Cowok Hamil

Menempati rumah baru



Menempati rumah baru

0"Semoga kalian betah ya?" ucap ibu Marta kepad Jamal dan juga Rio. Wanita itu baru saja mengantar anak dan menantunya menempati rumah baru mereka.     

"Yang akur ya Ri," pesan ibu Hartati. Ia juga ikut mengantar Rio dan juga Jamal.     

Kedua wanita itu kini sedang berada di halaman rumah minimalis, namun tetap terlihat mewah. Keduanya hendak berpamitan setelah sibuk mengurus semua keperluan pengantin baru itu.     

Rio tersenyum simpul menatap wanita yang sudah melahirkannya. "iya, buk." ucapnya. Telapak tangan mengusap lembut perutnya yang masih terlihat rata.     

"Ini kan malam pertama kalian tinggal bareng. Jadi jangan bertengkar. Kasian nanti bayi kalian bisa ikut setres." Imbuh ibu Marta. "Jaga cucu mama ya Ri."     

Sekedar informasi. Walapun sudah dua hari Rio dan Jamal sudah resmi menikah, tapi malam ini adalah malam pertama bagi keduanya untuk tinggal dan akan tidur bersama. Setelah selesai acara pesta pernikahan, Rio sengaja ikut pulang kembali bersama ibunya. Ia harus membereskan atau menyiapkan semua keperluannya yang akan dibawah ke rumah baru. Selain itu Rio juga harus berpamitan kepada anak didiknya, bahwa ia sudah tidak lagi mengajar privat.     

"-Jamal inget pesen mama, kamu harus nurutin apa maunya Rio." Lanjut ibu Marta.     

Jamal memutar bola matanya malas, menanggapi pesan dari ibunya.     

Kemudian ibu Marta kembali menoleh ke arah Rio yang masih berdiri di samping anaknya. "Inget sayang jaga kandungan kamu baik-baik."     

Tanagn Ibu Marta mengulur, mengusap penuh kasih perut Rio yang belum terlihat membesar. Yang diusap mengerutkan kening, seraya bergidik merinding. Ia masih merasa aneh dengan pesan tersebut. Tidak seharusnya ia menerima perlakuan yang seharusnya ditujukan untuk seorang perempuan.     

"Jangan terlalu capek ya," imbuh ibu Marta.     

"Iya, mah..." ucap Rio.     

Ibu Marta mengulas senyum, telapak tangannya mengusap lembut lengan Rio. "Mama nitip Jamal ya Ri. Tolong ajarin dia biar pinter kayak kamu."     

Lagi-lagi Jamal harus memutar bola matanya malas. Ia sudah cukup muak melihat tingkah ibunya yang terlalu memanjakan cowok yang resmi berstatus sebagai istrinya.     

Semantara Rio hanya menganggukkan kepalanya untuk menanggapi permintaan ibu mertuanya.     

"Nak Jems, ibu titip Rio ya..." akhirnya dengan mengumpulkan sisa keberanian yang ia punya, ibu Hartati berani menyapa remaja yang sudah resmi menjadi menantunya. "Yang sabar ngadepin Rio, soalnya anaknya lumayan keras..."     

"I-iya... buk," ucap Jamal gugup. Buluk kudungnya meremang mendapat pesan dari ibu Hartai. Rasanya benar-benar aneh.     

"Yaudah, kalo gitu kami pamit dulu, kalian juga harus istirahat. Inget besok kalian harus udah masuk sekolah." Ucap ibu Marta menutup obrolan mereka.     

"Hati-hati mah, bu..." pesan Rio kepada ibu kandung dan ibu mertuanya.     

Beberapa saat kemudian, setelah melakukan cupika dan cupiki, ibu Marta dan ibu Hartati masuk kedalam mobil.     

Semenatara Jamal ia memilih masuk kedalam rumah terlebih dahulu, meninggalkan Rio yang masih mematung, menatap mobil yang sudah berjalan membawa ibu Hartati dan ibu Marta.     

Rio baru masuk kedalam rumah, setelah mobil itu menghilang ditelan oleh jarak.     

~☆~     

Setelah menutup pintu kamar, Rio berjalan mendekati ranjang barunya. Ia mengkerutkan kening, sambil menatap sinis ke arah cowok yang sedang menyekat tempat tidur mereka menggunakan bantal dan guling.     

"Udah gue batesin, awas kalo lu tidur ngelwatin garis." Ketus Jamal saat melihat Rio sedang berjalan melewati dirinya.     

Mengabaikan kata-kata Jamal, Rio terus berjalan ke sisi ranjang, sambil mendesis sebal. Sebenarnya ia merasa malas tidur satu ranjang dengan Jamal, cuma karena ia sedang mengandung, jadi mau tidak mau remaja itu terpaksa tidur berbagi ranjang dengan cowok yang tidak ikhlas ia sebut sebagai suami.     

Sementara Jamal, ia terpaksa bersedia tidur dengan Rio karena ancaman dari ibunya. Kata ibu Marta; ia tidak boleh membiarkan Rio yang sedang mengandung harus tidur sendirian. Ibu Marta cuma merasa khawatir jika Rio menginginkan sesuatu, tidak ada orang yang bisa dimintai tolong.     

Rio membaringkan tubuhnya di sisi dipan, tidur miring memunggungi Jamal.     

Udara panas memaksa Jamal, melepaskan kaus yang ia kenakan, menyisahkan singlet melekat pas di tubuh gagahnya. Remaja itu mematikan lampu terlebih dahulu sebelum akhirnya ia membaringkan tubuhnya di tepi dipan. Sama seperti Rio, Jamal juga tidur miring mengabaikan cowok dibelakangnya.     

Hening.     

Tidak ada suara yang terdengar dari mulut mereka. Keduanya masih merasakan ketegangan yang disebabkan oleh rasa benci dalam diri masing-masing, walapun saat keduanya sudah resmi menikah. Rasa benci itu masih belum hilang, tetap bersemayam di hati mereka.     

"Pingin mie instan...!"     

Ucap Rio yang tiba-tiba saja merasa lapar. Cuma karena ia sedang dalam posisi nyaman__malas bergerak, sehingga ia meminta Jamal agar memasak mie instan untuknya.     

Namun sayang, Jamal sama sekali tidak peka. Ia malah menarik selimut, menutupi tubuhnya yang hanya memakai singlet saja.     

Merasa diabaikan, Rio mendengkus kesal, ia memuatar tubuhnya lalu mendapati Jamal yang masih nyaman tidur meringkuk di dalam selimut. Hanya bagian kepalanya saja yang terlihat.     

"Gue pingin mie instan!" ucap Rio kembali.     

Jamal hanya diam, keningnya berkerut. Malas menanggapi Rio.     

"Jamal! Lu budeg apa gimana sih? Gue pingin mie instan!" Kesal Rio lantaran ia merasa diabaikan sama Jamal.     

Entahlah, Rio juga merasa heran dengan dirinya sendiri. Sebenarnya ia bisa saja memasak sendiri mie instans tanpa harus menyurh Jamal. Tapi tiba-tiba saja ia merasa malas bergerak dan menjadi terlihat manja.     

Jamal menyibahkan selimut yang menutupi tubuhnya. Secara kasar ia memutar tubuh, berhadapan dengan Rio.     

"Apa hubungannya sama gue? Lu kalo mau makan mie masak aja sendiri sono. Ngapain ganggu gue?! Katanya lu mandiri." Murka Jamal.     

"Gue males, lagi pewe. Gua maunya lu yang masak buat gue!" Tegas Rio.     

"Enak aja lu nyuruh gue! Lu pikir gue pembantu. Ogah! Masak sendiri sono!"     

Jamal menarik kembali selimutnya, kemudian ia berbaring, tidur miring memunggungi Rio.     

"-mau kelaperan juga gue nggak perduli!" Lanjut Jamal di dalam selimut.     

Sikap Jamal membuat Rio mendengkus kesal. Ia manatap tubuh Jamal yang sudah tertutup selimut. Ia terdiam untuk beberapa saat sabil mencari ide supaya Jamal mau membuatkan mie instan untuknya.     

Senyum Rio mengembang ketika sebuah ide cemerlang mampir di kepalanya.     

"Mama udah jauh belum ya?" Rio mengambil HP yang ia taru di dekat bantal seraya berkata, "gue mau telfon mama aja, suruh buatin mie!"     

Ancaman Rio sukses membuat Jamal membuka kembali selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan perasaan kesal ia berdiri dari tidurnya lalu berjalan ke arah pintu kamar, "gue bikinin bangsat...! Nggak usah pake ngancem telfon mama!" Kesal Jamal tanpa menoleh ke arah Rio.     

Braaak....!     

Jamal membanting pintu setelah ia sudah berada di luar kamar.     

Rio menarik ujung bibirnya, tersenyum menceng penuh kemenangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.