Pamanku Kesalahanku

Kalau Tidak Percaya Padaku, Mau Percaya Siapa?



Kalau Tidak Percaya Padaku, Mau Percaya Siapa?

0Mo Yangyang menelan ludah, "Aku…"     

Latiao melanjutkan, "Begitu Mama membuka mulut, dan memperhatikan tatapan mata Mama, kami semua tahu bahwa Mama menyembunyikan rahasia di dalam hati. Cara Mama mencoba tersenyum benar-benar jelek, hanya saja kami tidak tega untuk mengungkapkannya."      

"Kalau sudah seperti itu, apakah Mama berpikir bahwa akting Mama sangat sempurna? Ma, kamu meremehkan IQ-ku dan Xize, juga melebih-lebihkan dirimu sendiri." Tambah anak kecil ini.     

Walau menusuk, namun tidak ada emosi dalam kata-kata Latiao itu.      

Karena anak ini tidak memilih untuk berbelit-belit, maka dirinya langsung berbicara ke inti topik.     

Latiao menghela napas dan berkata, "Ma, IQ-mu terbatas... Tidak peduli seberapa keras dirimu berusaha, akan tetap saja begitu. Mama benar-benar tidak bisa mengendalikan emosi. Apakah mama tahu bahwa Mama tidak bisa menyembunyikan apapun di depanku? Dulu aku tidak ingin mengatakan ini, karena aku tidak ingin membuatmu sakit hati."     

Mo Yangyang sedikit menjilat sudut bibirnya dan merespon, "Latiao, apakah kamu yakin dirimu datang ke sini tidak untuk menyakiti hati mama?"     

Latiao menyilangkan kedua tangan di dada dan menjawab, "Ma, aku memberitahumu sesuatu yang sangat serius, jangan keluar dari topik pembicaraan. Lagi pula, aku hanya menyatakan fakta, jadi jangan membantahnya."     

Mo Yangyang menutupi wajah. Ia sangat sedih ketika anaknya yang berusia empat tahun memberi pukulan seperti ini.     

Latiao melanjutkan, "Ma, jangan kabur. Ayo kita lanjutkan pertanyaan tadi. Aku tahu Mama pasti pernah bermimpi buruk saat koma waktu itu, dan itu pasti ada hubungannya dengan Xize…"      

"Ditambah lagi, lusa kemarin malam Mama bermimpi yang ternyata jadi kenyataan di pagi harinya. Itu membuat suasana hati mama jadi rumit saat menghadapi Xize, juga memberi jarak dengannya. Aku juga paham kalau Mama tidak tahu cara menghadapinya."     

"Namun, keluarga kita, tidak bisa berlanjut dalam keadaan seperti ini. Masalah ini harus diselesaikan, dan itu harus diselesaikan secepatnya. Xize tidak tega untuk memaksamu, tetapi kamu juga tidak bisa lagi menggunakan keterampilan aktingmu yang buruk untuk menutupi guncangan perasaan batinmu."      

"Ma, kita harus mengungkapkan masalah ini sejelas-jelasnya, dan harus menyelesaikan masalah ini."     

Latiao yang menyampaikan semua itu seolah menunjukkan dirinya bukan lagi seorang anak kecil biasa saat ini. Anak ini seakan tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang memiliki pemikiran kelewat dewasa.     

Ya, seakan seperti orang tua yang mendidik "putrinya".     

Mo Yangyang mengangkat kepala, "Kalian, benar-benar tahu semuanya?"     

Latiao, "Kenapa tidak? Tidak terlalu sulit untuk mengetahuinya. Cukup dianalisis saja, semua bisa ditebak. Ma, hanya kamu saja yang berpikir rumit."     

Mo Yangyang menghela napas dan menundukkan kepala. Ia berpikir bahwa tidak ada yang menemukan rahasia di dalam hatinya, tetapi kenyataannya, mereka sudah mengetahuinya.     

Latiao melanjutkan, "Ma, kalau Mama tidak bisa menyelesaikannya dengan kemampuan sendiri, maka jangan memikirkan langkahnya dengan cara sendirian. Aku anakmu. Bahkan pada anak sendiri saja Mama tidak mau memberitahu. Mama… apa yang sebenarnya Mama pikirkan?"     

Mo Yangyang mengerutkan bibirnya, "Aku tidak tahu cara mengatakannya."     

Latiao berkata, "Kalau begitu, ceritakan semua kejadian di dalam mimpi Mama padaku, mumpung Xize tidak di rumah sekarang. Aku tahu, Mama tidak ingin dia tahu sekarang. Jangan khawatir, aku tidak akan memberitahu dia. Mama harus percaya padaku, aku ini anakmu, aku adalah orang yang paling dekat denganmu di dunia ini."     

Tentu saja, hubungan ayah-anak mereka juga sudah lumayan baik.      

Mo Yangyang menghela napas, "Kalau begitu aku... akan menceritakannya...."     

Latiao mempersilakan, "Ceritakan."     

"Aku... bagaimana ya mengatakannya? Kejadian di mimpiku seperti sebuah seri. Itu luar biasa nyata, seolah-olah aku sendiri ikut berpartisipasi di dalamnya, bahkan aku bisa merasakan rasa sakitnya...."     

Mo Yangyang mengerutkan kening, ekspresi wajahnya tampak pahit….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.