Cowok Hamil

Panggilan buat gue



Panggilan buat gue

0"Gue kira, orang model elu kalo bawa motor kaya pembalap, ngebut!" ceplos Rio dengan nada bicara yang mengejek. "Nggak taunya lu itu lelet, sama keong aja kalah. Mending gue jalan kaki!"     

Akhirnya kalimat itu lolos begitu saja dari mulut Rio. Remaja itu sudah tidak sabar dengan cara Jamal mengendarai motornya. Semakin ditahan malah semakin membuatnya dongkol. Oleh sebab itu remaja Rio terpaksa mengeluarkan unek-uneknya.     

"Bawel!" Jamal terlihat cuek, tidak perduli dengan cibiran Rio.     

"Atau emang lu aslinya tuh penakut. Selama ini lu cuma gaya-gayaan doang, supaya keliatan keren?" Rio kembali mencibir, namun sayang cibirannya tidak berpengaruh apa-apa bagi Jamal, ia tetap cuek dan menjalankan motornya dengan kecepatan 20KM/jam. Sangat lambat. "Sini... gue aja yang bawa motornya, gue ajarin gimana naik motor. Nggak sabar gue!"     

"Perasaan lu bawel amat ya? Kalo nggak ada bayi kita di perut lu, udah gue bawa terbang ni motor..." kesal Jamal lantaran Rio tidak berhenti mengomel. "Gue nggak mau ntar anak gue ketakutan kalo dibawa ngebut. Lagian kan bahaya, kalo nanti ada polisi tidur, anak gue rontok gimana?"     

Kening Rio berkerut, meski terkesan lucu, tapi kata-kata Jamal barusan sukses membuatnya tertegun.     

Sebenarnya Jamal ini manusia macam apa sih? Bukannya waktu itu ia pernah bilang kalau tidak yakin sama kehamilan Rio. Bahkan Jamal pernah menganggap kalau anak yang sedang di kandung Rio adalah anak iblis.     

Rio tidak menyangka, dibalik sifat Jamal yang brutal dan menyebalkan, ternyata Jamal juga punya sifat penyayang dan perhatian terhadap anaknya. Tanpa ia sadari bibirnya melengkung, tersenyum simpul sambil memegangi perutnya.     

"-masa lu jadi mama nggak peduli sama anak sendiri," celetuk Jamal entah sadar atau tidak.     

Apa? Mama! Sebutan yang keluar begitu saja dari mulut Jamal membuat senyum Rio memudar, berubah menjadi masam.     

Plak...!     

Secara reflek Rio memukul pelan pipi Jamal. Hal itu membuat yang dipukul tersentak motor yang ia kendarai sedikit oleng.     

"Bangsat... lu mukul gue?!" Protes Jamal setelah ia mampu mengendalikan motornya kembali.     

"Gue nggak mau dipanggil mama! Walaupun gue hamil, tapi gue cowok, nggak mau dipanggil mama!" Protes Rio dangan nada penuh penekanan.     

"Yah, terus apa dong? Aneh lu... orang hamil kok nggak mau dipanggil mama. Apa lu mau dipanggil simbok?"     

Rio terdiam, sebenarnya secara tidak langsung nalurinya sering memikirkan panggilan itu. Ia merasa khawatir kalau nanti anaknya memanggil ia 'mama'. Makanya secara tidak sengaja ia sering memikirkan panggilan yang pas untuknya dan juga Jamal.     

"Gue mau anak gue nanti memanggil gue papi, trus dia manggil lu papa..." Ucap Rio tanpa sadar.     

"Terserah lu aja..."     

Setelah menyampaikan itu, keduanya terdiam. Mereka kembali fokus ke arah jalan raya, dengan kecepatan motor yang sangat lambat.     

Meski keduanya saling diam, tapi jauh di dalam sana mereka saling memikirkan apa yang baru saja mereka debatkan. Rasanya aneh.     

"Jamal...!" Panggil Rio memecah keheningan.     

"Apa?!" Sahut Jamal ketus.     

"Elu juga kenapa baru pulang? Perasaan gue liat temen-temen sekelas lu udah pada pulang duluan."     

"Oh... yang lain udah nyelesain tugas makanya boleh pulang. Gue males makanya nggak kelar-kelar. Yaudah gue nggak boleh pulang kalo tugas gue belum kelar..." jelas Jamal. Tentu saja ia tidak berbohong.     

Rio mengangguk-anggukan kepalanya, "oh... trus lu udah beres ngerjain tugasnya?"     

"Belum..." jawab Jamal enteng.     

"Kok boleh pulang?" Heran Rio.     

"Gue males ngerjain, susah soalnya. Mau di tungguin sama guru ampe malam juga gue jabanain. Makanya tuh guru nyerah... yaudah gue di ijinin pulang." Lagi-lagi Jamal menjelaskan itu tanpa beban. Sangat santai dan enteng.     

"Dasar begok!" Rio mencibir sambil memutar bola matanya jengah. "Badan aja gede, ternyata otak lu kecil. Sama kayak burung lu, kecil!"     

"Lu ngapaian sih ngatain punya gue kecil mulu?" Protes Jamal. Entahlah, ia merasa minder kalau sudah menyangkut ukuran alat vital.     

"Ya emang kecil kan?" Balas Rio.     

"Lu lupa? kecil juga bisa bikin lu bunting! Dua malah!" Tandas Jamal.     

Skakmat! Jamal berhasil membuat Rio terbungkam. Kata-katanya benar-benar menohok hingga ia tidak bisa membalas lagi. Tapi bukan Rio namanya kalau mau mengalah.     

"Tetep aja kecil..." dengus Rio menutupi kekalahannya.     

Jamal hanya terdiam, ia tidak mau berdebat lagi lantaran motor sedang berhenti di lampu merah. Jamal khawatir hal itu akan di dengar oleh orang-orang di sekitar lampu merah.     

Sambil menunggu lampu berwarna hijau, tidak sengaja Jamal memutar kepalanya, menoleh ke arah tiang lampu merah. Keningnya berkerut saat melihat kertas iklan yang tertempel di sana.     

Belum sempat Jamal membaca dengan detail iklan tersebut, Rio sudah memukul punggungnya lantaran lampu sudah berwarna hijau.     

Mau tidak mau, Jamal harus menjalankan motornya kembali.     

Beberapa saat kemudian, akhirnya Rio bisa bernapas dengan legah lantaran motor yang dikendarai Jamal--dengan sangat lambat, sampai juga di rumah baru mereka.     

Rio turun dari motor setelah Jamal memberhentikan motornya.     

"Uh.. sampe juga," ucap Rio legah. "Naik motor bagus, tapi kayak naik odong-odong lelet!" Cibir Rio sambil berjalan ke arah pintu, mendahului Jamal yang masih nangkring di atas motor.     

"Ri...!"     

Rio menghentikan perjalanannya, memutar tubuh, menatap ke arah Jamal yang sedang melepaskan tas gendongnya.     

"Apa?" tanya Rio.     

Jamal melemparkan tasnya tepat ke arah Rio, "bawa masuk tas gue! Gue mau ada urusan bentar."     

Setelah menyampaikan itu, Jamal memutar motornya, lalu melesat dengan kecepatan tinggi.     

Sementara Rio baru masuk kedalam rumah setelah menatap heran ke arah Jamal.     

Di dalam mobil, yang tidak terlalu jauh terlihat Kiki mengerutkan kening. Ia merasa sangat heran lantaran melihat Jamal memberikan tasnya kepada Rio.     

"Mereka? Tinggal bareng tah?" Tebak Kiki.     

"Tugas lu, selidikin mereka!" Perintah Tegar. Kemudian ia menjalankan kembali mobilnya meninggalkan Jalan di depan rumah Jamal dan Rio. "Yang penting kita udah tau, tu anak tinggal dimana?"     

Kiki masih terdiam, ia masih merasa heran dengan kedekatan yang terjalin antara Jamal dan Rio barusan.     

~☆~     

Setelah memutar arah, akhirnya Jamal sampai pada tempat tujuannya. Yaitu lampu merah dimana ia melihat kertas iklan yang belum sempat ia baca.     

Jamal kembali lagi ke lampu merah lantaran ia sangat penasaran dengan tulisan iklan yang tertera di sana. Kemudian ia mengerutkan kening saat sudah bisa membaca dengan detail. Selain itu ia juga melihat ada nomor telfon yang tertulis pada kertas iklan tersebut.     

Kertas iklan.     

Kurang percaya diri sama pasangan karena ukuran penis anda yang kecil?     

Jangan khawatir! Kami punya solusinya. Silahkan hubungi nomor yang tertulis di bawah.     

Setelah diam dan berpikir beberapa saat dengan ragu-ragu Jamal mengambil HP di saku seragam abu-abunya. Dengan perasaan gugup dan tegang, lantaran takut ada yang melihat, Jamal mengetik nomor yang tertera pada kertas iklan pembesar alat kelamin.     

Jamal bernapas dengan legah, setelah ia berhasil mencatat nomor tersebut. Entahlah, untuk apa remaja Jamal melakukan itu.     

Memasukan HP kedalam sakunya, kemudian Jamal melesat dengan kecepatan tinggi setelah lampu berwarna hijau.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.