yang ditaruh di atas baby walker di depannya. Hasilnya, mangkuk tersebut jatuh ke lantai, dan menumpahkan isi yang ada di dalamnya.     

Berantakan. Hanya itu kata yang tepat untuk mengambarkan ruang keluarga milik Rio. Belum lagi dengan mainan milik Cakra dan Anum yang masih berserakan di lantai. Ruangan itu terlihat seperti kapal pecah.     

"Astaga... Nathan... kenapa ditumpahin?"     

Rio mendengkus kesal, satu tanganya mengambil mangkuk yang sudah jatuh ke lantai, sementara tangan satunya memegangi gadis kecilnya yang masih nemplok di punggung sambil berteriak.     

"Moma naik... moma... naik..."     

Sementara Nathan masih terpingkal, menyaksikan Rio yang sedang kerepotan menjaga kakak perempuanya, sambil membereskan peralatan makan miliknya.     

Anum memang sangat aktif, gadis kecil itu terus saja meronta, tidak perduli bahwa apa yang ia lakukan, bisa saja membuatnya terjatuh.     

"Moma naik... moma... naik." Rengek anum sambil menunjuk motor matic yang kebetulan bertengger di teras belakang.     

"Iya nunggu papa, nanti kita naik. Sabar."     

Akhir-akhir ini, Anum dan Cakra memang seperti ketagihan menaiki sepeda motor. Semua itu bermula pada saat ibu Marta membeli motor tersebut, agar digunakan oleh asisten rumah tangga Rio, untuk berbelanja ke pasar, atau mall. Maksudnya supaya lebih cepat.     

Kemudian, karena ingin mencoba motor baru, Jamal iseng mengajak Rio, Anum dan juga Cakra, sekedar berputar-putar di sekitaran taman saja. Tapi siapa sangka? Ternyata hal itu bisa membuat Anum dan Cakra merasa sangat bahagia. Bahkan, kedua bayi kembar itu menangis, kalau Jamal memberhentikan motor yang mereka naiki. Hasilnya, hingga sampai saat ini, Cakra dan Anum selalu merengek ingin menaiki motor, jika keduanya secara kebetulan melihat sepeda motor tersebut.     

Parahnya, dua bayi kembar itu hanya menginginkan Jamal yang membawa motor tersebut, dengan Rio yang duduk dibelakang sambil menjaga salah satu dari mereka.     

"Moma... naik... moma... naik... itu..." rengek Anum tanpa henti, sambil meronta di gendongan remaja cowok yang ia panggil moma.     

"Iya Anum, sabar nunggu papa, bentar lagi pulang kuliah." Bujuk Rio sesabar mungkin.     

"Telpon papa... tlepon papa..."     

Gadis kecil berusia tiga tahun tersebut seolah paham, kalau benda berbentuk persegi empat itu, bisa memanggil papanya, kapanpun dan dimanapun.     

"Moma papa teplon ayo moma naik itu... papa teplon..."     

Rio menghela napas. Cowok itu membutuhkan ekstra sabar, untuk menghadapi betapa rewel dan aktifnya Anum.     

"Iya, nanti moma telfon. Anum diem dulu moma mau nyuapin adek Nathan."     

"Papi... papi... papi...!"     

Dua masalah belum terselesaikan, sepertinya akan ada lagi masalah baru, yang datang menghampirinya. Rio mengerutkan kening, melihat Cakra sedang berlari kecil ke arahnya, sambil memeluk mobil remote kontrol miliknya. Ada seorang baby siter, ikut berlari mengejar Cakra.     

"Papi... papi... mobilna lucak... ama cutel..." Adu Cakra sambil menyodorkan mobil-mobilan, berikut remote nya ke arah Rio.     

"Maaf tuan Rio, mobil-mobilan Cakra batre nya habis, tadinya mau aku ganti batre yang baru, tapi Cakra menolak," beritahu wanita yang disebut cutel oleh Cakra barusan.     

"Yaudah nggak apa-apa, sini saya yang benerin." Rio menurunkan Anum dari gendongannya seraya berkata, "Anum turun dulu moma, mau betulin mobilan Cakra." Setelah Anum turun, ia meraih batre dari tangan baby siter, lalu mengambil mobil-mobilan yang masih dipeluk oleh Cakra. "Sini papi betulin mainannya."     

"Oh iya, sus... Ethan apa sudah dimandikan?" Tanya Rio sambil memasang batu batre pada remote milik Cakra.     

"Sudah tuan, sekarang lagi digendong sama suster Elsa, sepertinya dia akan tidur." Jelas suster yang berasal dari luar negeri tersebut.     

"Suster yang lain pada kemana? Tolong panggil mereka. Suruh mandikan Nathan. Tapi suapin dia dulu ya sus, tadi buburnya tumpah."     

"Baik tuan." Jawab baby siter tersebut.     

"Oh iya, sus... itu yang narok motor disitu siapa?"     

"Oh... itu tadi Lukas, tuan. Dia baru antar tukang masak berbelanja, mungkin belum sempat dibawa ke gudang."     

Lagi, Rio menghela napas. "Kan tuan Jems udah kasih tau, jangan sampai motor itu diliat Anum apa Cakra. Soalnya kalo mereka liat itu, nanti rewel. Taukan? Anum sama Cakra itu nggak mau berhenti kalau udah naik motor."     

"Iya tuan, maaf nanti saya kasih tau Lukas." Baby siter yang diketahui bernama Katrina, mengangguk patuh.     

Mengabaikan suster yang bernama Katrina, Rio tersenyum simpul. Laki-laki itu baru saja selesai memasang batu batre pada mobilan milik Cakra.     

"Udah jadi nih, mobilan Cakra." Rio meletakan mobilan tersebut ke lantai, lalu ia mulai mencobanya dengan menekan remote yang masih ia pegang. Ia mengusung senyum sambil melihat mobilan Cakra sudah bisa berjalan kembali.     

"Hole... hole... hole...!"     

Hal itu tentu membuat Cakra berteriak sambil meloncat girang. "Papi cini... papi cini..." rengek Cakra meminta remotnya kembali.     

Rio memberikan remote tersebut kepada anak laki-lakinya. Namun, belum sempat remote itu diambil Cakra, terlihat Anum lebih gesit perampasnya.     

Tidak ingin mainannya dirampas oleh sodara kembarnya, Cakra mencoba merebut remote itu dari tangan Anum. Hasilnya, dua anak kembar berbeda jenis kelamin itu saling berteriak sambil berebut remot kontrol.     

"Aaaa punya Cakla ... punya Cakla..." teriak Cakra. Telapak tangan kanan ia gunakan untuk merebut remote, sementara telapak tangan satunya mendorong wajah Anum.     

"Punaku... punaku..." Anum tidak mau kalah berteriak, sambil mempertahankan cekalannya pada remote supaya tidak sampai terlepas.     

Hal itu tentu saja membuat Rio dan suster Katrina kerepotan melerai pertengkaran yang sering sekali terjadi itu.     

"Anum, kasiin Cakra mainannya." Perintah Rio sambil mencoba melepaskan remote itu dari tangan Anum.     

Anum hanya menggelang, sambil nerteeriak. "No... punaku..."     

"Punaku..." teriakan Cakra tidak kalah keras dari Anum.     

"Nona Anum, ayoh kasih remotenya sama adek Cakra." Suster Katrina berusaha membujuk selembut mungkin. Namun hasilnya, Anum tidak mau melepaskan remote tersebut.     

Terlihat Nathan yang masih berada di posisi nya, ia malah tertawa girang sambil menghentak- hentakan tubuh mungil nya. Mungkin bayi laki-laki mengira, kalau apa yang ia lihat adalah sebuah pertunjukan lawak.     

Aksi saling rebut berlangsung selama beberapa saat. Terlihat Rio dan suster Katrina mulai kualahan memisahkan mereka. Hingga akhirnya keributan itu berhenti, setelah Rio kehilangan kesabaran, dan berteriak.     

"ANUM!! KASIH CAKRA!!"     

Bentakan Rio membuat suamanya terdiam, hingga suasana mendadak hening.     

Termasuk Nathan, teriakan itu juga membuatnya tersentak kaget, hingga menghentikan gelak tawanya. Namun, pada detik berikutnya, suara tangisan mulai terdengar dari mulut mungilnya.     

Mengabaikan Nathan yang langsung ditangani oleh suster Katrina, Rio menoleh ke arah gadis kecilnya yang masih merunduk takut. Telapak tangan mungilnya, meremas-remas remote kontrol yang berhasil ia pertahankan.     

"Anum..." panggil Rio. Nada suaranya mulai terdengar melunak. Ada rasa penyesalan di dalam hatinya, lantaran sudah membuat kedua anaknya mejadi ketakutan. "Kasih kakak Cakra mainannya, Anum kan sudah punya sendiri." Bujuk Rio selembut mungkin, sambil mengucap puncak kelapa Anum.     

Bibir mungil Anum mengerucut, perlahan ia mengangkat kepalanya melihat sodara kembarnya yang masih merengek, meminta kembali mainannya. Setelah diam beberapa detik, tiba-tiba-     

Brak!!     

Anum melempar remote kontrol itu tepat mengenai wajah sodara kembarnya. Hasilnya, jeritan tangis spontan keluar dari mulut Cakra.     

"Aaaaaaaaak...!"     

"Astaga Anum!"     

Mengabaikan anak gadisnya yang sudah lari entah kemana, kemudian Rio meraih tubuh mungil Cakra, lalu menggendongnya.     

"Cup Cakra, cup diem nanti Anum papi pukul." Bujuk Rio sambil mengusap kening Cakra, bekas lemparan remot.     

Meskipun lemparan itu tidak terlalu keras, tapi karena yang menerimanya anak berusia di bawah lima tahun, jadi wajar jika Cakra merasa kesakitan. Hal itu membuat ia tidak berhenti menjerit dalam tangisnya.     

Beberapa menit berlalu, Rio mulai bisa bernapas dengan legah, lantaran tangisan Cakra mulai mereda setelah ia memberikan obat luka pada keningnya.     

"Gimana? Masih cakit?" Tanya Rio memastikan.     

Rio tersenyum simpul saat melihat kepala anaknya menggeleng. "Pinter, nanti Anum papa marahin ya."     

"He, eh." Cakra mengangguk.     

"Tuan, itu nona Anum kenapa bisa naik ke situ?" Ucap suster Katrina sambil menggendong Nathan yang baru saja ia mandikan.     

Secara refleks, Rio memutar kepala, mengikuti arah telunjuk baby siternya, lalu-     

Deg!!     

"Astaga Anum...!"     

Bola matanya melebar, jantungnya terkejut hebat saat melihat gadis kecilnya sudah duduk di atas jok, sedang kesusahan meraih stang motornya.     

Tidak ada yang mengetahui bagaimana anak berusia tig tahun itu, bisa naik di atas jok motor, yang lebih tinggi dari tubuhnya.     

"Woy... turun...!"     

Menurunkan Cakra dari gendongannya, kemudian Rio berjalan cepat menghampiri Anum yang masih belum berhasil meraih stang motor tersebut.     

"Bener-bener ya tuh anak, nggak bisa diem." Rio mengumpat, ditengah perjalanannya.     

~☆~     

Di teras belakang, Cakra bersama Anum yang sudah damai, sedang bermain mobil-mobilan dan banyak lagi mainan lainnya, ditemani oleh suster Elsa dan suster Katrina.     

Sementara Rio, berada di taman tidak jauh letaknya dari teras, sedang di kursi taman, bersama dua baby siter lain yang sedang menjaga Nathan dan juga Ethan. Dua bayi berusia tujuh bulan itu, sedang tiduran di stroller baby nya masing masing.     

Prak!     

Prak!     

Cakra dan Anum sontak menjatuhkan mainannya masing-masing tanpa perduli dengan harganya yang mencapai jutaan rupiah itu akan rusak, begitu dua anak kembar itu melihat sosok remaja sedang berjalan gagah mendekati mereka.     

"Papa... punang... papa punang...!"     

"Papa... punang... papa punang...!"     

Mereka Cakra dan Anum berteriak girang, sambil loncat-loncat di tempat.     

Teriakan kecil yang didengar oleh Rio membuat nya refleks menoleh ke arah sumber suara tersebut. Bibirnya mengusung senyum, begitu melihat remaja yang sedang beranjak dewasa itu, sedang berlutut sambil memeluk kedua anak mereka.     

"Nathan... Ethan... papa pulang kuliah." Ucap Rio menatap bergantian pada dua bayi kembar laki-laki nya.     

Lantaran belum mengerti apapun, Nathan dan Ethan hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Jika Nathan sedang mengenyot jempol mungilnya, sementara Ethan sedang mengigit mainan bola terbuat dari karet.     

Beranjak dari duduknya, kemudian Rio berjalan mendekati Jamal, bermaksud menyambut kedatangan sang suami. Dua baby siter, mengekor sambil mendorong stroller babay nya masing- masing.     

Jamal mencium satu persatu pipi gembil milik dua anaknya yang sedang ia peluk di samping kiri dan kanannya. "Anak papa wangi, udah pada mandi?"     

"Udah pa..." sahut Anum dengan suara cadelnya.     

"Pinter." Ucap Jamal. Seketika keningnya berkerut menatap plaster luka yang menempel di dahi Cakra. "Cakra kenapa? Sus?" Ucapnya dengan nada terkejut, cenderung marah.     

"Anu tuan, tadi bertengkar sama nona Anum." Suster Katrina merunduk takut.     

"Kalian ngapain aja? Bisa bisanya mereka berantem di diemin. Kerja kalian kan cuma jagain mereka." Murka Jamal yang membuat dua baby siter nya merunduk takut.     

Sebenarnya Jamal tidak pernah marah, atau bisa dibilang baik kepada semua karyawan yang bekerja di rumahnya. Tapi kalau sudah menyangkut soal anaknya, seperti yang sedang terjadi sekarang, Jamal tidak bisa toleransi lagi. Laki-laki itu akan murka seperti singa lapar yang diganggu tidurnya.     

Jamal berdiri dari duduknya, ia menatap marah kepada dua baby sitter yang masih merundukkan kepala.     

"Kurang apa aku sama kalian? Apa udah nggak mau lagi kerja sama..."     

"Apaan sih, ribut-ribut?"     

Dan satu-satu nya orang yang mampu menjinakkan Jamal jika sedang marah adalah, remaja yang baru saja menegurnya. Siapa lagi kalau bukan Rio cowok yang sudah syah menjadi istrinya.     

"Ini Cakra kenapa mom?" tanya Jamal sambil menunjuk kening Cakra. Nada suaranya sangat lembut kalau berbicara dengan Rio.     

Ngomong-ngomong jika dihadapan Cakra dan Anum Jamal selalu menyebut Rio moma walapun sebenarnya Rio tidak suka, dan ingin dipanggil papi, tapi bukan Jamal namanya kalau tidak ngeyel.     

"Oh... itu tadi Cakra berantem sama Anum. Biasa anak-anak." Menggunakan wajahnya, Rio menujuk suster Katrina dan suster Elsa. "Mereka nggak tau apa-apa, jangan dimarahin." Ucapnya.     

"Nggak tau apa-apa gimana? Tugas mereka kan jagain anak-anak." Ngeyel Jamal.     

Rio menghela napas. "Kalau belum tau duduk permasalahannya, jangan asal marah." Setelah mengatakan itu, Rio mulai menceritakan kejadian yang membuat kening Cakra sampai terluka.     

"Yaudah sana... kalian ke dalam." Perintah Jamal kepada dua baby siter setelah Rio selesai bercerita.     

"Baik tuan, terima kasih." Suster Katrina dan suster Elsa mengangguk patuh.     

"Main marah aja." Rio misuh-misuh setelah dua baby siter itu masuk ke dalam rumah.     

"Ya maaf..." Jamal memasang wajah culun. Sedetik kemudian wajahnya berubah sumringah, dan bibirnya tersenyum nyengir begitu melihat Nathan dan Ethan, sedang tersenyum nyengir khas bayi, seperti sedang menyapa dirinya.     

"Eh jagoan papa..."     

Jamal menjatuhkan tubuhnya, berlutut ditengah-tengah stroller baby milik Nathan dan juga Ethan. Kemudian ia memasukkan kepalanya ke dalam stroller baby milik Ethan, lalu mencium keningnya.     

"Jagoan papa, kangen ya ditinggal bentar ama papa?" Hal serupa juga ia lakukan kepada Nathan menyium keningnya, dan mengucapkan kalimat yang sama.     

Bersamaan dengan itu, Cakra dan Anum berlari kecil ke arahnya, lalu naik ke atas punggung kokohnya, seraya merengek.     

"Papa... papa... naik motol..." ucap Cakra.     

"Ayo pa... naik motol." Rengek Anum.     

Hal itu membuat Jamal mengerutkan kening, menatap heran pada motor matic yang masih bertengger di depan teras belakangnya.     

"Tadi Lukas belum sempet nyimpen sepeda motor, tapi Anum sama Cakra udah liat duluan." Rio buru-buru menjelaskan, sebelum Jamal kembali marah. "Dari tadi mereka nungguin papanya. Pingin naik motor."     

Jamal menghela napas pasrah. Kemudian ia bangkit dari duduknya seraya berkata. "Yaudah, yuk." Meskipun ia masih merasa lelah, karena baru pulang dari kampus, tapi Jamal tidak akan bisa menolak keinginan anak-anaknya.     

Hal itu tentu saja disambut teriakan riang dari Cakra dan juga Anum. "Hole... hole... hole..."     

Rio tersenyum simpul melihat Jamal berjalan ke arah motor sambil menggandeng Cakra dan Anum di tangan kiri dan kanan nya. Sedetik kemudian perhatiannya beralih kepada dua baby siter yang bertugas menjaga Nathan dan Ethan. "Sus bawa mereka masuk."     

"Baik tuan." Dua baby siter itu mengangguk patuh.     

Setelah bayi kembar laki-lakinya sudah masuk bersama baby siternya masing masing, Rio berjalan mendekati Jamal dan dua anak kembar pengantinnya.     

Seperti biasa, Anum selalu minta berdiri di depan, menginjak bagian kaki pada motor matic. Sedangkan Cakra berdiri di atas jok motor, sambil memeluk erat leher Jamal. Sedangkan Rio duduk di belakang, sambil memegangi Cakra.     

"Pelan-pelan pah..." ucap Rio setelah Jamal menghidupkan mesinnya.     

"Elan... elan pah..."     

Jamal dan Rio tersenyum nyengir, saat mendengar Cakra mengikuti kalimat Rio.     

"Siap!... pelan-pelan. Jalan-jalan kita."     

Beberapa detik kemudian, motor yang dikendarai Jamal mulai bergerak maju.     

"Papa kebut." suruh Anum. Telapak tangannya mengepal bergaya bak superman.     

"Papa elan" Cakra menguatkan pelukan nya di leher Jamal.     

Meski hanya berputar-putar di sekitar taman, tapi hal itu sudah bisa membuat Cakra dan Anum merasa sangat bahagia. Terlihat dari mulut keduanya yang tidak berhenti berteriak girang, sepanjang Jamal mengendarai sepeda motornya.     

Kebahagiaan itu tidak hanya dirasakan oleh Cakra dan Anum saja. Terlihat Rio dan Jamal juga tidak berhenti tertawa, selama berputar-putar mengelilingi taman. Keduanya merasa bahagia karena bisa membuat anak-anak mereka bahagia.     

Yah, bahagia memang sederhana.     

Jamal baru menghentikan motornya, saat melihat Cakra dan Anum tertidur karena kelelahan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.