Menjadi Istri Sang Bintang Film

Orang Tua Keluarga Gu



Orang Tua Keluarga Gu

0Kalung perhiasan berwarna zamrud terletak di dalam kotak dan memantulkan cahaya lembut berwarna-warni di bawah sorot lampu kamar.     

Jiang Tingxu bersikap begitu tenang karena ia tidak begitu mengerti tentang perhiasan.     

Padahal, asal usul kalung zamrud ini tidak sederhana. Kalung ini adalah milik keluarga kerajaan Negara Y dan mempunyai sejarah lebih dari 100 tahun.     

Dikatakan bahwa Duchess of Cambridge, nenek dari Ratu Kerajaan Negara Y, bersama dengan suaminya secara tidak sengaja berpartisipasi dalam sebuah lelang amal di Negara D dan membeli sebuah kotak berisi zamrud dari keluarga kerajaan India.     

Duke of Cambridge memberikan sebagian perhiasan zamrud itu kepada putranya. Ternyata, putranya malah memberikan perhiasan itu kepada kekasihnya.     

Setelah itu, Ratu sangat marah. Setelah pamannya meninggal, Ratu dengan cepat meminta zamrud ini dari kekasih pamannya.     

Kemudian, perhiasan ini diberikan kepada Ratu Elizabeth II dan diturunkan lagi kepada menantu perempuannya     

Tidak heran bahkan si Kecil sangat kagum ketika melihat perhiasan ini.     

Dengan cepat, kotak itu ditutup lagi.     

"Kamu sudah melihatnya. Bukankah seharusnya kita pergi tidur?"     

Si Kecil hanya mengiyakan dan segera naik ke tempat tidur dengan kaki mungilnya.     

Jiang Tingxu memasukkan kotak itu ke dalam laci di meja samping tempat tidur, kemudian ia berbaring di sebelah putranya.     

...     

Keesokan harinya, saat pagi-pagi buta.     

Setelah cuci muka dan gosok gigi, ibu dan anak itu tampak dalam suasana hati yang baik. Wajah mereka penuh dengan senyuman. Si Kecil berinisiatif untuk memasukkan tangan kecilnya ke sela-sela jari ibunya. Kemudian, ibu dan anak itu keluar dari kamar sambil berpegangan tangan sampai ke gedung utama.     

Namun siapa sangka, begitu memasuki pintu, keduanya melihat dua sosok asing sedang duduk di sofa.     

Kakek Mo dan Paman Jin tidak ada di sana. Hanya ada Ayah Mo yang tidak banyak bicara sambil membaca koran dan Ibu Mo yang berbicara dengan sosok asing itu dari waktu ke waktu. Namun, dari nada bicaranya terdengar jelas bahwa ia ingin segera menjauh dari mereka.     

Kedua tamu itu sepertinya tidak mengenali Jiang Tingxu atau memang memilih untuk berpura-pura tidak mengenali Jiang Tingxu.     

"Mu Ling, kita belum bertemu lagi selama bertahun-tahun. Aku dengar kamu dan Tianhan tinggal di Amerika Selatan selama dua tahun terakhir?"     

Ibu Mo mengangguk sambil meminum tehnya, "Ya."     

"Itu bagus, aku iri pada kalian berdua."     

Ibu Mo meletakkan cangkir tehnya dan mengangkat alisnya, "Apa yang membuatmu iri? Kamu dan ayahnya Shiyu juga dengan mudah bisa pergi!"     

"Hah, bagaimana mungkin kami bisa seberuntung kamu dan Tianhan? Ada banyak hal merepotkan di rumah dan di perusahaan yang menunggu untuk diselesaikan. Aku dan suamiku hampir sama sibuknya setiap hari. Kami bahkan tidak berani untuk hanya sekadar membayangkan liburan."     

Ternyata mereka berdua adalah orang tua Gu Shiyu. Pagi-pagi begini sudah berkunjung ke rumah orang yang bahkan belum sarapan. Apa mungkin ada hal yang begitu mendesak?     

Sebenarnya, Ibu Mo tidak ingin berlama-lama berbicara dengan mereka. Tetapi, dengan didikan yang ia terima sejak kecil, ia tidak mungkin untuk bersikap dingin kepada tamu yang berkunjung.     

Ibu Mo melihat sekilas ke arah ibu dan anak yang berdiri di luar pintu. Dengan senang, ia menyapa, "Kalian sudah bangun? Kemari, kemari. Kita bersiap sarapan, kami tinggal menunggu kalian berdua."     

"Selamat pagi, Nenek dan Kakek."     

Si Kecil menyapa dengan hormat. Karena kakek dan neneknya tidak memperkenalkan dua tamu itu dan si Kecil merasa mereka tidak mengenal satu sama lain, jadi ia tidak menyapa mereka.     

Jiang Tingxu melepaskan genggaman tangan putranya dan dengan lembut menepuk punggungnya. Si Kecil pun langsung berlari ke pelukan Ibu Mo.     

"Nenek, Nenek," ucap si Kecil dengan manis.     

Panggilan dari cucunya ini membuat Ibu Mo senang, "Baiklah, baiklah. Cucu Nenek yang paling pintar. Apakah kamu lapar?"     

"Ya!" jawab si Kecil sambil mengangguk.     

"Baiklah, Nenek pergi ke dapur dulu untuk meminta mereka mengeluarkan semua makanan. Mereka tidak boleh membiarkan cucuku ini kelaparan."     

"Terima kasih, Nenek. Nenek memang terbaik."     

Di satu sisi, Ayah Mo juga bergegas meletakkan koran dan mempersiapkan diri menyambut pelukan si Kecil dengan penuh penantian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.