Cowok Hamil

Gantian perhatian



Gantian perhatian

0Telapak tangan Kiki berjalan merabah, dari lengan hingga sampai di telapak tangan Jamal, lalu meremasnya lembut. Kemudian gadis remaja itu mendekatkan wajahnya di telinga Jamal seraya berisik, "emang lu nggak mau ngulangin kejadian waktu di toilet?"     

Meski sebenarnya tawaran Kiki sangat menggoda bagi lelaki normal, namun sayang Jamal sama sekali tidak tertarik. Remaja itu sedang tidak ada mood untuk berkencan dengan seorang cewek. Lagi pula ia sudah pernah mencoba dan merasakan dengan cewek bernama Kiki. Selain itu ia punya prinsip; Jamal tidak mungkin melakukan kedua kali dengan cewek yang sama.     

"Sorry, gue nggak selera," cuek Jamal. Remaja itu menekan nada suaranya agar tidak terdengar oleh teman yang lainnya.     

Sorot matanya menatap lurus ke arah Rio yang baru saja duduk di meja yang jaraknya tidak jauh dari ia duduk. Seperti biasa ada Heru dan yang lainnya bersama Rio.     

Sebenarnya Jamal ingin memberikan barang milik Rio yang tertinggal di meja makan. Tapi lantaran sedang banyak orang, dan tidak mau dianggap perhatian, oleh sebab itu ia mengurungkan niatnya sambil memikirkan cara bagaiman ia bisa memberikan barang milik Rio yang sudah ia masukkan di dalam kantung plastik hitam.     

Sementara Kiki hanya bisa mendengkus kesal, tanpa sengaja ia melihat cincin yang melingkari jari manis milik Jamal yang sedang diusap-usap oleh pemiliknya. Keningnya berkerut, menatap heran pada cincin tersebut.     

"What? Jems udah tunangan?" Tebak Kiki di dalam hatinya. Hal itu membuat Kiki jadi mengambil kesimpulan kalau Jamal ternyata mempunyai orang yang ia sayang. Sepertinya ia harus mencari tahu siapa wanita yang sudah bertunangan dengan cowok yang sudah merenggut kegadisannya itu.     

Sementara itu di meja berbeda, terlihat senyum Rio mengembang, bola matanya berbinar, saat penjual bakso meletakan dua mangkuk bakso tepat di hadapannya.     

"Makasih," ucap Rio kepada penjual bakso, tanpa mengalihkan perhatian dari dua mangkuk bakso tersebut.     

"Lu yakin, Ri? Bisa ngabisin dua mangkuk bakso?" heran Heru ditengah ia sedang mengambil sendok dan garpu, lalu mengaduk bakso miliknya.     

"Pasti abis, laper banget gue. Lagian udah lama gue nggak makan bakso." Jawab Rio dengan air liur yang sudah terkumpul di mulutnya. Remaja itu sudah tidak sabar ingin merasakan kuah bakso tersebut.     

"Pantesan, gue perhatiin kayaknya lu gemukan, deh. Ternyata emang porsi makan lu bertambah..." komentar Indah, setelah mengamati perubahan pada tubuh Rio.     

Rio hanya tersenyum tipis, dan hampir tidak terlihat. Ia berharap teman-temannya tidak ada yang tahu kalau penyebab dari berat badannya yang bertamah itu karena ia tengah berbadan dua.     

"Tapi gue makin gemes kok sama elu, soalnya pipi lu jadi agak cuby gitu..." lanjut Indah yang membuat Heru mendengkus kesal, menatap cewek itu.     

Mengabaikan kata-kata Indah, Rio mengambil saus dan kecap, lalu menuangkannya ke dalam mangkuk baksonya. Setelah mengaduk saus dan kecap hingga rata, Rio mengambil dengan ragu-ragu mangkuk kecil berisi sambal.     

Sebenarnya ia sudah diperingkatkan oleh ibunya, agar tidak memakan pedas ditengah kehamilannya. Tapi lantaran sudah lama tidak merasakan pedas, Rio sangat ingin memakan bakso super pedas. Tidak ada salahnya Rio mencobanya sekali. Yah, tidak apa-apa sekali saja, yang penting tidak keseringan. Pikir Rio mencoba menenangkan dirinya sendiri.     

Awalnya Rio hanya menambahkan satu sendok sambal ke dalam mangkuk yang sudah berisi bakso. Tapi lantaran merasa masih kurang pedas, akhirnya tanpa ragu Rio menambah lagi sambal sampai lima sendok makan.     

Rio mengulum air liur yang sudah terkumpul di mulut, sambil mengaduk rata sambel pada semangkuk baksonya. Rasanya ia sangat sudah tidak sabar menikmati bakso super pedas yang sudah menjadi makanan favoritnya. Tidak perduli dengan kondisinya yang sedang hamil muda, dan melupakan nasehat ibu yang melarangnya.     

Di meja sebelah kening Jamal berkerut, melihat bagaimana Rio memasukan lima sendok sambal kedalam mangkok baksonya. Membuang napas kasar, Jamal berdiri dari duduknya, sambil membawa barang milik Rio yang ia simpan di dalam plastik hitam.     

Setelah sambal sudah tercampur rata, perlahan dan sangat hati-hati Rio menyendok bakso, lalu secara perlahan juga ia mulai memasukkannya kedalam mulut.     

Namun sayang, Rio harus menelan kecewa lantaran satu sendok bakso gagal masuk kedalam mulutnya. Tiba-tiba saja ada tangan seroang remaja yang merampas paksa sendoknya, hingga kuahnya tertumpah, lalu meletakan kembali kedalam mangkuk.     

Rio memutar kepalanya, napasnya langsung memburu, akibat emosi, setelah ia mengetahui tangan siapa yang sudah menggagalkan nya untuk memakan bakso super pudas tersebut.     

Berdiri dari duduknya, Rio menatap marah ke wajah Jamal. Tanpa berpikir panjang remaja Rio meraih kerah seragam Jamal lalu menariknya kuat, hingga membuat jarak wajah mereka semakin dekat.     

Seluruh pasang mata menatap cemas ke arah Jamal dan juga Rio. Mereka khawatir akan terjadi pertengkaran atau perkelahian kembali, pada dua remaja yang tidak pernah akur.     

Tidak ada yang tahu kalau sebenarnya dua remaja yang sedang bertengkar itu ternayata sudah resmi menikah. Tinggal satu rumah dan menjadi sepasang keluarga.     

"Lu apa-apaan, sih? Nggak bosen-bosennya ganggu hidup gue." Sinis Rio sambil menatap tajam kepada Jamal yang tidak kalah sinis darinya.     

"Eh, elu yang apa-apaan," Jamal terpaksa mendekatkan mulutnya di telinga Rio. Lantaran tidak ingin kata-kata nya didengar sama teman-teman, Jamal berbicara dengan suara berbisik. "Lu ngapain makan sambal banyak-banyak? sengaja mau bikin anak gue kepedesan?" Jamal melebarkan bola matanya, menatap Rio.     

Setelah berbisik, Jamal melepaskan telapak tangan Rio yang sedang mencengkeram kerah bajunya. Kemudian ia meletakan benda milik Rio yang sempat tertinggal di meja makan. "Nih susu lu ketinggalan. Dasar pikun..." kalimat itu juga ia sampaikan dengan berbisik.     

Setelah menyampaikan itu, Jamal berlalu meninggalkan Rio yang sedang menatap tupperware yang berisi susu bubuk khusus untuk ibu hamil. Tidak lupa ia membawa semangkuk bakso super pedas milik Rio tanpa permisi. Jamal tidak mau Rio memakan bakso super pedas tersebut.     

Sekedar informasi, Rio memang lupa membawa susu lantaran ia terburu-buru berangkat ke sekolah. Awalnya Rio akan berangkat bersama dengan Jamal. Namun karena Jamal terlalu lelet, selain itu ia tidak mau dilihat oleh teman-temannya kalau berangkat sekolah bareng Jamal. Oleh sebab itu Rio memutuskan untuk pergi ke sekolah sendiri, menggunakan taksi.     

Semenatara itu Jamal lebih memilih meninggalkan kantin. Ia malas berbalik ke tempat duduknya lantaran masih ada Kiki di sana.     

Rio mendengkus kesal, ia kembali mendudukkan dirinya di kursi, setelah Jamal keluar dari kantin.     

"Heran gue sama Jems... kenapa sih tuh anak benci banget sama lu, Ri?" ucap Heru sambil mendorong semangkuk bakso milik Rio yang masih tersisah.     

"Udah biarin aja, kalo gue ladenin berarti gue sama aja kayak dia..." balas Rio sambil mengambil saus dan kecap, lalu ia tuangkan kedalam semangkuk bakso.     

"Iya Ri, mending cuekin aja," ucap Indah. "Soalnya gue juga nggak mau lu kenapa-napa." Indah tersenyum manis menatap Rio.     

Rio hanya tersenyum tipis, sambil mengaduk-aduk bakso miliknya.     

"Nih sambel nya, Ri," ucap Heru sambil memberikan mangkuk kecil khusus tempat sambal.     

Rio terdiam, ia menatap tempat sambel yang masih di tangan Heru sambil memikirkan kata-kata Jamal barusan. Setelah beberapa saat berpikir akhirnya Rio memutuskan.     

"Gue nggak makan sambel dulu deh, takut mules..." Rio tidak sepenuhnya berbohong, tapi sebenarnya ia lebih mengkhawatirkan kandunganya yang masih terbilang muda. Remaja itu baru tersadar setelah Jamal secara tidak langsung menegur dirinya.     

Heru mengangguk-anggukan kepala, menatap tempat sambal di tangannya. "Oh... yaudah."     

Heru meletakan tempat sambel tersebut di tempat semula, lalu ia melanjutkan memakan baksonya yang sempat tertunda karena kehadiran Jamal.     

Sesaat kemudian susana meja kantin terlihat tenang. Rio dan teman-temannya mulai fokus menyantap baksonya masing-masing.     

"Hye... gue boleh gabung di sini nggak?"     

Suara seorang gadis remaja mengalihkan perhatian Rio dan yang lain.     

Rio memutar kepalanya, kemudian ia memutar bola matanya malas, setelah melihat Kiki sudah berdiri tepat di sampingnya.     

Melihat Jamal dan Rio yang tidak pernah akur, membuat Kiki jadi mempunyai sebuah ide. Gadis remaja itu ingin mengajak Rio bekerjasama untuk mencari siapa orang yang paling disayang sama Jamal. Lalau menceritakan maksud dan tujuan yang akan dilakukan oleh Tegar bersama teman-temannya.     

Belum mendapat ijin dari Rio dan teman-temannya, Kiki langsung menarik kursi di sebelah Rio, lalu mendudukkan dirinya di sana.     

Kiki tersenyum manis menatap Rio yang mulai sibuk dengan baksonya. Gadis itu terdiam sesaat sebelum akhirnya menyampaikan maksudnya. "Eh, Ri ada yang pingin gue omongin sama elu." Ucap Kiki yang membuat Rio dan yang lain kembali menghentikan aktifitas mereka yang sedang memakan bakso.     

"Soal apa?" tanya Rio. Wajahnya terlihat datar. Sejujurnya ia sangat malas berbicara dengan Kik. Entahlah Kiki seperti cewek murahan yang begitu gampang diajak mesum di toilet oleh suaminya.     

"Gini..." ucap Kiki penuh semangat. Namun tiba-tiba Kiki menghentikan kalimatnya. Secara tidak sengaja manik matanya melilirk cincin yang melingkar di jari manis milik Rio. Yang membuat Kiki merasa heran adalah, cincin yang dipake oleh Rio, sama persis dengan cincin yang melingkar di jari manis milik Jamal.     

"Mereka kan, musuhan... kok cincinnya bisa sama sih?"  Ucap Kiki di dalam hatinya.     

Sepertinya Kiki harus bernapas dengan legah. Gadis itu hampir keceplosan mengatakan maksud yang sebenarnya.     

Kening Rio berkerut menatap heran kepada gadis di sebelahnya. "Lu mau mau ngomong apa, Ki?" tegur Rio mewakili teman-teman yang lainnya.     

Kiki tersentak sadar. "Eh, enggak... gak jadi. Udah lanjutin aja makanya, gue cuma penegen duduk sini, gabung sama kalian." Kiki mengulas senyum sambil menatap bergantian Rio dan teman-temannya.     

Rio dan teman-temannya memutar bola matanya malas. Selanjutnya mereka fokua menikmati bakso, mengabaikan Kiki yang terus mencuro lirik pada cincin yang melingkar di jari manis Rio.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.