Cowok Hamil

Masakan Rio



Masakan Rio

0Menggunakan punggung tangan, Rio mengusap keringat yang sudah keluar sebesar biji jagung, di bagian pelipisnya. Ia terlihat kelelahan setelah selesai memasak makan malam untuk dirinya, dan ototmatis untuk juga Jamal.     

Walapun selama memasak Rio lebih banyak mengomel, lantaran ia mengerjakan sendiri, tapi semua masakan sederhana itu berhasil ia selesaikan.     

Untung saja Rio sudah terbiasa hidup mandiri. Ia sering memasak untuk adik-adiknya jika ibunya belum pulang dari pasar. Jadi, meskipun laki-laki, Rio tidak pernah gengsi untuk memasak atau menyiapkan makanan yang katanya itu adalah pekerjaan perempuan. Toh, koki-koki yang terkenal juga banyak yang berjenis kelamin laki-laki.     

Rio mendengkus kesal, sambil melihat masakan yang sudah tertata rapih di atas meja makan. Ia mengumpat pada dirinya sendiri lantaran secara tidak langsung, ia sudah menyiapkan makan malam untuk Jamal.     

Kenapa sih ia harus masak juga untuk Jamal? Bukankah ia mempunyai tujuan ingin menyiksa Jamal. Tapi kenapa ia seperti terhipnotis melakukan itu semua? Entahlah, semua seperti berjalan sendiri di luar kendali otak Rio.     

Rio melihat jam yang menempel di dinding ruang makan. Ia mengerutkan kening saat melihat waktu sudah menunjukkan pukul 20.30.     

"Kemana tu anak?" Rio misu-misu lantaran Jamal belum pulang.     

Sebenernya tadi Rio sempat melihat kalau Jamal sudah pulang. Lalu setelah menganti baju seragamnya Jamal pergi lagi, dan belum pulang hingga kini waktu sudah menjunjukkan pukul setengah sembilan malam.     

Lantaran cacing di dalam perut sudah berteriak-tirak ingin meminta jatah makan, Rio menarik kursi, lalu mendudukan dirinya di sana.     

Lagi pula kenapa harus menunggu Jamal? Buat apa coba? Harusnya kan memang seperti itu, tidak perduli pada Jamal.     

Rio membuang napas legah lantaran ia tersadar. Hampir saja ia mengobarkan dirinya, menahan lapar hanya untuk sekedar menunggu orang yang tidak penting.     

Rio mengurungkan niatnya yang akan mengambil secentong nasi, saat ia melihat sosok Jamal baru saja masuk kedalam rumah, lalu berjalan mendekati ruang makan.     

"Dari mana lu?" ketus Rio saat melihat Jamal sudah berdiri di dekat meja makan. "Jam segini baru pulang."     

"Kepo!" Balas Jamal tidak kalah ketus dari Rio. Kemudian senyumnya mengembang saat melihat makanan sudah tertata rapih di atas meja makan. "Eh, ada makanan. Kebetulan gue laper banget."     

Rio hanya memutar bola matanya malas, lalu melanjutkan niatnya mengambil secentong nasi.     

Rasa lapar yang melanda Jamal, membuat ia juga ingin segera menyantap makan malam yang sudah tersedia. Menarik kursi di dekat Rio, kemudian Jamal mendudukkan dirinya di sana. Namun tiba-tiba keningnya berkerut saat melihat lebih detail menu makan malam yang ada di hadapannya.     

Selera makannya mendadak hilang lantaran menu makan malam yang tersedia bentuknya aneh, dan tidak pernah ia makan sebelumnya.     

Tumis kangkung, sambel terasi, dan tempe goreng, adalah menu makanan yang tidak pernah tersaji di rumah Jamal.     

"Lu beli makanan di mana sih? Warteg?" Tanya Jamal heran.     

"Enak aja beli! Gue masak sendiri..." protes Rio.     

"Lu bisa masak?"     

Rio hanya memutar bola matanya malas. Mengabaikan remaja itu, Rio mengambil tempe goreng, tumis kangkung lalu ia taruh di atas piring yang sudah di isi nasi. Ia lebih memilih melanjutkan makan malamnya. Urusan perutnya lebih penting dari pada harus meladeni Jamal. Lagi pula, bagi Rio tidak penting menjelaskan pada Jamal tentang kebolehannya dalam memasak.     

Bukti sudah ada di depan mata, percaya atau tidak itu urusan Jamal. Tidak perlu repot-repot menjelaskan kebenaran, cepat atau lambat yang namanya kebenaran pasti akan terungkap.     

Jamal mengambil piring berisi sayuran berwarna hijau, keningnya berkerut saat mengamati sayuran itu dengan detail.     

"Ini apaan? Kangkung?" Tanya Jamal heran. "Lu masakin gue kangkung? Emangnya gue kambing!" Cibir Jamal sambil meletakkan secara kasar, piring yang berisi tumis kangkung tersebut.     

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Rio hembuskan secara perlahan. Ia berusaha bersabar, lantaran Jamal sudah sukses menyulut emosinya.     

"Ralat!" Protes Rio. "Kata-kata lu barusan perlu di ralat. Lu bilang gue masakin elu?! Nggak usah kepedean! Ini gue masak buat diri gue sendiri, bukan buat elu. Terserah lu mau makan apa engak, gue nggak perduli!"     

Setelah menyampaikan itu, Rio kembali menyantap makan malamnya, tanpa memperdulikan Jamal.     

Semantara Jamal hanya bisa diam sambil mendengkus kesal. Kata-kata Rio barusan benar-benar sudah menohok dirinya.     

Beberapa saat kemudian, menggunakan lidah, Jamal membasahi bibir bawahnya. Air liurnya mulai terkumpul saat melihat Rio yang begitu lahap menyantap makan malamnya, tanpa memperdulikan dirinya.     

Rasa gengsi yang mendominasi, membuat Jamal memilih menahan rasa lapar yang tengah melanda perutnya.     

Tiba-tiba keningnya berkerut saat melihat Rio akan mengambil sambel terasi di atas mejanya. Ia buru-buru menyingkirkan sambel terasi tersebut dari jangkauan Rio.     

"Lu apa-apaan sih?" Protes Rio saat melihat Jamal meletakan tempat sambal tepat di hadapan Jamal.     

"Gue kan udah bilang, jangan makan sambel entar anak gue kepedesan!" tegas Jamal.     

Rio terdiam, sambil memikirkan kata-kata Jamal barusan. Lagi-lagi ia kembali dibuat heran dengan sikap Jamal yang posesif terhadap anaknya. Apa iya, Jamal benar-benar perduli sama anaknya? Hanya sekedar makan sambal saja, Jamal sudah begitu khawatir.     

Berusaha bersikap cuek, Rio kembali melanjutkan menikmati makan malam. Rio terpaksa memilih tidak memakai sambal demi anak yang ada di dalam kandungannya. Bukan karena kata-kata remaja itu.     

Jamal harus menelan air liurnya susah payah, saat kembali melihat Rio dengan lahap menyantap makan malamnya. Ia terdiam sambil berpikir selama beberapa saat. Lantaran rasa lapar yang semakin melanda, membuat Jamal hingga akhirnya memutuskan untuk membalikkan piring yang sudah ada di hadapannya dan membuang jauh-jauh rasa gengsi itu.     

Gengsi tidak bisa membuat perut kenyang, malah menjadi semakin lapar. Pikir Jamal.     

Berusaha untuk cuek, Jamal mengambil dua centong nasi, lalu ia mencampur satu sendok tumis kangkung, dua biji tempe goreng, berikut sambal terasinya.     

Melihat tingkah Jamal, Rio hanya memanyukan bibir bawahnya sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya.     

Beberapa saat kemudian wajah Jamal terlihat datar, ia seperti ragu-ragu saat akan memasukkan satu sendok nasi dan sedikit tumis kangkung ke dalam mulutnya. Ia khawatir lidah dan perutnya tidak cocok dengan makanan kampung. Jamal juga ragu dengan rasa hasil masakan Rio.     

Pasti tidak enak! Pikir Jamal. Kemudian ia mencium aroma dari tumis kangkung tersebut. Lantaran ia sudah sangat lapar, akhirnya sedikit demi sedikit Jamal membuka mulut, memasukan satu sendok nasi dan sayur kangkung kedalam mulutnya.     

Jamal terdiam sambil perlahan mengunyah makanan yang sudah berada di dalam mulutnya. "Eh, kok enak..." komentar Jamal di dalam hati, setelah merasakan tumis kangkung buatan Rio.     

Rio hanya sekilas meliriknya, ia tetap bersikap cuek dan tidak perduli akan komentar Jamal tentang masakan buatannya.     

Kemudian Rio menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sangat heran melihat Jamal yang tiba-tiba saja begitu lahap, menyantap makan malam. Bahkan Rio sempat melihat Jamal menambah tumis kangkung, dan menyisahkannya sedikit.     

Sepertinya Jamal melupakan cibirannya pada masakan Rio. Ia terlihat cuek, lahap menikmati sayur kangkung dan sambal terasi.     

Sambal buatan Rio rasanya sangat pedas, hingga membuat Jamal sampai berkeringat. Menggunakan punggung tangan, Jamal menyeka keringat yang sudah membasahi kening dan wajahnya. Namun Jamal seperti tidak perduli, meski bibirnya sudah bertambah merah, keringat semakin mengucur--akibat rasa pedas, ia terlihat sangat menikmati masakan yang rasanya lebih enak dari restoran.     

Kening Rio berkerut, ia terlihat kesal saat melihat Jamal--dengan cueknya mengambil piring berisi sisah tumis kangkung, lalu menuangkan di atas piringnya hingga tandas.     

"Dasar kambing!" Celetuk Rio yang membuat Jamal menoleh ke arahnya.     

"Apa lu bilang?" Tanya Jamal dengan wajah yang berkeringat.     

"Katanya lu bilang itu sayur buat kambing, kok lu abisin. Berarti lu kambing..." ucap Rio mengingatkan Jamal.     

Sambil menahan rasa pedas, Jamal terdiam, ia sedang mencari alasan supaya tidak terkesan bahwa ia menyukai masakan Rio.     

Jangan sampai Jamal memuji Rio. "Oh... sengaja gue abisin, biar lu nggak kebanyakan makan kangkung."     

"Kenapa emangnya?" heran Rio.     

"Lu kan lagi hamil, jangan makan kangkung. Nggak ada gizinya. Kasian ntar anak gue kekurangan gizi..." jelas Jamal. Kemudian ia memasukan nasi dan tumis kangkung kedalam mulutnya.     

"Bukan karena masakan gue enak?" Tandas Rio.     

"Biasa aja, hambar malah," bohong Jamal ditengah ia mengunyah sambil menikmati rasa kangkung yang begitu enak di lidahnya. "Demi anak gue, nggak apa-apa gue habisin sayur kangkung yang enggak enak ini."     

Kata-kata Jamal membuat Rio memutar bola matanya, kesal. Tidak ingin emosi karena berlama-lama berada di dekat Jamal, lalu Rio mengambil gelas berisi air mineral, meneguknya hingga tandas, menyudahi makan malamnya. Kemudian ia beranjak dari duduknya, berlalu meninggalkan Jamal seraya berkata, "jangan lupa habis makan lu beresin. Cuci semuanya! Gue udah capek masak!"     

"Apa? Cuci piring?! Bersih-bersih?!" Jamal melebarkan bola matanya. Ia sama sekali tidak pernah melakukan pekerjaan semacam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.