Cowok Hamil

SMA Nasional dan Preman



SMA Nasional dan Preman

0"Serius nih, kita enggak bawa senjata apa-apa?" Tanya Tegar kepada salah seorang preman. "Buat jaga-jaga atau sekedar nakut-nakutin mungkin?"     

"Halah, nggak perlu, lagian yang mau kita adepin cuma ceceunguk doang, kan?" Sahut laki-laki itu dengan nada meremehkan. Pria berpakaian berandalan itu lalu menatap satu persatu teman-temannya yang berpakaian sama seperti dirinya. "Liat anggota gue tu anak juga pasti ketakutan."     

Tegar mengangguk-anggukkan kepala, tanda setuju dengan preman itu. "Oke kalau gitu."     

Tegar membuka tas gendong miliknya. Dari dalam tas itu, remaja itu mengambil amplop berwarna cokelat, berisi sejumlah uang.     

"Nih bayaran buat kalian," ucap tegar sambil memberikam amplop tersebut kepada pemimpin preman tersebut. "Kalau kalian bisa bikin Jems babak belur, kalau perlu masuk rumah sakit, bakal gue tambahin."     

Senyum pria itu menyeringai, menatap amplop yang terulur padanya. Melihat ketebalan amplop, pria itu membayangkan berapa banyak jumlah angkanya. "Siap bos," pria itu mengambil amplop dari tangan tegar, lalu ia masukan ke dalam kantung celana jeans bagian belakang.     

"Kapan kita berangkat ke sana, bos?" Celetuk salah satu anak buah preman tersebut. "Udah nggak sabar nih gue, mau bikin anak itu babak belur," ucapnya sambil meremas kuat jemarinya, membentuk kepalan, lalu ia gunakan untuk memukul telapak tangan yang satunya.     

"Sabar nunggu temen gue yang satunya."     

"Gar lu yakin kita bakal nyerang anak SMA Global?" Ucap salah satu teman sekolah Tegar.     

"Kurang yakin apa lagi? Gue udah bayar orang." Sorot matanya menatap tajam, namun kosong. "Gue nggak bisa tenang, kalau si Jems itu belum mampus." Nada suaranya penuh penekanan dan juga dendam.     

"Yang mau kita habisin cuma satu orang kan?" Tanya salah seorang berseragam sekolah dengan identitas SMA Nasional. Remaja itu lantas menoleh ke belakang, melihat beberapa teman berseragam, sama seperti dirinya. "Harus ya, bawa banyak pasukan. Gue rasa mereka udah cukup buat nakut-nakutin si Jems itu." Yang di maksud mereka oleh remaja itu adalah; bebeapa preman yang baru saja dibayar oleh Tegar.     

"Jangan berpikir kalau gue takut sama si Jems. Gue bawa mereka sama ngajak kalian itu buat jaga-jaga. Gue yakin, anak model Jems pasti punya banayak temen. Kita juga mau nyerang ke SMA Global, gue yakin kalau kita nyerang salah satu anak SMA Global, yang lain pasti bakal ikut-ikutan." Tegar menatap selidik ke arah remaja itu. "Apa lu takut? Atau lu mau gue keluarin dari gank?"     

"Bukan gitu Gar," sergah remaja itu. "Takutnya tu anak malah jadi besar kepala?"     

"Gue nggak peduli!" Tegas tegar.     

Remaja itu mengangguk-anggukan kepalanya. "Yaudah gue siap bantu elu."     

"Bagus!" Tegar menatap preman yang baru saja menerima uang darinya. "Kita cabut sekarang aja, temen gue biar nusul entar."     

"Oke siap!" Balas preman itu.     

Tegar berjalan keluar markas, diikuti beberapa remaja berseragam SMA dan beberapa preman yang lain. Remaja itu masuk kedalam mobil, membawa pria-pria berpakaian preman.     

Sedangkan beberapa rombongan anak berseragam SMA menaiki motornya masing-masing, saling membonceng.     

Sesaat kemudian mobil sedan yang dikendarai Tegar, bergerak maju meninggalkan halaman markas, melewati jalan kota. Beberapa rombongan bermotor, mengikutinya dari belakang.     

~☆~     

Ramai seperti pasar, atau bahkan terminal. Itu adalah tempat yang cocok menjadi perumpuan untuk kelas X-Z, kelas dimana Jamal belajar.     

Jamal memang terkenal paling nakal, jadi wajar kalau murid-murid yang berada satu kelas dengannya, tidak jauh berbeda sifatnya seperti Jamal.     

Tidak hanya gaya pakaian mereka yang tidak rapih. Bangku sengkolah juga terlihat berantakan. Kalau belum ada guru mapel, mereka duduk dimana saja sesuka hati.     

Termasuk dengan Jamaludin. Remaja itu saat ini sedang duduk di atas meja, entah milik siapa? Bersama beberapa teman yang lainnya.     

"Jems, perasaan gue peratiin lu sekarang beda ya."     

Jamal menoleh ke arah remaja tersebut, "beda apanya?"     

Manik mata remaja itu menelusuri tubuh Jamal, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Beberapa saat kemudian keningnya berkerut lantaran tidak bisa menjelaskan perbedaan yang ada pada diri remaja Jamal.     

"Pokoknya beda lah," ucap remaja itu. "Penglihatan gue sih. Menurut kalian giman?" Remaja itu bertanya pada teman-teman yang lainya.     

"Nggak ada yang beda."     

"Jems ya Jems." Imbuh teman yang lainnya. "Dari dulu ya begini. Kalau beda bukan Jems namanya."     

"Lu detail amat meratiin Jems," remaja itu menatap selidik. "Lu suka batang?" Ceplosnya kemudian.     

Candaan remaja itu, mengundang gelak tawa, membuat suasana yang ramai seperti terminal, kini berubah menjadi seperti medan perang.     

Namun, ditengah gelak tawa yang tengah terjadi, Jamal terdiam. Remaja itu memikirkan kata-kata yang baru saja diungkapkan oleh salah satu temannya. Tanpa diketahui oleh teman-temannya, Jamal merunduk memperhatikan dirinya sendiri.     

"Apa karena gue udah mau punya anak ya? Makanya gue beda?" Tentu saja kalimat itu hanya berani diungkapkan di dalam hati oleh Jamal. Namun siapa sangka, ternyata perasaan bangga muncul pada diri Jamal, hingga membuat bibirnya melengkung, membentuk sebuah senyuman.     

"Jems!"     

Teriakan seorang siswa dari ambang pintu kelas, membuat gelak tawa para murid terbungkam, mengubah suasana menjadi tenang. Jamal dan beberapa murid yang lain menoleh ke arah datangnya sumber suara tersebut.     

Jamal mengerutkan kening, melihat salah satu anggota gank terlihat seperti ketakutan, dengan napas terengah seperti habis lari seratus meter.     

Tanpa permisi, remaja yang diketahui bernama Catur, masuk ke ruang kelas, berjalan mendekati Jamal.     

"Ada apa Tur?" Tanya Jamal begitu Catur sudah berdiri di hadapannya. "Habis dikejar setan lu?" Heran Jamal melihat Catur yang terlihat Cemas.     

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya, Catur hembusan secara perlahan. Remaja itu menelan ludah, sebelum menjawab pertanyaan Jamal.     

"Gawat Jems," ucap Catur menggantungkan kalimatnya.     

"Gawat apaan?" wajah heran Jamal kini berubah menjadi kesal. Remaja itu sudah tidak sabar ingin mendengar apa yang akan dikatakan oleh Catur.     

"Iya gawat, ini lebi menakutkan dari setan," jelas Catur membuat Jamal dan teman-teman yang lain menatapnya heran.     

"Ada apaan sih, ngomong yang bener," desak Jamal.     

"Iya nih, bikin orang penasaran aja." Catur juga membuat murid yang lainnya merasa kesal.     

Lagi, Catur menghela napas sebelum akhirnya berkata. "Lu-lu dicariin, Jems."     

"Siapa yang nyariin gue." Sahut Jamal santai. Menarik sebelah ujung bibirnya, Jamal tersenyum menceng seraya mendesis. "Takut amat lu?"     

"Masalahnya yang nyariin elu anak-anak SMA nasional."     

Kening Jamal berkerut. "Trus kenapa kalau anak SMA nyariin gue? Ada urusan apa mereka?"     

"Gue nggak tau Jems, yang jelas mereka bawa rombongan preman." Jelas Catur. "Katanya kalau lu nggak mau keluar nemuin mereka, mereka mau ngacak-ngacak SMA Global."     

"Bangsat!" Murka Jamal setelah mendengar penjelasan Catur. "Dimana mereka?"     

Tidak ada sedikitpun rasa takut terlukis di raut wajah Jamal. Yang ada diotaknya, hanya ingin segera menemui mereka, lalu memberitahu siapa dirinya sebenarnya. Meski terkenal nakal, tapi Jamal tidak akan terima ada orang yang melecehkan sekolah dimana ia belajar.     

"Di seberang jalan Jems." jawab Catur.     

Tanpa berpikir dua kali, Jamal beranjak dari atas meja, lalu meloncat turun, dengan gaya indah. Dengan raut wajah penuh amarah, Jamal berjalan keluar kelas. Meninggalkan teman-teman yang sedang bengong menatap dirinya.     

"Kalau kalian takut, nggak usah ikutin gue. Bisa sendiri," sindir Jamal ditengah perjalanannya.     

Hal itu tentu saja membuat teman-temannya tersentak kaget. Mereka lantas buru-buru beranjak dari tempat duduk masing-masing, lalu berjalan cepat mengekor dibelakang Jamal.     

"Gue nggak takut Jems," ucap salah seorang temannya, yang sudah berhasil mengimbangi langkah brutal Jamal. "Tadi gue cuma lagi bingung, mau apa mereka nyari lu," jelas remaja itu.     

"Iya, gue juga Jems." imbuh yang lainnya.     

"Gue nggak peduli," serga Jamal. "Yang jelas, selama gue masih sekolah di sini, nggak ada yang bisa injek-injek SMA Global!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.