Cowok Hamil

Untung udah selesai



Untung udah selesai

0--> Permukaan batang penis yang sudah licin, membuatnya bisa dengan mudah menembus masuk tanpa jedah.     

Kali ini Jamal hanya terlentang pasrah, namun tetap menikmati kembali jepitan lubang anus pada alat ke jantanan nya.     

"Aaakh." Rio kembali mendesah, lalu mendudukkan bokongnya tepat di selangkangan Jamal, merasakan benda lonjong kembali memenuhi lubang anusnya. "Aaakh..." perlahan bokongnya bergerak maju mundur, secara berirama.     

"Aakh." meski masih sedikit lelah, namun goyangan pinggul Rio memaksa Jamal untuk mendesah.     

Ditengah gerakan pantat yang maju mundur, kedua tangan Rio meraih kedua telapak tangan Jamal.     

Saat kedua telapak tangan mereka saling bersentuhan, jemari mereka mengait, menyatukan telapak tangan saling berpegangan dalam desahan. Sorot mata keduanya lurus bersitatap, membuat hati keduanya berdesir hebat.     

"Aakh... Aakh... Aakh."     

"Aakh... Aakh... Aagh. "     

Suara desahan ikut mengiringi adegan penyatuan tubuh, dengan posisi Rio duduk di atas selangkangan milik Jamal. Adegan itu berlangsung selama beberapa menit. Hingga akhirnya, Rio merasa lelah. "Aaakh " cowok itu mendesah sambil mengangkat bokong mencabut penis yang menancap di lubang kenikmatan miliknya.     

Dengan napas terengah, Rio berjalan merangkak, lalu membaringkan tubuhnya, tidur terlentang di samping Jamal.     

"Capek gue," keluh Rio di tengah napasnya yang memburu.     

Mendengar itu Jamal mengulas senyum. Ia mengubah posisi tidurnya menjadi miring, menghadap ke arah istri lelakinya. "Tapi enak kan?" Sambil telapak tangganya mengusap puncak kepala cowok itu. Kemudian ia mendekatkan wajahnya ke pipi Rio lalu-- Cup, hidung mancungnya mendarat lembut di sudut bibir. "Selesai'in ya..." ucap Jamal di tengah kecupan yang masih berlangsung.     

"Jangan lama-lama yah udah mulai kerasa perih. Sakit, enggak tahan gue."     

Wajar jika Rio mengeluh. Hampir satu jam benda berbentuk lonjong yang sangat keras, menusuk-nusuk di dalam lubang, mengesek selaput kulit anusnya. Di tambah dengan tenaga Jamal yang kuat, membuat rasa perih itu perlahan datang.     

Lagi, Jamal mengulas senyum. Melepaskan kecupan di sudut bibir, kemudian cowok itu berjalan menggunakan kedua lutut, mendekati bokong Rio.     

Melanjutkan sesuatu yang belum tuntas.     

Sesampainya di depan selangkangan, kedua tangan Jamal membuka lebar paha Rio, lalu menekuk kakinya. Debaran di dadanya kembali berdetak kencang, begitu melihat belahan pantat yang menutupi lubang kenikmatan. Lubang yang cuma miliknya yang boleh masuk ke dalam sana.     

Telapak tangannya menggenggam alat vitalnya yang masih menegang keras, lalu mengarahkannya pada lubang anus hingga ujung kepala penis, bersentuhan dengan bibir anus. "Aak, Aak, Aaakh..." Jamal mendesah di tengah dorongan panggulnya. "Aaakh..." Cowok itu mendesah panjang saat seluruh batang penisnya, tenggelam masuk di lubang kenikmatan.     

Hal itu membuat mulut Rio meringis. Ia menggigit bibir bawah, sambil memejamkan mata merasakan nikmat, yang kini bercampur sedikit perih.     

"Aaagr..." Jamal mengerang, sambil menekan kuat bokongnya.     

Kemudian cowok itu membuka lebar paha kekernya menonjolkan pantatnya yang bulat, sambil membusungkan dada. Kedua telapak tangannya ia letakan di atas lutut Rio membuka lebar selangkangannya. "Aaakh... Aaakh... Aaakh... Aaakh..." Jamal mendorong kuat bokongnya, menggoyangkan pinggul, dengan gerakan yang erotis.     

Tenaga kuat yang terus ia keluarkan, membuat otot- otot pada tubuhnya, terlihat jelas.     

Cowok itu semakin terlihat memesona.     

Keringat dingin yang terus mengalir membasahi sekujur tubuh Jamal, membuat ia semakin terlihat menggairahkan, ditengah gerakan maju mundur pada bokongnya. "Aaakh... Hessst... Aaakh...Aaakh." Mulutnya tidak berhenti mengeluarkan desahan.     

"Aakh... Aakh... Aakh.... Aakh." Sodokan maju mundur yang bertenaga kuat membuat tubuh Rio terhentak- hentak, mengikuti sodokan Jamal. Mulut nya terbuka, membentuk huruf O. Serangan-serangan yang memberikan rasa nikmat dan sedikit sakit, membuat wajahnya terlihat memucat.     

"Aakh... Aakh... Aakh... Aakh." Ditengah desahannya sorot mata Rio menelusuri tubuh perkasa Jamal.     

Di mata Rio, Jamal semakin terlihat perkasa ketika sedang menggagahi dirinya. Tenaganya benar-benar sangat kuat. Hal itu juga menjadi salah satu alasan kenapa Rio akhirnya ikhlas, mengakui Jamal sebagai sumai, sedangkan ia sebagai istri.     

"Aaakh... Aaakh... pah..." panggil Rio di tengah desahannya. "Yang kuat, gue nggak tahan." Ucap Rio, sambil telapak tangannya meremas kuat kain sperei yang menutupi kasur.     

Panggilan 'pah' yang ia dengar barusan membuat senyumnya mengembang. Dorongan pada bokongnya semakin cepat tanpa jedah. "Aaakh, Aaakh, Aaakh, Aaakh, Aaakh." Desahannya juga semakin tidak terkontrol. Sorot matanya menatap wajah Rio yang sudah terlihat pucat, menahan nikmat.     

Ditengah goyangannya, kedua tangan Jamal meraih kedua betis Rio, lalu mengangkatnya. Meletakan kedua betis Rio di pundak kanan dan kirinya, kemudian Jamal memeluk erat paha Rio. Gerakan maju mundur dengan ritme yang cepat, ia lakukan berulang-ulang, sambil memandang wajah Rio yang sedang mendongak.     

"Aaaahk.... Aaakh... Aaakh..."     

"Ooogh... Ooogh... Ooogh...!"     

Suara desahan terdengar saling bersahutan selalu keluar pada tiap- tiap rasa nikmat yang mereka dapatkan.     

Jangan lupakan kedua kaki Rio yang masih menopang di pundak Jamal. Sedangkan Jamal, dengan erat memeluk kedua paha Rio.     

Beberapa menit berlalu, gerakkan Jamal semakin agresif tidak terkontrol. "Akh, Akh, Akh, Akh..." hingga tiba saatnya cowok itu mulai merasakan aliran dara yang mengalir deras membawa tanda- tanda klimaks menjalar ke seluruh tubuh, meresap di setiap persediaannya. "Akh, Akh, Akh, Yooo..." panggil Jamal di tengah desahannya. "Gue mau keluar..." sambil menguatkan pelukannya di kedua paha Rio.     

"Ooogh.... Ooogh.... Ooogh..." mendengar itu kepalanya mendongak, melihat batang penisnya yang sejak tadi menegang keras. "Bareng." Telapak tangannya meraih penisnya dalam genggaman, lalu mulai mengocoknya dengan gerakan cepat.     

"Aaakh, Aaakh, Aaakh. " ketika kenikmatan itu hampir mencapai puncak, sekujur tubuh Jamal mengejang.     

"Ooogh, Ooogh, Ooogh, Ooogh." Rasa yang sama juga dirasakan oleh Rio. Cowok itu mengejangkan kedua kakinya yang masih menopang di pundak kokoh milik Jamal.     

"Akh, Akh, Akh, Akh," Desiran desiran nikmat yang semakin dekat membuat Jamal menyerah, kedua kakinya mengejang kuat, setelahnya... "Aaaaaaaaaahkhh.." Jamal menekan kuat pinggulnya, menenggelamkan batang penisnya lebih dalam, hingga akhirnya "Aaakh..." Cairan kental dari penisnya, ia keluarkan di dalam lubang anus milik Rio. "Aaakh..." Cowok itu mendesah lemah, bersama ia telah mencapai pada puncak orgasme-- puncak kenikmatan yang luar biasa tiada tara.     

Bersamaan dengan itu Rio menambah kecepatan pada kocokkan penisnya, hingga akhirnya, "Aaakh... Aaakh..." Ia mendesah lemah merasakan nikmat yang tiada tara, saat cairan kental keluar memuncrat, berakhir berceceran di sekitar dada dan perutnya.     

Cowok itu terengah, ia mengatur pernapasan sambil merasakan hangat dari cairan kental yang bercecer di kulitnya. "Ooogh..." Nikmat dibagian lubang anus juga ia rasakan pada saat ujung kepala penis Jamal mencapai titik prostatnya.     

"Aaakh..." Jamal kembali mengerang, sambil menekan kuat bokongnya, mengularkan sisa- sisa cairan sperma yang menghasilkan nikmat. "Ooogh..." ia menghela napas, mengatur napasnya supaya stabil.     

Dalam keadaan penis masih berada di lubang anus, Jamal terdiam. Punggungnya yang masih bergerak naik turun, adalah bukti bahwa ia masih merasakan lelah.     

Sesaat kemudian cowok itu menurunkan kedua kaki Rio di atas kasur, lalu "Aaakh..." ia mendesah sambil mencabut penisnya dari lubang yang baru saja membawanya ke surga.     

Kemudian Jamal berjalan merangkak mendekati tubuh Rio, lalu menghamburkan tubuhnya di sampingnya. Deru napasnya masih terdengar memburu, belum stabil.     

Terlihat Rio baru saja selesai membersikan cairan sperma yang berceceran di tubuhnya menggunakan tisue basah. Kemudian ia beringsut ke tepi tempat tidur, mengambil segelas air mineral di atas meja kecil.     

"Minum..." perintah Rio sambil memberikan gelas itu kepada Jamal.     

Jamal mengulas senyum, kemudian ia beranjak dari tidurannya, duduk menyandar di kepala ranjang.     

Meraih gelas yang sudah terulur padanya, kemudian Jamal meneguknya, tidak sampai tandas. Cowok itu tahu, Rio juga pasti merasa kehausan setelah tenaganya terkuras habis.     

Setelah memberikan kembali gelas itu kepada Rio, Jamal menghela napas lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur.     

Bersamaan dengan itu terlihat Rio sedang meminum sisa air mineral. Cowok itu meletakan kembali gelas ke tempat semula, setelah air di dalam gelas sudah habis ia teguk.     

Masih dalam keadaan telanjang bulat, Rio mendekati Jamal lalu membaringkan tubuhnya, terlentang di sampingnya.     

Keduanya terdiam menatap langit-langit kamar. Rasa lelah yang masih tersisa membuat keduanya belum ingin membuka suara. Rasa lelah itu juga membuat mereka malas memakai kembali pakaiannya.     

Yah, Jamal dan Rio masih telanjang bulat.     

"Yoo..." panggil Jamal kemudian.     

Rio memiringkan tubuh ke arah suaminya, lalu meletakan pergelangannya di atas dada bidang milik Jamal.     

"Apa?" Rio menyahut, menatap wajah Jamal yang masih menghadap ke arah langit- langit.     

"Mulai sekarang, lu kalau manggil papa sama gue jangan cuma di depan anak- anak." Ucap Jamal. Telapak tanganya dengan lembut mengusap-usap pergelangan Rio yang masih menopang di dadanya. "Walaupun lagi berdua kayak gini, lu juga harus manggil gue papa."     

Rio tersenyum nyengir, "kenapa emangnya?" Kemudian kakinya menopang di atas kaki Jamal.     

"Lu sering keceplosan di depan anak-anak. Yah, buat kebaikan mereka juga." Jelas Jamal.     

Rio menghela napas. "Ia mulai sekarang gue biasain manggil lu papa. Tapi gue juga ada permintaan sama elu."     

Jamal menoleh ke arah Rio menatap wajahnya yang juga sedang menatapnya. "Apa?"     

"Kalau lagi diluar, lu harus inget panggil gue papi. Elu manggil gue moma kalau di rumah aja. Walaupun gue bisa hamil, tapi gue cowok, tampilan gue juga cowok." Rio menghela napas sebelum akhirnya ia melanjutkan. "Gue emang udah nggak malu kalau semua orang tau gue bisa hamil. Tapi gue malu kalau di panggil moma depan banyak orang."     

Pernyataan Rio membuat Jamal terkekeh, sambil menatap wajahnya. "Iya... papi.." goda Jamal. Setelahnya, ia melanjutkan kekehannya.     

"Dasar papa..." Rio mendengkus.     

Jamal semakin terbahak.     

Took... took...     

"Moma... moma... moma..."     

"Papi... papi.... papi... papi..."     

Terikan suara anak kecil dari arah pintu, membungkam gelak tawa Jamal. Kening keduanya berkerut, mendengarkan kembali teriakan yang dibarengi dengan ketukan pintu.     

"Papi... papi... papi..."     

"Moma.. moma.. moma..."     

"Cakra sama Anum bangun." Ucap Jamal.     

Kemudian kedua cowok yang masih telanjang bulat itu buru-buru beranjak dari tempat tidur. Dengan perasaan gugup mereka meloncat turun ke lantai, lalu mencari pakaian yang berceceran di sana. Setelah menemukan piyamanya masing-masing, dengan tergesa keduanya buru-buru memakinya.     

"Papi."     

"Moma."     

"Iya bentar." teriak Rio sambil menarik ke atas celananya. Setelahnya ia berjalan ke arah pintu, sambil mengaitkan satu-persatu kancing bajunya.     

Terlihat Jamal sudah berbaring kembali di atas tempat tidur, sedang menarik ke atas celananya.     

Langkah kaki Rio membawanya sampai di ambang pintu kamar. Remaja itu menghela napas sebelum akhirnya telapak tangannya meraih gagang pintu.     

Memutar gagang pintu tersebut, ia menariknya hingga pintu setengah terbuka.     

"Papi..."     

"Moma.."     

Rio merunduk, melihat kedua anaknya yang sudah berdiri di hadapannya. Ada dua baby siter, berdiri di belakang Cakra dan Anum.     

"Tuan, maafkan kami. Kami tidak bisa mendiamkan nona Anum dan tuan kecil Cakra." Jelas salah satu baby siter tersebut, berbicara menghela bahasa inggris.     

"Tadi nona Anum terbangun, dia menangis karena tidak melihat tuan Rio." Imbuh baby siter satunya. "Terus tuan kecil Cakra ikut terbangun, terganggu sama terikan nona Anum."     

Bersamaan dengan itu, Cakra dan Anum menyelonong masuk ke dalam kamar, tanpa permisi.     

"Maafkan kami tuan, kami sudah berusaha bujuk mereka." Salah satu baby siter mengangguk takut.     

"Yasudah, tidak apa-apa." Jelas Rio yang masih berdiri di balik pintu. "Biarkan mereka tidur di sini."     

"Maaf tuan." Sahut baby siter itu.     

"Tidak apa-apa, kalian kembali ke kamar kalian."     

"Baik tuan."     

Setelah mengangguk patuh, kedua baby siter itu memutar tubuh, lalu berjalan ke arah kamar. Bersamaan dengan itu, terdengar pintu kamar sudah tertutup, dan dikunci oleh majikannya.     

"Eh, ngomong-ngomong tuan Rio habis diapain ya, sama tuan Jamal." Ucap salah satu baby siter ditengah perjalanan mereka.     

"Mana aku tahu..." sahut baby siter satunya.     

"Tuan Rio berantakan sekali. Wajahnya juga kelihatan lelah. Pasti habis di obrak- abrik sama tuan Jamal."     

"Dasar," sahut teman baby siter yang bertanya barusan. "Kalau kata orang Indonesia, kamu kepo."     

Kedua baby siter itu terkekeh, lalu melanjutkan kembali perjalanan mereka.     

Sementara itu di dalam kamar, Rio sudah berdiri di tepi dipan. Ia melipat kedua tangannya di perut sambil melihat Jamal yang sedang mengusap- usap rambut Anum.     

Sedangkan Cakra ia sudah lelap tertidur di samping Anum sambil memeluk boneka berbentuk love, berwarna merah. Boneka itu hadiah dari Keysa pada saat bayi kembar itu merayakan ulang tahunnya yang ke dua.     

Jamal mengerut kan kening, melihat ikat rambut berhias boneka kecil masih mengikat di rambut Anum.     

Menarik ikat rambut tersebut, kemudian ia berikan kepada Rio yang langsung meletakkannya di atas meja.     

Setelah meletakan ikat rambut Anum, Rio menghela napas lalu menatap Jamal yang juga sedang menatap dirinya. Sesaat kemudian keduanya mendesis-- tertawa singkat.     

"Untung, udah selesai..." ucap Jamal.     

Rio tersenyum nyengir sambil naik ke atas tempat tidur-- membaringkan tubuhnya disamping Jamal, lantas memeluknya erat.     

"Pah..." panggil Rio kemudian.     

"Hem," sahut Jamal.     

"I love you."     

Jamal mengulas senyum, "I love you too so much, Mom."     

Rio mengeratkan pelukannya di tubuh kekar Jamal. Cowok itu mengulas senyum menatap Cakra dan Anum yang sudah terlelap dalam tidur.     

'Terimakasih Takdir.'     

-SELESAI-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.