Cowok Hamil

Mengkhawatirkan dia



Mengkhawatirkan dia

0Secara perlahan, sedikit demi sedikit, Rio berusaha membuka kelopak matanya. Hingga mata sedikit terbuka, semuanya terlihat samar-samar pada penglihatannya. Ia bisa melihat beberapa wajah yang sedang menatap dirinya, namun semuanya terlihat buram. Rio tidak bisa melihat dengan jelas siapa-siapa saja orang yang tengah berdiri di dekatnya.     

Berulang kali Rio mengerjapkan mata, berusaha supaya penglihatannya kembali normal. Perlahan tapi pasti hingga akhirnya bola mata Rio terbuka sempurna, hingga ia mampu melihat dengan jelas wajah-wajah yang sedang menatapnya, cemas.     

"G-gue di mana?" bingung Rio, sambil mengedarkan pandangannya di sekitar tempat ia berbaring. Suaranya juga terdengar sangat lemah.     

Menggunakan ibu jarinya, ibu Marta menyeka air mata yang sejak tadi mengalir tanpa mau dibendung lagi. Bibirnya yang sejak tadi mengeluarkan suara tangisan, akhirnya bisa tersenyum bahagia bercampur haru, saat melihat menantu kesayangannya sudah tersadar.     

"Kamu di klinik nya dokter Mirna sayang," beritahu ibu Marta di tengah isakkan yang masih tersisa. Dengan lembut telapak tangannya mengusap kening menantunya. Setelah itu kecupan penuh kasih ia berikan di pipi sebelah kanan milik Rio. "Syukurlah, kamu baik-baik aja Ri. Kamu sudah aman sekarang."     

Rio tersenyum namun sangat tipis, dan hampir tidak terlihat. Ia menoleh ke sebelah kiri, lalu melihat wanita yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan. "Ibu..." panggil Rio saat ia melihat ibu Hartati sedang terisak, seperti tidak mampu berkata apapun.     

Detik selanjutnya, Ibu Hartati menghamburkan tubuh, memeluk erat dada Rio sambil menghujani pipi kiri Rio dengan ciuman, sebagai bentuk rasa bahagia yang tidak mampu ia ungkapkan. Hanya suara isak tangis yang bisa ia keluarkan dari mulutnya.     

"Jamal mana?" Tanya Rio ditengah ciuman yang dilakukan oleh ibu Hartati. Air matanya langsung lolos begitu saja saat dirinya, tiba-tiba teringat sosok Jamal.     

Terakhir Rio melihat Jamal dengan kondisi yang sudah babak belur sedang dihajar oleh beberapa orang. Setelah masuk ke dalam kamar, Rio hanya bisa mendengar teriakan Jamal, tanpa bisa melihat keadaannya.     

Tiba-tiba saja hati dan perasaannya jadi mengkhawatirkan keadaan Jamal. Bagaimana tidak? Di hajar oleh lima orang, mungkin hanya keajaiban yang mampu menyelamatkannya.     

"Jamal mana mah?" Ulang Rio lantaran belum ada yang memberitahu bagaimana keadaan Jamal saat ini.     

"Sudah kamu tenang saja, Jamal tidak apa-apa." Dengan lembut ibu Marta mengusap puncak kepala Rio.     

Meski lega mendengar kabar baik tentang Jamal, tapi ia masih merasa khawatir lantaran belum bisa langsung melihat dengan mata kepalanya sendiri. "Aku mau liat Jamal, mah." Menggunakan punggung tangan, Rio menyeka air mata yang masih mengalir di pipinya.     

"Jems masih dirawat di rumah sakit, Ri," ucap ibu Hartati sambil membantu Rio mengusap air mata di pipinya. "Kamu tenang aja, Jamal udah ditangani sama dokter terbaik. Dia uda baikkan sekarang."     

"Iya, Jamal enggak apa-apa kok," Imbuh Ibu Marta memperkuat ucapan ibu Hartati. "Tenangin diri kamu dulu. Soalnya kamu sama bayi di dalam perut kamu masih perlu perawatan khusus."     

Astaga, terlalu mengkhawatirkan Jamal, membuat Rio sedikit melupakan dua bayi yang masih berada di dalam perutnya. Ia buru-buru memegang perutnya yang masih gendut, lalu mengusap-usapnya pelan. "Bayi saya baik- baik aja kan mah?"     

"Kata dokter Mirna, kamu bisa menjaga bayi kamu dengan baik. Kandungan kamu aman. Cuma kamu harus banyak istirahat. Soalnya kejadian yang menimpa kamu juga berpengaruh sama kandungan kamu."     

Penjelasan ibu Marta membuat Rio jadi teringat akan kejadian yang sudah menimpa dirinya. Mengingat hal itu membuat bola matanya kembali berkaca, lalu air mata itu kembali turun. Tangisan yang ia tahan, membuat bibirnya terlihat bergetar. Baru kali ini Rio benar-benar merasa takut, dan juga lemah.     

"Sudah Ri, jangan di inget lagi." Ucap ibu Hartati yang peka dengan perasaan anaknya. Menggunakan ibu jari ia kembali membantu Rio menyeka air mata di bawah pelupuk matanya. "Yang penting, sekarang kamu selamat, kandungan kamu aman, terus Jems juga baik-baik aja."     

Tiba-tiba saja, kening Rio berkerut, sepertinya ia sudah melupakan sesuatu. Yah, Rio tidak tahu siapa yang sudah menolongnya hingga sampai membawa ia ke klinik dokter Mirna. Yang ia ingat saat itu, ia bersembunyi di dalam kamar, lalu terduduk pingsan. Pada saat membuka mata, tiba-tiba saja ia sudah berbaring di klinik dokter Mirna, sudah ada ibu Marta dan ibu Hartati di dekatnya. Ia tidak bisa mengingat bagaimana kronologi kenapa ia bisa sampai di tempat tersebut dengan selamat.     

Apa mungkin Jamal mampu melumpuhkan lima orang penjahat itu?     

Sepertinya sangat tidak mungkin.     

"Ada orang baik yang udah nolongin kalian," ucap ibu Marta seolah bisa membaca apa yang sedang dipikirkan oleh Rio.     

"Orang baik?" Heran Rio. Keningnya berkerut menatap ibu Marta.     

Ibu Marta tersenyum simpul, kemudian ia memutar tubuh, memanggil seorang remaja putri yang tengah duduk di sofa.     

"Kiki... kemari sayang," panggil ibu Marta, yang sukses membuat Rio sontak terkejut.     

Kiki? Teman sekolah Rio? Apa itu artinya Kiki sudah tahu tentang kehamilannya. Lalu setelah Kiki siapa lagi? Rio menelan ludahnya susah payah. Ia benar-benar merasa sangat khawatir.     

"Tenang Ri, semua baik-baik aja kok." Ucap ibu Hartati. Wanita itu peka dengan apa yang sedang ditakutkan oleh anaknya. "Aman nggak ada yang tau kalau kamu hamil."     

"Hi, Ri." Kiki tersenyum simpul, menatap Rio yang juga sedang menatapnya bingung. Meski sebenarnya Kiki masih shock lantaran belum percaya dengan kehamilan Rio, namun ia berusaha untuk tenang. "Jangan khawatir Ri, selain gue nggak ada yang tau kok, kalau lu hamil. Tapi yang penting sekarang, lu udah aman."     

Sepertinya Kiki juga bisa membaca apa yang ada dipikiran Rio. Sehingga ia langsung memberitahu Rio bahwa semua aman-aman saja.     

"-Polisi juga nggak liat elu, mereka taunya Jems yang akan jadi korban pelecehan. Kebetulan waktu kejadian lu lagi ada di kamar. Jadi setau polisi cuma ada Jems." Lanjut Kiki menjelaskan kronologis saat Rio pingsan di dalam kamar. "Setelah polisi nangkep orang-orang itu, gue sama Jems langsung ke kamar buat liat keadaan elu."     

"Trus kenapa harus elu?" heran Rio.     

Kiki menghela napas panjang sebelum akhirnya ia menjelaskan semua kebingungan Rio. Ia juga memberitahu Rio kalau salah satu diantara orang jahat itu adalah pacarnya, atau lebih tepatnya orang yang sudah dijodohkan oleh orang tuanya, karena hutang.     

Kiki memang tidak pernah menyukai Tegar. Selain dari wajahnya yang buruk, ditambah dengan kelakuannya yang lebih jahat kepadanya.     

"-maafin gue ya Ri, gara-gara gue lu harus ngalamain musibah kayak gini." Menggunakan ibu jarinya Kiki menyeka bulir-bulir air yang akan menetes di pipinya. Entahlah, melihat keadaan Rio dan Jamal yang babak belur, ia merasa sangat bersalah. "Gue terpaksa lapor polisi, soalnya gue takut terjadi sama apa-apa sama lu."     

Rio tersenyum simpul, "thank's ya, Ki."     

Wajah Rio terlihat salah tingkah, melihat Kiki tersenyum sambil melihat perut gendutnya. Ia belum siap, dan bahkan mungkin tidak akan siap sampai kapan pun, jika kehamilannya diketahui oleh orang lain. Apalagi orang yang sudah menghamili dirinya adalah Jamal, musuhnya di sekolah.     

Di hadapan Kiki, Rio tidak mampu menyembunyikan rasa gugupnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.