Cowok Hamil

Spesial Chap {Dia ngambek}



Spesial Chap {Dia ngambek}

0Dengan perasaan kesal--dari arah dapur, Rio sedang berjalan menuju ke arah pintu ruang utama. Entah siapa orang diluar sana, yang sedang menekan bel secara berulang-ulang tanpa ada jeda, menghasilkan suara yang berisik.     

Yang membuat remaja merasa kesal, lantaran tidak ada satupun asisten rumah tangga, atau Baby siter yang mendengar suara bel tersebut.     

"Bentar!" Teriak Rio setelah ia sudah berada di dekat pintu utama. "Siapa sih? Nggak sabaran amat." Remaja itu misuh-misuh ditengah ia sedang membuka kunci sambil memutar handle pintunya.     

Grek!     

Rio mengerutkan kening setelah ia membuka pintu, lalu mendapati siapa pelaku yang sudah menekan bel secara berulang-ulang dan tidak sabar.     

Itu Jamal.     

"Lu udah pulang?" heran Rio menatap cowok berseragam putih abu-abu di depannya.     

Mengabaikan pertanyaan Rio, kemudian Jamal nyelonong masuk berjalan melewati Rio yang sedang menatapnya kesal.     

Rio mendengkus sambil menatap punggung Jamal. "Lu bolos ya...?" Tanyanya, lantas berjalan mengekor di belakang remaja yang sudah berstatus resmi menjadi suaminya. "Jamal!"     

Rio menghentikan perjalanannya, ia mematung menatap heran kepada laki-laki itu, yang tidak memberi merespon sama sekali.     

Menghela napas panjang, kemudian Rio memutar arah, menuju ke dapur guna melanjutkan niatnya yang akan membuatkan susu untuk Cakra dan juga Anum.     

Nanti malem juga nyosor lagi. Pikir Rio ditengah perjalanannya. Namun tidak bisa dipungkiri, sifat cuek Jamal barusan sedikit mengganggu pikirannya.     

~☆~     

Setelah menutup pintu kamar milik Cakra dan Anum, Jamal yang belum melepaskan seragam sekolahnya, berjalan mendekati ranjang bayi dimana ada dua anaknya sedang berbaring disana.     

Tiga orang Baby siter yang sedang mendapat shift untuk menjaga Cakra dan Anum, buru-buru beranjak dari duduk, saat mereka melihat tuan mudanya sedang berjalan mendekati mereka.     

Ketiga Baby siter tersebut berdiri saling berjajar sambil merunduk hormat begitu Jamal sudah berdiri di dekat ranjang bayi milik Cakra dan juga Anum.     

"Anak-anak gue udah dikasih susu belum?" Tanya Jamal kepada tiga Baby siter tersebut. Suaranya terdengar ketus.     

"Lagi dibuatkan susu sama tuan muda Rio, tuan," sahut salah seorang Baby siter.     

Untung saja mereka para Baby siter sudah lancar berbicara bahasa Indonesia. Sehingga mereka bisa langsung mengerti, dan menjawab pertanyaan Jamal.     

Walaupun sudah pintar, tapi Jamal belum bisa atau sulit berbicara menggunakan bahasa inggris. Jamal hanya pintar pada mata pelajaran lain. Bukan bahasa Inggris.     

"Lho... kok dia yang bikin?" Kesal Jamal sambil menatap satu persatu ketiga Baby siternya. "Kalian nyuruh dia?"     

"Maaf tuan, tadinya kami yang mau buatkan, tapi tuan Rio yang memaksa ingin membuat sendiri," jelas salah satu Baby siter.     

Rona takut tergambar jelas di wajah ketiga Baby siter tersebut.     

"Benar tuan!"     

Baby siter yang lain membantu temannya untuk meyakinkan Jamal.     

Bola mata Jamal melebar, menatap marah pada Baby siter tersebut. "Yah enggak bisa gitu dong!" Murka Jamal. "Emang kalian nggak bisa ngelarang dia?"     

Tiga Baby siter tersentak kaget.     

"T-Tapi tuan Rio yang memaksa," gugup salah seorang Baby siter.     

"Gue nggak peduli," serga Jamal. "Pokoknya gue nggak mau lagi liat dia kerja. Gue juga nggak mau ya, kalau dia sampe keluar keringet karena kecapean! Kalian di bayar! jangan malah manpaatin kebaikan tuan Rio! Bikin susu itu tugas kalian! Dia cuma ngawasin. ngerti!"     

"Maaf tuan." Ucap tiga orang Baby siter secara bersamaan.     

"Yaudah! Keluar dari kamar anak gue. Gue mau main sama mereka." Usir Jamal sambil telunjuknya menunjuk ke arah pintu kamar.     

Tiga Baby siter mengangguk patuh. "Baik tuan, maafkan kami."     

Dengan perasaan takut tiga perempuan berseragam sama itu, buru-buru berjalan ke arah pintu, meninggalkan tuan muda Jamal, Cakra dan juga Anum.     

Wajah Jamal berubah 180 derajat. Dari marah menjadi terlihat sangat bahagia, saat bola matanya melihat si mungil Cakra dan Anum sedang tersenyum ke arahnya.     

Senyum kedua bayi polos itu mampu melunakkan hati Jamal yang sedang dalam mode kesal.     

Jamal menjatuhkan lututnya, menyejajarkan tingginya dengan dua ranjang bayi, dimana ada Cakra dan Anum sedang berbaring disana. Senyumnya mengembang kala melihat Anum menatap dirinya, tangan mungilnya bergerak lincah, seolah seperti sedang mengajaknya berkomunikasi.     

Menggunakan punggung tangan, dengan lembut Jamal menyentuh wajah mungil milik Anum dan Cakra secara bergantian.     

Seperti biasa Cakra dan Anum selalu merespon sentuhan lembut dari punggung tantangan ayahnya. Seakan-akan kedua bayi mungil itu bisa merasakan kasih sayang dari orang yang sudah membuat mereka ada di dunia ini.     

"Tayangna tiapa ci ini?" Ucap Jamal dengan gaya bicara yang dibuat cadel. "Papa kangen cama kalian. Makanya papa nggak mau cekolah."     

Meskipun Cakra dan Anum belum bisa menjawab pertanyaan Jamal, dan hanya senyum-senyum saja, tapi Jamal tidak pernah bosan untuk selalu mengajak mereka berbicara, atau berinteraksi. Tawa kedua bayinya, membuat cowok itu terlihat sangat bahagia.     

"Oek..."     

Suara tangisan singkat yang keluar dari mulut mungil milik Anum, membuat Jamal sontak menjadi sedikit kebingungan.     

"Duh, kenapa tayang, lapel ya?" tanyaJamal sambil dengan lembut mengusap-usap kening Anum menggunakan telunjuknya.     

"Oe!"     

Jamal semakin bingung saat suara tangisan singkat juga keluar dari mulut Cakra. Hal serupa juga ia lakukan kepada putranya. Mengusap lembut keningnya, menggunakan ujung telunjuknya.     

"Cakla laper juga?"     

"Oe..."     

"Oe..."     

Jamal menggaruk kepalanya yang tidak gatal, saat Cakra dan Anum mengeluarkan suara tangisan secara bersamaan. Remaja itu mendongakkan kepala, melihat ke arah pintu untuk memastikan apakah Rio sudah datang dengan membawa susu atau belum.     

Jamal mendengkus saat tidak melihat Rio belum masuk ke kamar Cakra dan Anum. "Lama amat sih," gerutu cowok itu.     

"Oe..."     

"Oe..."     

Jamal beranjak dari duduknya, kemudian kedua telapak tangannya mengusap secara bersamaan kening Cakra dan juga Anum. Cowok itu sedang berusaha supaya kedua anaknya tenang, tidak melanjutkan tangisannya.     

"Sabar ya sayang, moma belum selesai bikin susunya." Cowok itu terlihat sangat sabar mendiamkan kedua bayinya.     

Sekedar informasi, jika sedang tidak ada Rio di dekat Cakra dan Anum, Jamal selalu menyebut kata 'moma' untuk memanggil Rio. Tujuannya tidak lain adalah, supaya kedua anaknya nanti, bisa memanggil Rio dengan sebutan 'moma' bukan papi seperti yang diinginkan oleh Rio.     

Tapi jika sedang bersama Rio, tentu saja Jamal tidak akan pernah berani menyebut 'moma' di hadapan Cakra dan Juga Anum. Meski dengan terpaksa, Jamal selalu menyebut kata papi.     

Grek!     

Suara pintu yang sedang dibuka oleh seseorang, membuat Jamal sontak menoleh ke arah pintu tersebut. Cowok itu menghembuskan napas lega, saat melihat Rio baru saja masuk ke dalam kamar, dengan membawa dua mangkuk bayi, berisi susu yang baru saja ia buat untuk kedua anaknya.     

Jamal buru-buru mengubah ekspresi wajahnya menjadi acuh tak acuh, atau cuek saat melihat Rio sedang berjalan ke arahnya. Remaja yang sudah menjadi ayah itu lantas buru-buru beranjak dari jongkoknya, berjalan ke arah sofa, mengabaikan Rio, ketika Rio sudah sampai pada ranjang bayi milik kedua anaknya.     

Rio hanya mengerutkan kening sambil menatapnya heran. Tidak peduli dengan sikap Jamal, remaja itu mulai mempersiapkan keperluan untuk menyuapi Cakra dan juga Anum.     

Sementara Jamal, terlihat sudah berbaring di atas sofa. Wajahnya yang cuek menatap layar ponsel yang baru saja ia ambil dari saku celana abu-abunya.     

"Jamal... lu kenapa bolos?" Tanya Rio ditengah ia sedang menyuapi Cakra.     

Jamal hanya diam, cowok itu sama sekali tidak merespon pertanyaan dari Rio. Bahkan untuk sekedar melirik pun Jamal merasa sangat malas. Ia lebih asik melihat foto-foto Cakra dan Anum pada layar HP-nya.     

"-bentar lagi ujian semester akhir, ntar lu nggak naik, kalau bolos terus." Lanjut Rio. Kali ini ia berbicara sambil melihat Jamal yang sedang berbaring sambil menatap layar HPnya. "Jamal lu budek ya?" kesal Rio lantaran tidak mendapat respon dari cowok itu. Yang ada, Jamal justru merubah posisi tidurnya menghadap sandaran sofa, memunggungi Rio.     

"Oe..."     

"Oe..."     

Suara tangisan dari Cakra dan Anum membuat Rio harus mengalihkan perhatiannya ke arah mereka. Wajahnya yang kesal berubah tersenyum manis, saat melihat mulut mungil milik Cakra dan Anum seperti sedang mengenyot sesuatu.     

"Duh laper ya anak papi," ucap Rio sambil menyuapi Cakra menggunakan sendok kecil khusus untuk bayi.     

Setelah memberikan beberapa suap susu untuk kedua anaknya, Rio kembali mengalihkan perhatiannya ke arah Jamal.     

Rio mendengkus kesal begitu melihat Jamal masih pada posisi semula. Tidur miring membelakangi dirinya.     

"Gue nggak mau tau ya Jamal, pokoknya lu harus naik. Lu harus masuk peringkat tiga besar."     

Lagi-lagi Jamal hanya diam. Ia lebih asik melihat foto-foto kedua anaknya, dan juga foto Rio yang pernah ia ambil secara diam-diam, pada saat Rio masih mengandung Cakra dan juga Anum.     

Melihat foto gendut Rio, Jamal mengusung senyum.     

Rio menghela napas, menatap kesal ayah dari dua anaknya. "Lu beneran budeg Jamal? lu nggak denger apa, kalau dari tadi gue ngomong ama elu?"     

Mengabaikan kata-kata Rio, Jamal membuang napas berat. Memasukkan HP ke dalam saku celana abu-abunya, kemudian cowok itu beranjak dari sofa, lalu berjalan ke arah pintu tanpa mempedulikan, atau menoleh ke arah Rio.     

Sementara Rio hanya mengerutkan kening. Pandangannya mengikuti perjalanan Jamal, dari sofa hingga sampai pada pintu kamar.     

Grek!     

Lagi, Rio menghela napas. "Kenapa sih tuh anak?" Heran remaja itu sambil menatap bingung ke arah pintu yang baru saja di tutup oleh Jamal.     

"Oe...!"     

"Oe...!"     

Rio tersentak sadar saat telinganya mendengar suara tangisan singkat dari mulut Cakra dan Anum.     

"Ulu-ulu masih laper ya... maapin papi cayang."     

Rio kembali memberikan susu untuk Cakra dan juga Anum, membuat kedua bayi itu kembali terdiam. Namun wajahnya terlihat datar, lantaran ia kepikiran dengan perubahan sikap Jamal hari ini.     

Selama ini Rio tidak pernah melihat Jamal diam, dan juga cuek kepadanya.     

Rio menghela napas panjang. Remaja itu terdiam sambil berpikir. Ternyata dicuekin sama Jamal, rasanya itu enggak enak banget ya? Tiba-tiba saja, hati Rio mendadak gelisah.     

~☆~     

Rio mendengkus kesal, selera makan malamnya mendadak hilang lantaran Jamal sejak tadi tidak mau membuka suaranya. Berulangkali remaja itu mencuri pandang, mencoba mencari perhatian Jamal, namun sayang Jamal terlihat sangat cuek, dan sama sekali tidak menghiraukan dirinya.     

Jamal lebih asik menikmati makan malamnya. Terlihat anteng, dan tidak melirik ke arah Rio sama sekali.     

"Ri..." panggil ibu Marta yang membuat Rio tersentak kaget. Wanita itu merasa heran lantaran menantunya hanya mengaduk- aduk makanan di piringnya, seperti tidak ada selera untuk menyantapnya. "Kamu nggak suka sama makanannya? Kok masih utuh gitu."     

"Eh, suka kok ma." Rio terpaksa memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya guna meyakinkan sang ibu mertua bahwa ia menyukai makanannya.     

"Kalau kamu nggak suka, biar dibuatin lagi sama bibi," usul ibu Marta.     

"Jangan Mah," tolak Rio. "Aku suka kok."     

Rio melirik ke arah Jamal, berharap kata-kata ibu Marta bisa memancing Jamal untuk memperhatikan dirinya. Namun sayang, Rio harus menelan rasa kecewa lantaran cowok itu masih saja tak acuh.     

"Apa kamu lagi sakit?" Tanya ibu Marta kemudian.     

Rio fokus menatap ibu mertuanya. "Enggak kok, mah."     

Kata sakit dari mulut ibu Marta menjadi harapan Rio supaya bisa menggerakkan hati Jamal, lalu menoleh ke arahnya, kemudian marah-marah seperti biasanya. Namun sayang, lagi-lagi Rio harus menelan rasa kecewa, lantaran Jamal masih saja diam, bergeming.     

Rio menghela napas panjang, namun lembut. "Lu kenapa sih, Mal?" Galau Rio di dalam hatinya.     

Beberapa menit kemudian, terlihat Jamal mengambil segelas air mineral yang ada di hadapannya. Setelah meneguk nya hingga tandas, Jamal beranjak dari kursinya.     

"Dihabisin makannya. Afkar." ucap Jamal yang sedikit membuat bibir Rio tersenyum, namun detik itu juga senyumnya langsung memudar lantaran sempat mengira, Jamal sedang menyuruh dirinya.     

"-kakak tunggu di kamar, kita belajar bareng. Kita harus belajar yang rajin, bentar lagi semesteran," lanjut Jamal.     

Jamal mengacak-acak rambut Afkar, kemudian ia berjalan melenggang ke arah kamar, masih dalam mode cuek, mengabaikan Rio. Bahkan untuk sekedar melirikpun enggan.     

"Iya kak," sahut Afkar dengan mulut yang masih dipenuhi makanan.     

Rio mendengkus kesal, hati dan perasaannya kembali gelisah tidak karuan. Jamal terlihat ramah kepada Afkar, tapi kenapa begitu cuek padanya. Bukan cemburu, sama sekali tidak. Remaja itu hanya heran, kenapa Jamal bisa berubah sangat drastis padanya.     

"Kamu lagi marahan sama Jamal, Ri?" Tegur ibu Marta yang peka dengan sikap Rio dan Jamal.     

Rio tersentak kaget, lantas fokus menatap ke ibu Mertua. "Enggak kok, Mah." Rio tidak berbohong. Yah, ia memang tidak sedang marah dengan Jamal.     

Tapi Jamal?     

Lagi, Rio menghela napas namun lembut agar tidak diketahui oleh mertuanya, kalau ia sedang gelisah.     

"Kirain lagi berantem," ucap ibu Marta.     

"Berantem wajar Mah, namanya rumah tangga," sahut pak Tama.     

Rio tersenyum kecut, menatap kedua mertuanya secara bergantian.     

"Mama tau, tapi kalau ribut terus enggak wajar."     

Rio hanya terdiam. Meski sorot mata fokus pada pak Tama dan ibu Marta, tapi hati dan pikirannya sedang dipenuhi oleh sosok Jamal. Sikap Jamal hari ini padanya, sukses membuat remaja Rio bertanya-tanya, bahkan kehilangan gairah.     

Rio sama sekali tidak menyangka, ternyata dicuekin sama Jamal, rasanya benar-benar sangat tidak enak. Baru satu hari saja, sudah membuat ia merasa tidak nyaman. Rasanya lebih baik dimarah seperti biasanya, daripada harus didiamkan seperti ini.     

Lagi, Rio menghela napas lembut. "Lu kenapa si, Jamal," gemasnya, dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.