Menjadi Istri Sang Bintang Film

Membuang Bantal Ayah



Membuang Bantal Ayah

0Setelah mengeringkan rambutnya, Jiang Tingxu melihat ke arah si Kecil yang sedang melempar bantal yang biasa digunakan ayahnya ke lantai.     

Setelah melemparnya, si Kecil merasa sangat senang, lalu meletakkan bantal kecilnya di sebelahnya.     

Pffft~     

Melihat adegan ini, Jiang Tingxu sungguh tidak bisa menahan tawa.     

Namun, tindakan putranya seolah-olah bermakna. Dalam hatinya, Jiang Tingxu merasa tidak memiliki kesan apa pun dengan ruangan ini.     

"Ning Ning, mengapa melempar bantal itu?"     

Si Kecil mengerucutkan bibir dan menggembungkan pipinya, ia tampak seperti roti kukus, "Karena bantal Ning Ning harus diletakkan di sini."     

Tentu saja tindakan terbaik untuk bantal yang lain adalah membuangnya.     

Jika si Kecil sedikit lebih besar, ia pasti bisa mengerti satu ungkapan, yaitu, Menyakitkan mata!     

Jiang Tingxu tentu saja tahu apa maksud putranya, tetapi perilaku si Kecil ini tidak boleh dibiasakan, "Ning Ning boleh meletakkan bantal Ning Ning di sana, tapi tidak boleh meletakkan bantal yang lain dengan sembarangan. Cepat ambil dan letakkan di sofa itu, mengerti?"     

Si Kecil ragu-ragu, namun kemudian mengangguk, "Baiklah!"     

"Ning Ning anakku sangat penurut."     

Setelah mendapat pujian, si Kecil merasa hatinya diselimuti rasa manis. Lebih manis dibanding saat makan permen.     

Si Kecil turun dari tempat tidur untuk mengambil bantal yang baru saja ia lempar ke lantai. Ia memegangnya dan berjalan menuju sofa yang tidak jauh darinya.     

Jiang Tingxu menggelengkan kepalanya, lalu berdiri dan meletakkan handuk basah ke dalam keranjang di kamar mandi.     

Ketika ia keluar dari kamar mandi, ia melihat si Kecil yang bersemangat, "Sudah selesai. Waktunya untuk pergi tidur."     

Sementara itu, di sisi lain, Ayah dan Ibu Mo juga selesai membersihkan diri. Ayah Mo bersandar di sandaran tempat tidur sambil membaca koran.     

"Tianhan, apakah kamu menyadari perubahan pada menantu kita? Dia berubah seperti menjadi orang lain."     

Ayah Mo melipat koran di tangannya lalu mengingat kembali apa yang ia lihat tadi, "Memang ada perubahan, tapi tidak berlebihan seperti yang kamu katakan. Aku dengar gadis itu tidak seperti ini sebelumnya? Memang dalam beberapa tahun kemarin, ia... hah, itu juga karena bocah sialan si Boyuan itu!"     

Ibu Mo tidak ingin berkomentar tentang ini, ia cenderung setuju, "Bocah sialan itu tidak menyadari ia berada di tengah keberkahan. Padahal Tingxu sangat baik. Hah, lihat saja, Boyuan sendiri yang akan menderita di masa depan."     

Tidak perlu menunggu masa depan, karena sebenarnya Mo Boyuan sudah mulai merasakannya.     

"Aduh, aku lupa memberikan hadiah untuk menantu perempuanku!" ucap Ibu Mo.     

"Hadiah apa? Berikan saja besok."     

Tetapi, Ibu Mo malah melirik suaminya dengan sinis dan bertanya, "Memangnya kamu tahu apa?"     

Setelah berucap demikian, Ibu Mo mengeluarkan kotak perhiasan yang dikemas dengan indah dari salah satu laci.     

Saat Jiang Tingxu bersiap membujuk putranya untuk tidur, ia mendengar ketukan lembut dari arah pintu.     

Jiang Tingxu pun bangun dari tempat tidur dan membukanya, "Ibu?"     

Ibu Mo tidak masuk dan hanya berdiri di depan pintu, "Sudah tidur?"     

"Belum."     

"Baguslah kalau begitu, aku kira akan mengganggu kalian berdua tidur. Ambillah ini."     

Jiang Tingxu terkejut karena tiba-tiba Ibu Mo memasukkan sesuatu ke genggaman tangannya, "Ini adalah hadiah untukmu. Ibu mendapatkan ini saat ikut acara pelelangan di luar negeri. Aku lupa memberikannya padamu sebelumnya. Saat pertama kali melihatnya, aku pikir ini sangat cocok untukmu."     

"Ibu, ini harganya pasti sangat mahal..."     

Apa mungkin barang yang dilelang itu murah? Dipikir-pikir seperti apa pun, sudah pasti harganya setinggi langit.     

"Mahal apanya? Ini memang ingin aku beli. Jika tidak, siapa lagi yang akan menggunakan uang yang sudah kita peroleh? Ambillah, aku akan kembali tidur dulu."     

Ibu Mo sama sekali tidak memberikan Jiang Tingxu kesempatan untuk menolak, jadi ia langsung pergi begitu saja.     

"Selamat malam, Ibu," ucap Jiang Tingxu pada punggung Ibu Mo yang mulai menjauh.     

Setelah masuk ke kamar lagi, si Kecil di tempat tidur melompat dengan cepat, lalu bertanya dengan sangat penasaran, "Jiang Tingxu, apa hadiah yang Nenek berikan padamu?"     

"Aku juga tidak tahu. Kamu ingin membukanya?"     

"Ya, buka saja."     

Jiang Tingxu mulai membuka kotak hadiah. Tanpa diduga, kotak kecil itu terbungkus tiga lapis pada bagian dalam dan tiga lapis lagi pada bagian luar. Setelah akhirnya, mereka bisa melihat isinya, si Kecil pun langsung berseru, "Ini sangat cantik!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.