Ingin Kukatakan Sesuatu

Kuncoro yang Picik!



Kuncoro yang Picik!

0Setelah mendengarkan Jayadi dan Lana, para tamu yang tadinya panik menjadi sedikit tenang. Ditambah lagi, semua putra keluarga kaya pasti manja dan suka berfoya-foya. Mana mungkin bisa menanggung penderitaan dan bersedia menjadi menantu parasit yang tinggal di rumah mertuanya selama tiga tahun?     

Semua orang merasa bahwa pencabutan perwakilan Kuncoro tidak ada hubungannya dengan Sean sedikit pun. Mungkin Sean hanya berpura-pura menelepon dan ini hanyalah sebuah kebetulan. Atau, mungkin Sean sudah mengetahui kabar ini sebelumnya. Namun, bagaimanapun juga, karier Kuncoro sudah hancur dan itu adalah kenyataan yang sudah tidak bisa dipungkiri.     

Nenek Wangsa mengedipkan matanya pada Jayanata. Jayanata segera mengerti dan berjalan mendekat sambil membawa anggur merah yang diberikan oleh Kuncoro.     

"Kuncoro, ambil kembali botol anggur ini. Baru-baru ini selera ibuku sudah berubah. Dia sudah tidak suka minum anggur merah," kata Jayanata. Setelah mengetahui bahwa perwakilan Kuncoro dicabut, dia mengubah panggilannya menjadi Kuncoro.     

Tadi Jayanata masih memanggil Kuncoro dengan sebutan Bos Kuncoro, tetapi sekarang sudah memanggilnya dengan nama depannya. Bahkan, Jayanata juga mengembalikan hadiah darinya. Ini jelas membuktikan bahwa keluarga Wangsa sudah tidak ingin berurusan dengan Kuncoro lagi.     

Kuncoro buru-buru berkata, "Direktur Jayanata, Anda ambil saja anggur ini. Jika Nyonya Besar Wangsa tidak ingin meminumnya, kalian juga bisa meminumnya."     

Jayanata bersikeras mengembalikan anggur itu ke tangan Kuncoro dan berkata, "Aku hargai kebaikanmu, tapi kami tidak menyukainya."     

Kuncoro memegang botol anggur merah itu dengan raut wajah yang penuh malu, lalu dengan cepat kembali ke mejanya dan bersiap untuk memenangkan hati seseorang.     

Kuncoro menawarkan, "Wapresdir Chintia, Direktur William, saya sudah bersusah payah untuk membeli Romanee Conti berusia 90 tahun ini. Mari! Saya akan membukanya di sini. Kita minum sama-sama!"     

Kuncoro bahkan tidak memanggil pelayan dan membuka anggurnya sendiri. Namun, setelah sebotol anggur merah yang berharga ini dibuka, tidak ada satupun orang yang bersedia untuk meminumnya.     

"Wapresdir Chintia, biar saya tuangkan untuk Anda. Cobalah," Kuncoro menawarkan sambil berjalan menghampiri Chintia.     

Chintia dengan sopan menolak, "Maaf, saya menyetir sendiri kemari, jadi saya tidak bisa minum."     

Tidak bisa minum? pikir Kuncoro. Padahal, dia ingat dengan jelas bahwa Chintia baru saja berinisiatif untuk bersulang dengannya.     

Kuncoro berjalan menghampiri William lagi, sementara William melambaikan tangannya dan menolak, "Saya hanya meminum anggur putih."     

Sementara itu, orang-orang lain yang ada di meja tersebut mengambil kesempatan untuk mengambil gelas anggur masing-masing dan berjalan menghampiri meja Nenek Wangsa, lalu mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Hanya tersisa Chintia di meja yang tadinya ramai itu.     

"Bocah yang malang, orang-orang yang mengukur segalanya hanya dengan uang."     

Melihat situasi Kuncoro, Sean hanya bisa menggelengkan kepalanya. Keluarga Wangsa, serta kalangan atas yang ada di lingkaran ini, semuanya mengukur segala sesuatu dengan uang. Tidak heran jika Giana juga berselingkuh demi uang.     

Melihat bahwa hanya Chintia yang tersisa di meja, Kuncoro berpikir bahwa wanita itu masih mau berteman dengannya. Kuncoro melangkah maju dan bertanya, "Wapresdir Chintia, apakah Anda tidak keberatan untuk memberikan nomor WhatsApp Anda? Jika nanti ada kesempatan, saya bisa mengundang Direktur Hendra untuk makan bersama."     

Chintia menyesap teh dan menjawab, "Maaf, saya tidak membawa ponsel."     

"Baik, baik."     

Kuncoro sangat malu dan benar-benar kehilangan wajahnya. Bagi seorang pria, hal yang paling menyakitkan bukanlah ketika dirinya dipukuli, melainkan ketika dirinya dipandang rendah.     

Sean telah memberi Kuncoro hukuman yang pantas diterimanya.     

Kuncoro memegang botol anggur merah dan berdiri sendirian, sementara orang-orang yang lain tertawa dengan gembira. Melihat penampilan menyedihkan Kuncoro, Sean tidak tega dan memutuskan untuk memberinya satu kesempatan lagi.     

"Kuncoro."     

Tiba-tiba Sean memanggil Kuncoro, lalu mengambil gelas anggur merahnya yang kosong dan berkata "Jika kamu dengan tulus meminta maaf padaku sekarang, aku akan mengizinkanmu menuangkan anggur untukku. Setelah itu, aku juga akan menyuruh Hendra untuk memperpanjang kontrakmu satu tahun lagi."     

Apa yang tidak dikatakan Sean sudah sangat jelas. Akan tetapi, dengan meminum anggur yang dituang oleh Kuncoro, itu berarti Sean sudah memaafkan Kuncoro.     

Kuncoro menuangkan anggur ke siapa pun yang ada di sana, tetapi tidak ada yang mau meminumnya. Jadi, Sean juga berbuat seperti itu untuk membantunya. Namun, Kuncoro justru merasa bahwa Sean sedang merendahkannya.     

Kuncoro malah berkata, "Satu botol anggurku ini seharga dua ratus juta! Jika kamu ingin meminumnya, katakan saja! Tidak usah berpura-pura menjadi bos seperti itu!"     

Tak berhenti sampai di sana, Kuncoro terus memaki dengan geram, "Menyuruhku untuk meminta maaf pada menantu tidak berguna sepertimu? Bukankah itu akan membuat semua orang yang ada di sini semakin memandang rendah diriku? Bagaimana bisa aku kembali masuk ke kalangan ini lagi nanti?!"     

Sean menggelengkan kepalanya dan berkata, "Memang orang yang terlihat menyedihkan pasti disebabkan oleh apa yang sudah dia sendiri lakukan! Kalau begitu, mati saja pelan-pelan!"     

Sebelumnya, Sean merasa sedikit kasihan pada Kuncoro. Kemungkinan ini ada hubungannya dengan cara didik kakeknya. Kakek Yuwono selalu mendidik Sean untuk tumbuh menjadi orang yang baik. Karena kata Kakek, orang baik lebih mudah bahagia.     

Kuncoro tidak menghargai kesempatan yang diberikan kepadanya, jadi saat ini Sean sudah tidak memiliki belas kasihan lagi untuk Kuncoro. Kuncoro yang merasa malu dengan cepat meninggalkan pesta perjamuan ulang tahun itu bersama sebotol anggur merahnya.     

Setelah Kuncoro pergi, Sean melihat punggung Kuncoro yang menyedihkan sambil diam-diam berkata pada dirinya sendiri, "Entah akan bertemu bocah ini di masa depan atau tidak. Jika suatu hari dia tahu bahwa aku adalah Presiden Direktur Grup Citra Abadi, sepertinya dia akan sangat menyesal, bukan?"     

Sambil memikirkannya, Sean menggunakan sendok supnya untuk mengambil sup yang ada di meja. Tanpa disangka, Yuana yang duduk di seberang Sean juga ingin mengambil sup ini sehingga kedua sendok sup mereka saling bersentuhan.     

Ting!     

"Ah! Menyebalkan! Sendokku bersentuhan dengan sendok milik si tidak berguna itu! Sendokku jadi kotor! Huhuhu…" keluh Yuana yang segera menangis dengan kesal.     

Sandi buru-buru menggantikan adiknya berbicara, "Sean! Ada begitu banyak makanan, tapi masih saja tidak cukup bagimu! Bisa-bisanya kamu justru berebut makanan dengan adikku! Apa menurutmu makanan ini layak untuk kamu makan?"     

Sebenarnya, karena Sean sedang memikirkan hal-hal barusan, dia tidak memperhatikan apa yang akan dia makan. Jika diperhatikan, ternyata sup pepaya dengan kurma merah dan biji teratai.     

"Pepaya…"     

Sean melirik sosok postur tubuh Yuana yang seksi dan segera menjadi canggung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.