Cowok Hamil

Menyiapkan pernikahan



Menyiapkan pernikahan

0Di dalam kamarnya, ibu Marta sedang duduk menyandar di kepala dipan. Kakinya ia selonjorkan bebas, semantara ibu jarinya sedang sibuk menggeser-geser sesuatu di layar ponselnya.     

Malam ini ibu Marta terlihat sangat cantik memakai baju tidur model piyamah, berbahan satin.     

"Pah... papa," panggil ibu Marta, kepada suaminya yang sudah tidur meringkuk memunggungi dirinya.     

"Hem..." sahut pak Tama.     

"Jamal sama Rio kalo make baju pengantin kayak gini cocok nggak ya?" tanya ibu Marta setelah ia menerima kiriman gambar rancangan pakaian pengantin dari designer langganannya.     

"Masak tanya papa sih? papa nggak ngerti apa-apa."     

Pak Tama menarik selimut tebal, menutupi tubuhnya sampai kebagian leher. Ia masih tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya. Bisa-bisanya ibu Marta nekat menikahkan Jamal dengan seroang laki-laki. Selain itu, usia Jamal masih belum cukup untuk menikah. Tidak hanya usia, dalam hal apapun pak Tama merasa jika Jamal belum siap untuk membina rumah tangga.     

"Dasar laki-laki, papa ini nggak bisa diajak kerja sama." Ibu Marta mendengkus kesal, kemudian ia kembali melanjutkan chatingnya dengan designer langganannya.     

Layar HP ibu Marta.     

#gambar     

Ses, kalo pakaian buat mempelai pria ini berapa harganya?     

#My designer     

Murah bu, untuk pakaian mempelai pria 75 juta. Kalo pakaian wanitanya 125jt.     

Aku suka ini ses... bikin dua ya, modelnya seperti ini semua. Ukurannya punya anaku Jamal aja.     

#My designer     

Lho kok dua? Yang satunya kenapa nggak model lain aja?     

Udah bikin aja dua yang itu.     

#My designer     

Yaudah deh, aku bikinin dua. Terus buat mempelai wanita apa harus sama juga?     

Mempelai wanitanya enggak usah ses.     

#My designer     

Lho? Kok...?     

Udah jangan banyak nanya ses. Kerjain aja!     

#My designer     

Yaudah deh...     

:smiling_face_with_smiling_eyes:     

Selesai urusan chating dengan designer langganan nya, ibu Marta menekan tombol power, guna mematikan HP canggih miliknya.     

Membuang napas lega, ibu Marta merapihkan posisi bantal, lalu membaringkan dirinya sambil menarik bedcaover untuk menyelimuti tubuhnya. Dilihat dari bibirnya yang tidak berhenti tersenyum, sudah bisa dipastikan, kalau ibu Marta sedang merasa sangat bahagia.     

Bagaimana tidak bahagia? Pertama ia sudah berhasil memaksa Jamal supaya bersedia menikahi Rio__walaupun harus dengan sedikit ancaman. Kedua urusan baju pengantin untuk Jamal dan Rio juga sudah ceklis. Ibu Marta tinggal mendaftarkan Jamal dan Rio ke KUA, lalu menetukan tanggal pernikahan mereka.     

"Ma..."     

Ibu Marta membuka mata yang baru saja terpejam, saat mendengar suaminya memanggil.     

"Eem..." sahut ibu Marta tanpa menoleh ke arah suaminya. "Apa pah?"     

"Mama udah pikirin lagi, rencana mama mau menikahkan Jamal sama Rio? apa mama benar-benar serius?"     

Pertanyaan suaminya membuat wanita yang mempunyai julukan crazy rich itu, mendengkus kesal. "Kurang serius gimana sih, pa? mama udah pesenin baju buat mereka lho," ucap ibu Marta meyakinkan suaminya kalau ia benar-benar serius dengan niatnya.     

"Tapi kenapa harus ngasih dua puluh lima persen harta kita buat Rio? apa itu nggak berlebihan ma?" protes pak Tama.     

"Ya ampun pah, papa masih mikirin harta yang cuma secuil itu?" kesal ibu Marta. "Inget pa? Rio itu lagi ngandung anaknya Jamal! Cucu kita! Dia berhak mendapatkannya. Lagian mama udah seneng sama Rio. Dia itu berasal dari keluarga sederhana. Mama yakin dia anak baik dan nggak neko-neko__"     

"-udah gitu Rio juga anak yang pinter. Mama berharap Jamal bisa banyak belajar dari Rio. Semoga aja setelah Jamal nikah sama Rio, Jamal jadi bisa berubah." Ibu Marta menoleh ke arah suaminya yang masih tidur membelakanginya. "Emangnya papa nggak seneng kalo Jamal jadi lebih baik?"     

"Ya... papa seneng. Tapi Rio kan laki-laki."     

Walaupun sebenarnya pak Tama setuju dengan pemikiran istrinya, tapu masih ada sedikit yang mengganjal, lantaran jenis kelamin Rio yang sama dengan anaknya.     

"Udah deh pah, jangan bahas soal jenis kelamin Rio. Yang panting dia itu bisa hamil. Jadi walopun Jamal nikah sama dia, kita tetep punya generasi penerus, kok." Jelas ibu Marta berusaha meyakinkan suaminya.     

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya pak Tama hembuskan secara kasar. Memutar tubuhnya guna berhadapan dengan ibu Marta, memudian pak Tama menatap bingung kepada istrinya.     

"Emangnya mama nggak khuatir nanti sama pendapat orang-orang tentang pernikahan anak kita? apa kata sodara-sodara nanti ma? trus kalo sampe media tau, nama baik keluarga kita bisa tercemar."     

Lagi-lagi pak Tama membuat ibu Marta memutar bola matanya, jengah.     

"Masih mikirin nama baik sih papa? emang papa gak mikirin nasip anak orang yang di hamilin ama anak kita? Kalo mamah sih nggak perduli sama omongan orang." Ibu Marta menghela napas panjang sebelum akhirnya melanjutkan.     

"-denger ya pah, nyinyir itu bakal tetep ada sampe akhir jaman nanti. Jadi walaupun kita berbuat baik, itu yang namanya nyinyiran masih tetep ada kok? mangkanya mama sih nggak mau pusing mikirin omongan orang. Paling mereka cuma modal jempol doang, beraninya di belakang ngomongin orang, sembunyi di balik akun palsu. Paling kalo disamperin itu orang juga bakal kayak kerupuk di siram air. Melempem__"     

Ibu Marta menghentikan kalimatnya, ia menoleh ke arah suaminya saat telinganya mendengar suara dengkuran dari mulut suaminya. Rupanya pak Tama tertidur saat ia berbicara panjang lebar.     

"Papaaaaa....!" Geram ibu Marta, sambil meremas-remas jemarinya.     

~☆~     

Bel jam istirahat yang ditunggu para siswa akhirnya berbunyi juga. Seperti biasa, sebagian besar murid-murid langsung berlari ketempat favorit mereka. Dimana lagi kalo bukan di kantin.     

Begitupun dengan Rio, yang sudah menahan lapar sejak jam pelajaran pertama dimulai. Entahlah, akhir-akhir ini Rio sering merasa cepat lapar walapun belum lama ia makan. Selain itu porsi makannya juga makin bertambah banyak. Maklum saja, Rio makan tidak hanya untuk dirinya sendiri. Tapi ada dua bayi di dalam perutnya yang juga mebutuhkan makanan.     

Ngomong-ngomong sejak Rio mengetahui bahwa dirinya sedang hamil, ia jadi banyak meminum vitamin yang diberikan oleh dokter. Oleh sebab itu, ia sudah tidak lagi sering mengalami mual, dan juga pusing di kepala. Makanya, hari ini Rio memaksakan diri untuk bisa masuk ke sekolah.     

Tapi tetap, untuk masalah ngidam, atau menginginkan sesuatu yang aneh, tidak bisa dihilangkan hanya dengan minum obat atau vitamin. Karena itu adalah naluri. Banyak yang mengatakan kalau ngidam itu bawaan dari bayi. Tidak ada obatnya. Kalau sedang ngidam, obatnya ya harus menuruti apa yang diinginkan oleh orang yang sedang mengalami ngidam.     

"Bu, bakso dua mangkok. Sama mie ayam nya satu mangkok, ya." Ucap Rio saat ia sudah berdiri di depan etalase penjual bakso sekaligus mie ayam.     

Suasana kantin masih sangat sepi, karena pada saat bell berbunyi Rio langsung lari keluar kelas lebih dulu. Ia bisa bernapas dengan lega lantaran tidak perlu menunggu atau mengantri saat memesan bakso dan mie ayamnya.     

"Pesenan siapa aja Ri?"     

"Buat sendiri bu," jawab Rio.     

"Hah? Kelaperan kamu Ri?" Heran penjual bakso.     

"Iya nih laper banget," jawab Rio santai tanpa beban. Kemudian ia memberikan sesuatu kepada ibu penjual bakso. "Bu nanti tolong seduhin ini pake air panas ya?" Rio memberikan susu bubuk yang sudah ditaruh di dalam tupperware__kepada penjual bakso. Rio terpaksa membawa susu bubuk itu karena ibu Hartati yang memaksanya. Buat jaga-jaga karena Rio harus rutin minum susu sesuai yang dianjurkan.     

"Ini apa Ri? susu?" tebak penjual bakso di kantin, sambil menatap penuh tanya pada tupperware tersebut.     

"Bukan bu, itu suplemen khusus buat cowok, bentuknya emang kayak susu." jawab Rio berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan kalau sebenarnya itu adalah susu bubuk khusus untuk ibu hamil. "Biar ototnya gede." Rio menaikan kedua alis sambil menunjukan otot lengannya kepada penjual bakso.     

"Ada-ada aja kamu, Ri. Yaudah tunggu ya." Penjual bakso tersebut meletakan tupperware berisi susu bubuk di atas meja. Beberapa saat kemduian ia mulai meracik pesanan Rio.     

"Mang!! Es jeruk satu ya..." teriak Rio kepada seorang pria yang menjual khusus aneka minuman di dekat penjual bakso tersebut.     

"Sip!" Penjual es tersebut mengacungkan jempol nya ke arah Rio.     

Setelah beberpa saat menunggu, akhirnya semua pesanan Rio sudah tersaji di atas nampan. Rio berjalan mendekati nampan di atas meja kasir setelah penjual bakso memanggilnya.     

"Bayarnya entaran ya, udah laper banget soalnya." ucap Rio kepada kasir yang diperkirakan usianya tiga tahun lebih tua dari Rio.     

"Yaudah, nggak papa."     

"Thanks, ya."     

Dengan penuh semangat Rio mengambil nampan berisi dua mangkuk bakso, satu mangkuk mie ayam, satu gelas es jeruk, dan satu gelas susu untuk ibu hamil.     

Air liur Rio tidak berhenti keluar saat melihat kenyalnya mie ayam yang terkumpul dalam satu mangkok. Taburan potongan ayam di atas mie, dan kentalnya kuah bercampur bumbu, benar-benar membuat Rio semakin tidak sabar ingin segera menyantapnya. Belum lagi ES jeruknya, batu es yang tenggelam di dalam air berwarna orange itu, membuat butiran-butiran air merembes di sisi gelas yang terbuat dari kaca. Siapapun orang yang melihat, pasti ingin segera meneguk nya.     

Rio berjalan sambil membawa nampan yang berisi pesanannya. Mengedarkan pandangannya, ia mencari tempat yang nyaman untuk menyantap semua makanannya.     

Tiba-tiba saja pandangannya berhenti pada sebuah meja, dimana hanya Jamal dan anggota gangnya yang boleh duduk di sana. Entahlah, hasrat ingin duduk di kursi kekuasaan Jamal begitu kuat. Sehingga tanpa berpikir panjang, Rio berjalan menuju meja kekekuasaan Jamal dan para anggota gangnya.     

Langkah kaki Rio membawa nya sampai pada kursi dan meja yang dikuasai oleh Jamal. Meletakan nampan di atas meja, Rio kemudian menarik kursi yang biasa diduduki Jamal, lalu menjatuhkan pantatnya di sana.     

Manik mata Rio melirik pada sebuah mangkuk kecil yang berisi sambal kesukaannya. Sebenarnya ia sangat ingin mencampur sambal yang banyak pada bakso dan mie ayamnya. Tapi karena ia sadar kondisinya sedang hamil muda, oleh sebab itu ia berusa sekuat tenaga agar tidak memakan pedas. Selain itu ibu Hartati juga sudah melarangnya.     

Ngomong-ngomong, berkat dukungan mental dari dokter Mirna dan ibu Hartati, lambat laun Rio sudah mulai bisa menerima kenyataan tentang kehamilannya. Perlahan tapi pasti, Rio sudah mulai bisa ikhlas menerima dua janin dalam perutnya.     

Beberapa saat kemudian, terlihat para murid-murid berseragam SMA sudah mulai ramai memasuki kantin sekolah. Begitu juga dengan Jamal dan beberapa gangnya juga sedang berjalan ke arah meja kekuasaan mereka.     

Meski sosok Jamal sudah terkenal dengan kenakalannya, tapi anehnya masih saja banyak cewek-cewek yang mengidolakan dirinya. Keberadaan Jamal selalu menjadi pusat perhatian, tidak perduli dengan kenekalan, dan juga otaknya yang tidak pintar.     

"Eh, Jems... liat tu, kayaknya si Rio nggak ada takut-takutnya ya sama lu," ucap salah seorang anggota gang Jamal sambil menunjuk kursi, dimana ada Rio sedang menyantap mie ayamnya. "Kayaknya lu musti ngasih pelajaran lagi sama dia Jems. Kalo enggak tu anak makin kurang ajar!"     

Sorot mata Jamal mengikuti arah telunjuk anak buahnya. Wajahnya berubah menjadi angkuh, saat ia melihat Rio dengan nyaman duduk di kursi kekuasaannya.     

"Lama-lama yang lain bakal ikut ikutan. Lu jadi nggak dihargain lagi di sekolah ini." Imbuh salah seorang anak buah yang lainnya. Ia sengaja seperti menghidupkan kompor, supaya Jamal merasakan panas.     

Dan ternyata benar, kompor dari teman-temannya sukses membuat darah Jamal mendidih. Jemarinya mengepal, rahang tegasnya mengeras. Tanpa berpikir panjang, Jamal berjalan cepat ke arah Rio yang sedang khusuk menikmati makanannya.     

Sementara teman-temannya mengikuti Jamal dari belakang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.