Cowok Hamil

Kenapa harus gue yang Hamil



Kenapa harus gue yang Hamil

0Rio membuang napas gusar setelah ia melihat beberpa foto lama yang ia simpan pada galeri HP-nya. Melihat foto dirinya barusan, lantas membuat Rio merunduk, memperhatikan tubuhnya sendiri.     

Lagi, Rio menghela napas gusar. Ternyata bentuk tubuhnya yang sekarang tidak sebagus pada saat ia belum hamil dulu. Remaja itu merasa tubuhnya terlihat aneh.     

Dengan wajah murung Rio memasukan Hp kedalam saku seragamnya, lebih tepatnya seragam milik Jamal yang ia pinjam.     

Akhirnya meski berawal dari terpaksa, namun Rio mulai terbiasa memakai seragam milik Jamal yang ukuranya sedikit lebih besar. Mau bagaimana lagi? bajunya sudah benar-benar sempit sekarang. Tapi ada untungnya juga Rio memakai seragam Jamal, setidaknya bisa menutupi kehamilannya untuk sementara waktu.     

Menarik napas dalam-dalam kemudian Rio hembuskan secara perlahan. Pandangan Rio menebar ke penjuru ruang kelas, melihat beberapa teman-teman yang sedang berkumpul menunggu jam masuk yang tinggal beberapa menit lagi.     

Melihat ruang kelas dan beberapa teman-temannya, wajah Rio berubah murung. Rasanya benar-benar sedih. Bagaimana tidak sedih? hari ini adalah hari terakhir dimana Rio masuk sekolah. Remaja itu akan libur dalam waktu yang cukup lama. Atau bisa jadi Rio tidak akan pernah lagi kembali ke SMA global untuk selama-lamanya. Artinya ia juga tidak bisa lagi melihat teman-teman sekolahnya. Sedih pasti.     

Setelah berkonsultasi dengan ibu mertuanya--ibu Marta, akhirnya Rio dilarang ke sekolah, lalu memutuskan untuk memulai liburnya hari ini. Mau bagaimana lagi? Semakin hari, perut Rio pasti akan semakin membesar. Jadi kalau tidak segera mengambil keputusan, Rio khawatir teman-temannya akan curiga bahwa dirinya, tengah mengandung. Tentu saja Rio sangat tidak menginginkan hal itu sampai terjadi. Tidak perlu ditanya alsannya kenapa. Laki-laki hamil? Sekedar membayangkan saja remaja itu tidak berani.     

Berulangkali Rio menghela napas untuk mengusir banyak rasa yang tidak enak, sedang berkumpul menjadi satu di dadanya--menghasilkan rasa yang sangat menyesakkan.     

Lagi, Rio menatap satu persatu teman-temannya sampai ia merasa puas. Karena nantinya ia pasti akan merasa sangat rindu, bahkan kehilangan mereka.     

Tiba-tiba tatapan mata Rio berhenti pada sosok Samsul yang memang masih satu kelas dengannya.     

Rio mengulas senyum, namun sangat tipis dan hampir tidak terlihat, saat melihat tingkah Samsul sedang di goda oleh teman-teman sekelasnya.     

Untuk sekedar hiburan teman-teman Rio memang suka sekali menggoda Samsul sebelum jam pelajaran dimulai.     

Menarik sebelah ujung bibirnya, Rio tersenyum menceng, lalu tertawa singkat. Ia merasa geli melihat tingkah Samsul yang merasa paling cantik sedunia.     

Duduk bersilang di atas meja, lalu dikerumuni beberapa temen cowok, membuat Samsul merasa seperti seorang princes.     

Tertarik dengan apa yang ia lihat, Rio beranjak dari bangkunya, lalu berjalan mendekati Samsul dan teman-temannya.     

"Lagi bahas apaan? seru amat."     

Rio menarik bangku terdekat, lalu duduk memeluk sandaran kursi, di sekitar teman-temannya. Pandangannya fokus ke arah Samsul.     

"Biasa tuh, kembaran mimi peri, lagi ngebanyol. Lagi ngasih ilmu ama kita-kita," Jawab Novel yang kebetulan duduk di dekat Rio.     

"Eh, apa lu bilang? Gue kembaran mimi peri? Enak aja!" Protes Samsul saat kupingnya mendengar kalau ia di samakan dengan mimi peri. "Dia itu cuma peri ya, kalo gue kan bidadari. Level gue sepuluh tingkat di atas dia. Dia cuma tujuh kali syantik kalo gue tujuh puluh kali lebih syantik!" Samsul memalingkan wajah sambil mengibaskan rambut pendeknya.     

"Iya-iya, jangan ngambek bidadari," bujuk salah seorang cowok yang kebetulan duduk di dekat Samsul. "Dah buruan cerita lagi."     

Pujian cowok itu sukses membuat rona wajah Samsul bersemu merah. "Lu bisa aja bikin gue seneng," ucap Samsul sambil mencubit gemes pipi cowok tersebut--yang dicubit mengerenyit sambil menjauhkan wajahnya.     

"Tuh kan sampe mana tadi? Gue lupa..." ucap Samsul setelahnya.     

"Sampe bot ama top. Lu belum jawab pertanyaan kita apa itu bot apa itu top." Sergah salah seroang sisawa mengingatkan Samsul.     

"Oh iya gue lupa!" Samsul mengatur posisi duduknya, meletakan kedua telapak tangan di atas lututnya. Bergaya bak prmbawa acara wanita.     

Terlihat Rio hanya diam, sambil menatap bingung satu persatu teman-temannya. Meski apa yang dikatakan Samsul ia yakin sangat tidak bermanfaat, tapi setidaknya bisa menghibur hatinya yang sedang sedih. Ia mulai fokus mendengarkan Samsul berbicara dengan gayanya yang seperti miss universe saat sedang menjawab pertanyaan.     

"Gue jawab simple aja deh ya, bot itu yang jadi perempuan, kalo top itu yang laki-laki. Jadi si bot itu di tusuk sama si topnya." Jelas Samsul sambil menatap kepada teman-temannya satu persatu. Berharap salah satu dari mereka ada yang berminat menjadi top untuknya.     

"Sul, emang yang ditusuk itu apanya? Bot kan nggak punya lubang?" Tanya seroang siswa.     

"Kata siapa bot nggak punya lubang?" Serga Samsul kemudian ia memukul bokongnya sendiri seraya berkata, "ini apaan kalo bukan lobang?"     

Gelak tawa langsung memeriahkan susana ruang kelas, mengundang perhatian beberapa siswa dan siswi lain, membuat mereka ingin ikut berkumpul bersama mereka.     

"Emang enggak keluar eek nya?" Celetuk salah seorang siswa, kemudian ia kembali tergelak. Di susul oleh temannya yang lain.     

Sementara Rio hanya tersenyum simpul, wajahnya terlihat datar.     

Mendengar itu Samsul mendengkus kesal, sambil memutar bola matanya. Rasanya malas sekali Samsul menjawab pertanyaan itu.     

"Oh iya Sul, kalo lu sendiri bot apa top?"     

Pertanyaan itu membuat Samsul kembali memutar bola matanya malas, ia menatap kesal pada siswa yang barusan bertanya, sambil berkacak pinggang. "Lu nggak nyadar apa gue cantiknya kayak apa? Masak cantik-cantik kayak gini gue jadi top! Ya gue bot lah...!" Aku Samsul dengan bangganya.     

"Berarti lu sering di tusuk dong, Sul?" Ucap siswa yang lainya.     

"Kepo deh lu?" Kesal Samsul. "Tapi kalo lu mau coba nusuk gue nggak apa-apa gue ikhlas kok." Sorot mata Samsul menatap cowok tersebut dengan tatapan genit yang menggoda.     

Sementara yang ditatap mengkerutkan wajah sambil bergidik merinding. "Makasih deh Sul, gue masih punya tangan..." ucapnya sambil menunjukkan telapak tangannya ke arah Samsul.     

"Apa enaknya pake tangan coba? Punya gue lebih menggigit." Samsul menatap iri pada telapak tangan cowok tersebut. Beruntung sekali jadi telapak tangannya. Pikir Samsul.     

"Ati-ati ya Sul, jangan keseringan ditusuk! Bunting tau rasa!" Sinis salah seorang siswi yang ikutan bergabung bersama mereka.     

Pertanyaan siswi barusan membuat Rio merasa tertohok, tapi pertanyaan itu juga menarik perhatian Rio. Pertanyaan yang sebenarnya mewakili dirinya. Namun ia tidak akan mungkin mengutarakan nya. Karena bagaimanapun Samsul tetap laki-laki, jadi apa mungkin bisa hamil sama seperti dirinya.     

Sebagai anak IPA Rio sangat yakin bahawa tidak ada teori yang menyatakan kalau laki-laki bisa hamil atau mengandung. Ia juga pernah dengan tegas menjelaskan hal itu kepada guru dan juga teman-temannya. Namun sayang, keyakinannya itu kini pudar, bahkan menghilang setelah ia sendiri yang mengalami kehamilan.     

"Itu lah istimewanya gue, kaum bot, mau ditusuk berapa kali juga gue nggak akan pernah hamil," Samsul menarik kebelakang seragamnya supaya terlihat ketat, lalu menujukkan kepada teman-teman perutnya yang terlihat ramping. "Nih buktinya perut gue kempes walapun udah sering ditusuk sama cowok, tapi tetep aman. Padahal gue pingin banget bisa hamil..."     

Bola mata Rio menatap iri ke arah perut Samsul yang sangat kempes. Padahal barus saja Samsul mengatakan sudah sering ditusuk, tapi kenapa tidak hamil? Sementara ia yang baru sekali melakukannya dengan Jamal bisa langsung hamil.     

Kenapa harus dia yang hamil? Padahal ia sama sekali tidak pernah membayangkan atau menginginkan kehamilan itu. Semantara Samsul yang sangat berharap bisa hamil tapi malah tidak pernah hamil.     

Takdir terlalu kejam padanya. Rio menyalahkan takdir yang menurutnya tidak berlaku adil kepada dirinya.     

Biasanya apa yang kita inginkan memang belum tentu baik untuk kita, sementara yang tidak kita ingin, malah akan membawa kebaikan untuk kita. Takdir lebih tahu mana yang baik untuk kita.     

Mungkin juga takdir lebih percaya kepada Rio dari pada Samsul. Itu sebabnya takdir lebih memilih perut Rio untuk di anugerahi bayi dari pada perut Samsul.     

"-kalian lupa sama penjelasan Rio yang menyatakan kalo laki-laki itu nggak bisa hamil." Lanjut Samsul yang membuat Rio tersentak dan merasa tertohok.     

Rio mengerutkan keningnya sambil menatap satu persatu satu teman-temannya yang juga sedang menatap dirinya. Tanpa sadar telapak tangannya memegangi perutnya sendiri.     

"Makanya ni, cowok-cowok, gue kasih tau..." kata-kata Samsul membuat teman-temannya kembali fokus menatap dirinya.     

Hal itu juga membuat Rio bisa membuang napas legah, lantaran sudah tidak diperhatikan lagi oleh teman-temannya.     

"Jadi kalian nih kalo mau belajar, atau mau coba-coba mending ama gue aja, anti hamil!" ucap Samsul penuh semangat. "Kalo ama cewek, nanti hamil gimana? Kalian sendirikan yang bingung. Kalau ama gue kan, udah enak nggak akan jadi anak..."     

"Makasih ya Sul, kalo gue nunggu mahluk wanita punah baru gue mau ama lu..." ucap Novel kemudian.     

"Biar cewek punah juga gue mending ama tangan gue deh..." imbuh teman yang lain.     

"Sory Sul, nanti benda pusaka gue yang paling berharga kena eek lu, kan bahaya...."     

"Habis lebaran monyet aja ya Sul..."     

Gelak tawa kembali terdengar, susasan ruang kelas berubah menjadi seperti pasar saat berbagaimacam alasan penolakan ditujukan kepada Samsul.     

Sementara Samsul hanya menatap kesal, satu persatu teman-temannya.     

"Woy...! Jems sama gang nya mau berantem sama anak SMA nasional!"     

Teriakan seorang siswa dari ambang pintu mampu membungkam gelak tawa di ruang kelas Rio. Termasuk Rio. Teriakan itu membuat debaran yang tidak menentu sedang berdenyut di dadanya.     

"Masa sih? Di mana?" Tanya salah seorang siswa.     

"Di seberang jalan..."     

Beberapa siswa langsung beranjak dari duduknya, kemudian berlari ke arah pintu. Mereka ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi.     

Begitupun dengan Rio, ia juga merasa penasaran. Walapun ia tidak pernah akur, akan tetapi jauh di dalam sana ia merasa cemas. Tanpa disadari, ia juga tidak menginginkan hal buruk terjadi pada ayah dari anak yang sedang ia kandung.     

"Bego! Ngapain berantem segala... orang nggak punya otak emang gitu. Bisanya ngandelin tenaga doang. Mau jadi jagoan?" Rio mengomel di dalam hati sambil berjalan keluar kelas. Wajahnya terlihat panik.     

Terlihat Samsul langsung melompat dari atas meja, tempat dimana ia duduk barusan. Ia berlari keluar kelas seraya berteriak. "Omegat... pangeran gue mau berantem...!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.