Cowok Hamil

Kado dari mamah



Kado dari mamah

0Walaupun saat ini Jamal sudah resmi menjadi menantu ibu Hartati, tapi ibu Hartati sadar, kalau menantunya ini belum ikhlas dengan pernikahannya. Selain itu sikap Jamal yang selalu cuek dan angkuh juga membuat ibu Hartati merasa sungkan untuk meminta langsung jus jeruk sama menantunya. Ia semakin gelisah, saat melihat jus jeruk yang sedang dipegang sama Jamal, tinggal sedikit, bahkan tinggal satu tegukkan lagi.     

Akhirnya setelah beberapa saat terdiam, ibu Hartati menemukan cara untuk meminta jus jeruk milik Jamal. Ia akan mencoba meminta bantu kepada ibu Marta. Ia berharap ibu Marta bisa membantunya meminta jus jeruk milik Jamal agar diberikan kepada Rio.     

Ibu Hartati merapatkan dirinya kepada ibu Marta. Ia mendekatkan mulutnya di telinga ibu Marta seraya berbisik. "Bu Marta, maaf si Rio ngidam jus jeruknya Jems. Dia pingin banget minum itu, cuma malu mau minta sendiri sama Jems. Sekarang anaknya masih di dapur nungguin jus jeruk nya. Gimana ya?"     

Ibu Marta tergelak setelah mendapatkan bisikkan dari besan nya. Ia merasa geli mendengar gidam Rio yang menurutnya aneh.     

"Ya ampun bikin gemes aja mantuku," komentar ibu Marta ditengah gelak tawanya. "Malu-malu kucing. Ada-ada aja deh." Ibu Marta melanjutkan gelak tawanya.     

Jamal dan Letta mengerutkan kening, menatap heran ke arah ibu Marta yang masih terpingkal sambil memegangi perutnya.     

Menarik sebelah ujung bibirnya, Jamal mendesis pelan. "Dasar, aneh..." ucap Jamal sambil menetap sebal ke arah ibunya. Kemudian ia meminum jus jeruknya yang tinggal satu tegukkan lagi.     

"JAMAL... STOP!!"     

Teriakan ibu Hartati membuat Jamal terkejut, ia langsung mengurungkan niatnya yang akan menghabiskan jus jeruk miliknya.     

"Apaan sih, mah? Ngagetin aja." Tanya Jamal. Nada suaranya terdengar kesal.     

"Jangan dihabisin jus jeruknya." Tanpa permisi ibu Marta langsung mengambil paksa gelas yang berisi jus jeruk dari tangan Jamal. "Buat mama..."     

"Mama mau ngapain, sih? Ini punyaku." Terjadi adegan saling rebut jus jeruk antara ibu Marta dengan Jamal. "Ngapain ambil minum orang, banyak noh... di meja." Ujar Jamal ditengah ia menyelamatkan gelasnya supaya tidak dirampas sama ibunya.     

"Tapi mama maunya yang ini," keukeh ibu Marta. Ia terus berusaha mengambil gelas dari tangan Jamal, dengan susah payah. Tubuh Jamal yang tinggi besar membuat ibu Marta harus berjinjit supaya bisa meraih gelas berisi jus jeruk tersebut.     

Sementara Letta ia masih belum mengerti. Jadi ia menganggap apa yang dilakukan sama tantenya itu suatu hal yang aneh.     

"Kasih ke mama Jamal, jus jeruknya." Mohon ibu Marta.     

Lantaran tidak ingin berantem hanya gara-gara jus jeruk yang tinggal satu tegukan lagi, oleh sebab itu Jamal terpaksa mengalah. Ia berdecak sebal sebelum ia memberikan jus jeruknya kepada ibu Marta. "Ck! Yaudah ni, ah... malu-maluin aja deh mah..." ucap Jamal kesal.     

Akhirnya senyum ibu Marta mengembang setelah jus jeruk sudah pindah ketangannya. "Nah... gitu dong. Harus ngalah jadi calon ayah..!" ucap ibu Marta, yang membuat Jamal mengerenyit heran. Setelah menyampaikan itu ibu Marta jalan mendekati besannya guna memberikan jus jeruk tersebut.     

"Ini jenk, buruan... kasian Rionya nunggu. Nanti bayinya ngelai..." ujar ibu Marta sambil memindahkan gelas  dari tangannya ke tangan ibu Hartati.     

"Eh iy, makasih bu Marta." Akhirnya Ibu Hartati bisa bernpas dengan lega, setelah setegug jus jeruk milik Jamal sudah berada ditangannya. Ia buru-buru meninggalkan besan dan menantunya, jalan ke arah dapur untuk memberikan jus jeruk milik Jamal kepada Rio.     

Di dapur, Rio sedang mondar-mandir gelisah. Bayangan jus jeruk milik Jamal selalu nempel di matanya, tidak bisa hilang__membuat air liurnya semakin deras keluar.     

"Rio...!"     

Suara ibu Hartati menghentikan aktifitas Rio yang sedang mondar-mandir. Ia melihat ibunya yang sedang jalan tergopoh-gopoh ke arahnya. Senyumnya mengembang saat bola matanya melihat ada segelas jus jeruk di tangan ibunya.     

Apa itu punya Jamal?     

Semoga aja iya?     

Rio memohon dengan sangat. Ia benar-benar sudah tidak tahan ingin segera minum jus jeruk bekasan Jamal.     

"Ini jus jeruknya Jems. Buruan Ri, di minum."  Ucap ibu Hartati sambil memberikan gelas berisi jus jeruk kepada Rio. "Tapi tinggal dikit..."     

"Serius bu, ini bekasnya Jamal?" Tanya Rio seakan tidak percaya. Bola matanya berbinar melihat jus jeruk dalam gelas yang sudah ada di genggamannya.     

"Iya... buruan minum."     

"Iya bu. Makasih ya bu."     

Tidak mau buang-buang waktu, Rio langsung mensruput jus jeruknya sedikit demi sedikit. Ia tidak ingin buru-buru menghabiskan lantaran ingin lebih lama lagi menikmati jus jeruk sisahan Jamal.     

Ibu Hartati berdecak sambil menggelang-gelangkan kepalanya. Heran melihat ngidamnya Rio. "Ada-ada aja kamu, Ri. Ibu aja dulu nggak sampe segitunya waktu masih ngidam." Ibu Hartati berkomentar.     

"Akh... gak tau bu, pingin banget bekasan nya Jamal," aku Rio. Perasaannya saat ini benar-benar lega. Akhirnya hasrat kepingin minum bekasan Jamal terpenuhi. "Bekasan Jamal kok bisa enak gini ya?"     

Ibu Hartati mengerenyit  "Yudah buruan, udah di tungguin di depan." Setelah menyampaikan itu, ibu Hartati memutar tubuhnya, lalu berjalan meninggalkan Rio di dapur. "Laki-laki ngidam, lebih ribet dari perempuan." Gumam ibu Hartati ditengah perjalanannya menuju ruang pesta.     

Mengabaikan ibu Hartati, Rio menggunakan telunjuknya untuk membersihkan sisa-sisah air jus jeruk di dalam gelas. "Em... kok bekasan Jamal bisa enak gini sih..." ucap Rio sambil menghisap telunjuknya yang sudah basah dengan sisa-sisah jus jeruk.     

~☆~     

"Ih... dasar jorok!" komentar Jamal saat diberitahu sama ibu Marta bahawa sebenarnya yang meminta jus jeruknya adalah Rio. "Jiwa miskinnya langsung timbul. Kebiasaan kali, makan sisahan orang." Jamal mencibir.     

"Eh, Jems... kamu nggak boleh gitu," protes Letta yang tidak setuju dengan pernyataan Jamal. "Gimana juga dia udah jadi pasangan kamu. Dia suami kamu! Inget. Kamu harus hargai dia."     

"Mama setuju sama Letta!" Dukung ibu Marta yang membuat Jamal memutar bola matanya, jengah.     

Sepertinya tidak ada satupun orang yang mendukung Jamal. Hal itu yang membuat Jamal semakin kesal kepada Rio.     

"Makasih bu Marta, udah diminum sama Rio."     

Suara ibu Hartati membuat ibu Marta menoleh ke arahnya, "Syukurlah," ucap bu Marta. Kemudian ia mengalihkan pandangannya kembali ke arah Jamal. "Denger Jamal, pokonya kalo nanti Rio minta apa-apa kamu wajib turutin. Apapun itu!" Tegas ibu Marta.     

Mendengar itu bola mata Jamal melebar, seperti akan loncat dari tempatnya. "Kok, gitu mah?!" Protes Jamal.     

"Iya dong...!" Sahut ibu Marta. "Kamu kan, bapaknya. Kalo Rio minta sesuatu, itu bukan dia. Tapi bayi yang ada di dalam perutnya. Kamu wajib mengusahakan apa yang jadi keinginan bayi kamu! Kamu nggak boleh malas. Sekalipun nanti Rio minta kamu manjat pohon kelapa buat ngambil kelapa muda kamu barus mau."     

"-kalo kamu nggak nurutin, kamu mau anak kamu nanti tiap hari ngelai, trus ingusan, matanya banyak beleknya?"     

Walapun yang dikatakan sama ibu Marta itu cuma mitos, dan sekedar menakut-nakuti Jamal. Tapi sukses membuat tubuh Jamal bergidik merinding saat mendengar konsekuensi yang akan anaknya terima, kalau ia tidak mau menuruti ngidamnya Rio. Ia berharap semoga saja Rio tidak minta yang aneh-aneh saat ngidam.     

"-kalo sampe nanti anak kamu lahir itu seperti yang kayak di omongin sama mamah, berarti kamu nggak nurutin ngidamnya Rio. Itu artinya kamu siap-siap jadi gembel!" Putus ibu Marta.     

"Mana bisa gitu mah!" Protes Jamal. "Itu namanya nggak adil!"     

"Makanya, kamu harus nurutin semua ngidamnya Rio. Itu kalo kamu nggak mau jadi gembel."     

Keputusan ibu Marta semakin membuat Jamal geram. Tapi ia tidak bisa berbuat apapun selain mendengkus kesal.     

Berbeda dengan Jamal yang sedang kesal dengan keputusan ibunya, lain halnya dengan Rio yang secara kebetulan mendengar ancaman ibu Marta kepada Jamal. Hal itu seperti kabar baik yang akan membantunya untuk melancarkan balas dendam. Rio menarik ujung bibirnya, mengulas senyum seraya mendesis. Sepertinya, kemenangan ada di depan mata.     

Rio berjalan mendekati ibunya, ia langsung memasang ekspresi wajah seolah tidak mendengar apa-apa.     

"Lagi pada ngomongin apa?" ucap Rio setelah ia berdiri diantara ibu Marta dan ibunya. Manik matanya melirik penuh ancaman ke arah Jamal.     

Yang dilirik mengrenyit kan keningnya, heran.     

"Eh, kamu sayang enggak lagi ngomongin apa-apa kok. Gimana udah lega?"     

Rio tersenyum tipis, ia curiga sepertinya ibu Marta sudah menceritakan prihal jus jeruk tadi. Tapi tidak apa-apa, toh ia sudah mendapatkan kabar yang sangat baik.     

"Udah, ma," jawab Rio singkat.     

"Yaudah mumpung kalian lagi di sini bareng, ada yang mau mama sampein sama kalian..." ucap ibu Marta menarik perhatian Jamal dan juga Rio.     

"Soal apa, mah?" tanya Jamal.     

"Pertama ini mama mau masih titipan dari dokter Mirna. Tadi dia nyariin kamu, cuma nggak enak mau ngasih langsung. Trus sebelum dia pulang, mama diminta sama dia buat ngasih ini ke kamu." ucap Ibu Marta sambil memberikan buku kepada Rio.     

"Apa ini mah?" heran Rio sambil mengamati cover atau sampul buku yang bergambar wanita sedang mengandung.     

Semantara Jamal hanya mendongak, mengintip dari tempatnya. Ia tidak ingin ketahuan kepo.     

"Itu buku buat kamu cek kehamilan setiap bulan."     

Rio dan Jamal menelan ludahnya susah payah saat mendengar jawaban dari ibu Marta.     

"Di situ udah ada nomor telpon sama alamat bidan__"     

"Kok bidan sih mah?" Potong Jamal. Ia sudah mempunyai firasat yang tidak enak.     

"Namanya orang hamil priksanya ya ke bidan. Kamu harus mau! wajib nganter Rio tiap bulan kalo mau priksa..."     

Dugaan Jamal tepat, ia hanya bisa menarik napas panjang sambil menahan umpatan.     

"-tenang, dokter Mirna udah kasih tau sama bidannya. Dijamin aman!" lanjut ibu Marta.     

"Tapi__"     

"Tunggu mama belum selesai ngomong," serga ibu Marta memotong kalimat Jamal.     

Rio dan yang lainnya hanya bisa diam, menunggu kelanjutan kata-kata ibu Marta.     

Ibu Marta menoleh ke arah Rio, ia tersenyum simpul sambil memberikan kotak kecil yang terbuat dari kayu. Sebuah kotak yang sudah di ukir dengan sangat cantik. "Mama mau kasih ini buat kado pernikahan kalian."     

"Apa ini, mah?" Tanya Rio sambil menatap__penuh penasaran pada kotak kecil yang kini sudah berada di genggaman nya.     

"Buka aja di sini nggak apa-apa?" perintah ibu Marta. "Biar nggak penasaran."     

Rio mengangguk, kemudian secara perlahan membuka kotak kecil tersebut. Seperti biasa, Jamal hanya mendongak mengintip dari tempatnya.     

"Kunci?" heran Rio saat ia sudah melihat isi dalam kotak kecil tersebut. Ia menagmbil kunci itu, menatapnya bingung. "Kunci buat apa?"     

Melihat kunci tersebut, lagi-lagi perasaan atau firasat tidak enak kembali muncul dalam diri Jamal.     

Ibu Marta menarik napas panjang, sebelum akhirnya ia menjelaskan prihal kado kunci yang ia berikan untuk hadiah pernikahan Jamal dan juga Rio.     

"Mama pikir, kalian kan udah nikah. Jadi nggak ada salahnya kalo kalian belajar hidup mandiri. Makanya mama sengaja kasih kado rumah buat kalian tinggal berdua!"     

"Mama....! Apa-apaan ini?" protes Jamal. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ibunya sampai berpikir ke arah sana.     

Mulanya Jamal menganggap pernikahannya itu hanya sebuah setatus. Sebagai bentuk pertanggung jawaban atas kehamilan Rio. Setelah menikah ya udah, hidup sendiri-sendiri, tanpa harus tinggal bersama. Tapi sayang, kenyataan memang selalu diluar ekspektasi. Ibunya malah memberikan rumah khusus untuk mereka tinggal berdua.     

"-aku nggak mau!" tolak Jamal dengan tegas.     

"Kamu harus mau Jamal, biar kamu bisa mandiri. Jangan cuma enaknya doang!! Mama pingin kamu berubah." ujar ibu Marta tidak kalah tegas dari Jamal. Kemudian ibu Marta menoleh ke arah Rio seraya tersenyum simpul. "Mama yakin kok, Rio bisa bikin kamu berubah. Tolong ya Ri, bikin Jamal biar bisa pinter kaya kamu. Yah, walupun umur dia dua tahun lebih tua dari kamu, tapi soal akademik dia ketinggalan jauh."     

Kata-kata ibu Marta membuat dara Jamal mendidih. Napasnya memburu, rahang tegas mengeras karena emosi yang hampir tidak bisa ia tahan.     

Semenatar Rio hanya bisa mengerenyit sambil tersenyum kecut. Tapi tiba-tiba ia teringat sama ucapan ibu Marta yang mengatakan bahwa Jamal harus menuruti semua yang diinginkan sama Rio. Tinggal berdua dengan Jamal mungkin bisa melancarkan aksi balas dendamnya.     

Senyum kecut Rio berubah menjadi manis saat ia menemukan ide, ingin membuktikan kata-kata ibu Marta. Apa iya Jamal harus menuruti semua keinginan ngidamnyanya. Oleh sebab itu, supaya tidak penasaran, Rio ingin membuktikannya di sini. Sekarang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.