Cowok Hamil

O My God



O My God

0"Pokoknya, kalian harus nikah! Titik!" Putus ibu Marta dengan tegas, dan tidak ingin ada perlawanan dari siapapun. Termasuk suaminya, Bapak Wiratama.     

Setelah menyampaikan itu, ibu Marta berdiri dari duduknya. Berjalan mendekati Rio dan Jamal yang masih berdiri berdampingan. Manik matanya menatap kedua remaja ganteng itu secara bergantian.     

Yang ditatap mengrenyit heran__Jamal dan juga Rio.     

"Tapi kalo diperhatikan, kalian kok... serasi ya?" komentar heran ibu Marta, setelah dengan teliti ia mengamati wajah Rio dan juga anaknya, Jamal. "Kalo gitu secepatnya aja kalian nikah..."     

"Mama ini apa-apa sih? enggak lucu!" protes Jamal. Ia masih belum bisa terima dengan keputusan ibunya. "Jangan ngambil keputusan sepihak dong ma! Mama kan harus minta persetujuan dulu dari aku!"     

"Lho...? mama kan enggak butuh persetujuan dari kamu. Jadi kenapa harus minta?" tegas ibu Marta. "Bukan begitu, pa?"     

"T-terserah mama saja," sahut pak Tama gugup.     

Ibu Marta mengulas senyum setelah mendengar jawaban dari suaminya. Ia memutar tubuh, menoleh ke arah ibu Hartati yang masih diam dengan segala kebingungan nya. "Kamu mau kan jeng, kalo kita jadi besan?"     

"Sa-saya__" ibu Hartati terdiam. Ia melihat ke arah Rio sebelum akhirnya menjawab. "Saya gimana Rio saja, bu. Soalnya kan, dia yang mau menjalaninya."     

"Ma... tolong dipikirin lagi rencana gila mama itu," serga Jamal sebelum ibu Marta bertanya kepada Rio. "Lagian kita ini kan sama-sama laki-laki, mana bisa nikah! Aku masih normal ma kalo nikah sama cowok, aku nggak nafsu!" tegas Jamal berusaha membujuk ibunya.     

Melipat kedua tangannya di perut, ibu Marta menatap sinis kepada anaknya. "Nggak nafsu kok bisa sampe jadi anak!"     

Cibiran dari ibu Marta membuat Jamal seperti tertohok, sampai membuatnya harus menelan ludahnya susah payah.     

Begitupun dengan Rio, ia terlihat celingukan salah tingkah. Tapi melihat sikap ibu Marta, sepertinya Rio jadi menemukan ide untuk membalas dendam kepada Jamal. Apa mungkin ibu Marta bisa diandalkan untuk bekerja sama? entahlah.     

"Rio..." panggil ibu Marta.     

"I-iya bu..." balas Rio.     

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya ibu Marta hembuskan secara perlahan. "Inget masa depan kamu sayang. Kamu akan butuh banyak biaya kalo anak kamu itu nanti lahir. Ibu juga nggak bisa bayangkan nasib beasiswa kamu nanti. Kamu mau kan jadi menantu mama?" mohon ibu Marta.     

"Tapi kan bu__"     

"Husst..." ibu Marta memotong kalimat Rio. "Nggak ada tapi-tapian. Kalo kamu mau nikah sama Jamal, kamu bakal dapet dua puluh lima persen dari harta kami."     

Bola mata Jamal melebar saat mendengar keputusan ibunya. Bahkan ia sampai berpikir kalau ibunya sudah tidak waras.     

Sementara Rio hanya terdiam sambil menelan ludahnya susah payah. Manik matanya sekilas melirik, mengedar pandangan di ruang tamu ibu Marta. Bukan karena ia matre, ia hanya sedang mengira-ngira berapa jumlah dari angka dua puluh lima persen itu.     

"Udah, nggak usah mikir dan nggak usah dihitung berapa nominal dua puluh lima persen dari harta kami." ucap ibu Marta seolah bisa menembus apa yang ada di kepala Rio. "Kalkulator juga nggak akan cukup buat nunjukin angkanya. Yang jelas banyak... banyak banget."     

Ibu Marta sedang tidak sombong, apa yang ia katakan memang benar. Ia cuma sedang berusaha supaya Rio mau mempertimbangkan tawarannya. Sekalipun ia sombong, ya wajar sih, ibu Marta memang seorang wanita crazy rich yang sangat terkenal. Jadi ia punya sesuatu yang bisa di sombongkan.     

Dan sebenarnya, bagi ibu Marta itu seperti pucuk dicinta ulam pun tiba__alih-alih ia sedang sibuk mencari istri untuk anaknya supaya bisa mengubah Jamal agar menjadi lebih baik, lalu datang Rio dengan membawa dua janin sekaligus di dalam perutnya. Sedangkan janin tersebut tidak lain adalah darah daging dari anaknya sendiri, Jamal.     

"-dengan dua puluh lima persen itu, kamu bisa beli mobil mewah lima, atau bahkan sepuluh sekaligus. Ibu kamu nggak perlu capek kerja... trus adek-adek kamu juga bisa sekolah dimanapun mereka mau," lanjut ibu Marta yang semakin membuat Rio berpikir keras.     

"Yang bener aja ma...!" protes Jamal kembali. Tentu saja ia tidak terima dengan keputusan ibunya. Enak saja, bisa makin besar kepala nanti Rio. Pikir Jamal. "Tetep aja kita itu sama-sama la-ki-la-ki! Nggak boleh nikah!" tegas Jamal. Ia lebih menekan lagi untuk kata 'laki-laki' supaya bisa menyadarkan ibunya.     

"Jamal denger ya, mama nggak perduli Rio itu laki-laki. Toh dia bisa hamil... lagian mama lebih suka punya mantu laki-laki dari pada perempuan!" aku ibu Marta yang membuat semua mulut yang mendengar terlihat menganga, karena terkejut. "Laki-laki itu lebih mandiri! Enggak manja. Lagian kalo mama perhatiin... Rio ini bisa diandalkan. Dia bisa didik kamu!"     

Pernyataan ibu Marta semakin membuat Jamal frustasi. Sebenarnya ia juga sama seperti Rio, tidak pernah membayangkan bakal menikah dengan yang namanya laki-laki. Apalagi sama Rio, anak yang paling ia benci.     

Berbeda dengan Jamal yang nampak frustasi, Rio justru malah terlihat tersenyum penuh kemenangan. Sepertinya jalan untuk membalas dendam sudah ia temukan, meskipun harus mengenyampingkan gengsinya. Ia tidak perduli lagi dengan prinsip awalnya menyatakan; bahwa ia tidak akan sudi menikah dengan Jamal.     

Yang terpenting bagi Rio, ia bisa membalas dendam! Memberi sedikit pelajaran supaya Jamal bisa lebih menghargai orang lain.     

"Bu...!" panggil Rio kepada ibu Marta__calon mertuanya.     

"Gimana Rio? apa kamu udah kasih keputusan?" tanya ibu Marta penasaran.     

Membuang napas gusar, sebelum akhirnya Rio menjawab. "Aku... aku... aku mau nikah sama Jamal," putus Rio.     

"WHAAAAT!!"     

Keputusan Rio sangat mengejutkan Jamal sampi membuatnya berteriak histeris. Ia juga hampir saja terjatuh karena lemas. Wajahnya pun makin terlihat frustasi.     

Sebenarnya tidak hanya Jamal yang terkejut, semua yang mendengar keputusan Rio juga sempat dibuat shock. Hanya saja, kadar keterkejutan nya tidak se-histeris Jamal.     

Tapi tidak dengan ibu Marta, ia malah terlihat sangat bahagia.     

"Nah... gitu dong sayang. Dari tadi kek," ucap ibu Marta sambil mencubit gemes pipi Rio. "Kalo gitu, mulai sekarang kamu jangan panggil ibuk ya, tapi mama..."     

Rio tersenyum simpul sambil menganggukan kepalanya. "Iya bu- eh, mama..." ucap Rio masih sedikit kaku.     

"GILA!!" maki Jamal sambil sambil menunjuk-nunjuk wajah Rio. "Lu udah gila ya? Bukanya tadi lu bilang nggak sudi nikah ama gue?!"     

Kali ini makian dari Jamal tidak berarti apa-apa bagi Rio. Justru ia malah menarik ujung bibirnya, tersnyum miring meremehkan.     

Ternyata membuat dia marah, emosi, dan bahkan menderita, itu nikmat juga ya. Pikir Rio.     

"Jamal... kamu nggak boleh kasar sama Rio. Kasian dia sedang mengandung anak kamu!!" protes ibu Marta membela Rio. "Dan kamu juga nggak bisa ngelak lagi. Di perut Rio ada anak kamu. Jadi laki-laki harus gantel. Berani berbuat berani bertanggung jawab!" tegas ibu Marta.     

"Tapi ma__" serga Jamal.     

"Nggak ada tapi-tapian. Kalo kamu masih keukeuh nolak, semua warisan bakal mama kasih ke Rio dan cucu mama!" pungkas ibu Marta. "Kamu nggak maukan jadi gembel?"     

Sebenarnya ibu Marta cuma menggertak saja sih. Ia tidak segila itu membiarkan Jamal__anak satu-satunya terlantar dan menderita. Namun gertakan ibu Marta sukses membuat Jamal tidak berkutik.     

Sorot mata Jamal menatap angkuh ke arah Rio yang tengah tersenyum tipis ke arahnya. Amarah besar tergambar jelas di raut wajah Jamal.     

"Terserah kalian!!" Kesal Jamal. Kemudian ia berjalan sambil menyenggol kasar bahu Rio menggunakan bahunya__membuat Rio sedikit terhuyung hingga mundur beberapa langkah.     

"Kamu nggak apa-apa, sayang?" cemas ibu Marta.     

"Nggak apa-apa kok, bu... eh ma," jawab Rio sambil memegangi bahu yang bekas di senggol sama Jamal.     

Ibu Marta mendengkus, sorot matanya menatap kesal pada punggung Jamal yang sedang berjalam ke arah lift. "Sebentar saya tinggal dulu..." pamit ibu Marta kepada ibu Hartati dan yang lainnya. "Rio kamu duduk dulu, orang hamil nggak boleh terlalu capek!"     

Setelah menyampaikan itu, ibu Marta berjalan menyusul Jamal yang akan masuk kedalam kamarnya, menggunakan lift. Saat melewati ruang makan, ibu Marta menghentikan langkah saat tidak sengaja ia melihat tumpukan foto-foto perempuan, yang akan ia jodohkan sama Jamal masih tergelatak di atas meja makan.     

Ibu Marta mengambil tumpukan foto-foto tersebut, lalu berjalan ke arah kotak sampah terdekat, dan menjatuhkan foto-foto tersebut kedalam kotak sampah tersebut.     

Ibu Marta sudah tidak membutuhkan foto-foto itu lagi. Setelah membuang foto-foto itu, ibu Marta melanjutkan kembali perjalanannya menuju kamar Jamal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.