Ingin Kukatakan Sesuatu

Menaklukkan Sandi Wangsa!



Menaklukkan Sandi Wangsa!

0John segera memberi perintah, "Serang!"     

Kesepuluh jagoan dari Asia Tenggara segera maju menyerbu.     

Bak! Buk! Bak! Buk!     

Plak! Plak! Plak!     

Suara perkelahian sengit terdengar di tempat kejadian.     

"Sial! Sepuluh orang ini benar-benar tidak biasa!"     

Begitu mereka bertarung, Sean menyadari bahwa bahkan jika dia bisa mengalahkan sepuluh orang ini, dia sendiri pasti juga babak belur.     

Melihat pertarungan di antara mereka, John berseru dengan penuh semangat, "Sean, kamu memang bocah yang hebat! Kamu yang seorang diri bahkan bisa melawan sepuluh orang yang sudah dipilih Tuan Andy secara hati-hati!"     

"Begini saja," John memberikan penawaran, "Asalkan kamu mau berlutut, mengakuiku sebagai Kak John, dan ke depannya mau menjadi anak buahku, aku akan memaafkanmu. Bagaimana?"     

"Kamu tidak pantas!" jawab Sean.      

John tersenyum, mengambil ponsel, dan segera menelepon Andy untuk memberitahu, "Tuan Andy, Tuan perlu mengirim sepuluh orang lagi kemari. Menurut perkiraan saya, kesepuluh orang ini akan segera dilumpuhkan dalam waktu sepuluh menit lagi."     

"Apa?"     

Pada saat ini, Andy baru saja selesai bermain catur dengan Fairus. Andy pun dengan bersemangat berkata, "Ternyata di dalam negeri ada seorang jagoan yang bisa melawan sepuluh orang sekaligus! Aku harus mendapatkan orang berbakat seperti ini!"     

Jika aku bisa mendapatkan preman top semacam ini dan memberikannya sebagai hadiah untuk Tuan Fairus, tentu saja Tuan Fairus akan memberiku penghargaan! pikir Andy. Lalu, dia berkata pada John, "Beritahukan lokasinya padaku. Aku akan segera ke sana!"     

Andy bergegas pergi.     

Ketika Andy tiba di parkiran bawah tanah, kesepuluh orang-orang yang dikirimnya terlebih dulu sudah tergeletak tak berdaya di tanah. Sementara Sean, pakaiannya sedikit koyak, tetapi tidak terluka sedikit pun.     

Sandi tahu bahwa Andy adalah bos besar John, jadi dia buru-buru menyanjungnya. Lalu, dia berseru, "Tuan Andy! Bunuh anak itu!"     

John mencengkeram wajahnya yang baru saja dipukul Andy hingga bengkak sambil berkata, "Tuan Andy, dari awal saya sudah bilang bahwa sepuluh orang tidak cukup. Langsung kirimkan saja seratus orang untuk menghajarnya!"     

"Menyingkir! Biar aku lihat seperti apa rupa seseorang yang bernama Sean Yuwono ini!" seru Andy sambil mendorong John dan langsung berjalan ke arah Sean.     

Sean mulai merasa sedikit cemas. Walaupun dia sudah berhasil mengalahkan kesepuluh orang ini, mereka sudah menguras sebagian besar tenaganya. Jika ada sepuluh orang lagi, sepertinya Sean tidak akan bisa mengalahkan mereka.     

Melihat Sean terengah-engah, Sandi tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Haha! Sean, kamu capek, ya? Masih ada sepuluh orang lagi di sini. Ayo terus pukul! Jika kamu berhasil mengalahkan mereka, di luar masih ada delapan puluh orang lagi! Lebih baik cepat berlutut dan memohon ampun pada kami saja!"     

Andy mendekati Sean selangkah demi selangkah, sementara Sean sama sekali tidak berniat untuk memohon belas kasihan.     

Sean sudah memutuskan untuk menangkap bos besar mereka terlebih dahulu. Begitu Andy mendekat, dia akan langsung menggunakan pisau yang tersembunyi di tangannya untuk menyandera Andy.     

Ketika Andy semakin mendekat ke arah Sean, ketakutan di wajahnya juga semakin memuncak.     

"Sean Yuwono... ternyata adalah…" Andy segera berlutut begitu melihat Sean dan berseru, "Tuan Muda!"     

Rupa Sean sama persis seperti foto yang dikirim oleh Fairus padanya!     

Pada saat ini Sandi, John, dan yang lain semuanya tercengang. Sandi berseru, "Tuan Andy, apa yang Tuan katakan? Dia hanyalah menantu parasit keluarga Wangsa! Bagaimana bisa Tuan memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda?!"     

John yang juga keheranan segera menimpali, "Apa jangan-jangan Tuan salah orang?"     

Andy mengabaikan mereka berdua dan memandang Sean dengan hormat sambil berkata, "Tuan Muda, saya adalah anak buah Tuan Fairus. Mengenai masalah yang terjadi hari ini, bahkan jika saya mati sebanyak ratusan kali pun, itu tidak akan cukup untuk bisa mendapatkan pengampunan dari Tuan Muda. Mohon hukum saya!"     

Sean baru tersadar bahwa ternyata Andy merupakan anak buah Pengurus Rumah Tangga Fairus. Setelah itu, Andy segera berteriak memanggil John, "Sampah tidak berguna! Kamu masih tidak segera datang dan berlutut pada Tuan Muda?!"     

"Hah? Aku berlutut padanya?" John tercengang sejenak.     

Andy yang sangat marah segera bangkit, berdiri, dan menampar wajah John. Kemudian, dia berkata, "Cepat berlutut! Bersujud sampai kepalamu menyentuh tanah dan memohon pada Tuan Muda sebanyak seratus kali, lalu ulangi lagi!"     

Begitu John menyadari betapa seriusnya masalah ini, dia tidak lagi ragu dan segera bersujud memohon ampun pada Sean sambil berseru, "Kak Sean! Tuan Muda Sean! Saya, John, sudah menyinggung Tuan Muda. Mohon belas kasihan Tuan Muda!"     

Sandi yang menyaksikan kejadian ini di samping pun tercengang. John yang merupakan bos mafia di Jakarta saja bahkan bersujud pada Sean sambil memohon belas kasihan!     

"Sudah cukup. Jangan membanting kepalamu ke tanah lagi! Jika sampai dilihat orang, mereka akan mengira bahwa aku ini bos dari preman-premanmu itu," tegur Sean.     

Bagaimanapun juga, ini adalah parkiran bawah tanah perusahaan. Sean khawatir bahwa ini semua akan berpengaruh buruk bagi perusahaan.     

Sean berkata, "John, kamu tidak perlu bersujud lagi. Kamu hanya perlu menerangkan dengan jelas pada keluarga Wangsa bahwa aku sama sekali tidak pernah menjual jam tangan padamu."     

John dengan cepat menjawab, "Baik! Saya akan segera memberitahu orang-orang keluarga Wangsa bahwa Sandi yang sudah menyuruhku melakukan ini semua."     

"Hei, Kak John! Kamu tidak bisa mengkhianatiku!" protes Sandi. Dia mencoba menarik tangan John, tetapi John segera membantingnya ke tanah.     

Andy langsung berjalan menghampiri Sandi dengan tatapan membunuh sambil berkata, "Rupanya kamu yang sudah menjebak Tuan Muda kami?! Panggil orang kemari untuk melemparkannya ke sungai Ciliwung!"     

Mengetahui seperti apa karakter Andy, Sandi menjadi sangat takut dan segera memohon belas kasihan Sean. Dia berlutut di depan Sean sambil merangkul paha Sean dan memohon, "Adik Ipar! Kita ini satu keluarga, jadi kamu tidak boleh membiarkannya memperlakukanku seperti ini!"     

Sean menendang Sandi dan menjawab, "Siapa yang adik iparmu?"     

Sandi terus merangkak sambil memeluk paha Sean dan kembali berkata, "Kak Sean, aku menyadari kesalahanku. Ampuni aku… Aku bisa memberikan adikku padamu. Bukankah kamu menyukai adikku?"     

Sean yang merasa canggung seketika menampar wajah Sandi dan berkata, "Aku selalu menganggap Yuana sebagai adik! Sejak kapan aku menyukai dia?!"     

Sandi kembali berkata, "Kalau begitu, aku akan mengatur makan malam keluarga dan membuat Giana mabuk, lalu mengantarkannya ke tempatmu. Bagaimana?"     

Sean menampar Sandi lagi dan memaki, "Dasar binatang! Giana dan Yuana adalah adik perempuanmu! Bahkan, Yuana adalah adik kandungmu sendiri! Bisa-bisanya kamu memberikan mereka untukku begitu saja seperti hadiah? Apa kamu tidak punya sedikit pun rasa kemanusiaan? Lagi pula, selama tiga tahun aku berada di keluarga Wangsa, sejak awal aku sudah memiliki banyak kesempatan jika aku memang memiliki pemikiran seperti itu! Untuk apa aku membutuhkan bantuanmu?"     

Sandi tidak berani membantah perkataan Sean. Sean bisa melihat bahwa Sandi benar-benar ketakutan. Bagaimanapun juga, Sandi merupakan penerus laki-laki tunggal keluarga Wangsa, jadi Sean tidak mungkin membuat keluarga Wangsa kehilangan penerusnya.     

"Sandi, aku bisa melepaskanmu," kata Sean, "Tetapi, sesudah kembali, kamu harus memberitahu dengan jelas tentang bagaimana kamu sudah memfitnah diriku."     

"Baik, baik, baik! Terima kasih, Kak Sean," jawab Sandi. Dia segera bangkit, berdiri, dan kabur secepat kilat.     

Setelah Sandi pergi, Andy kembali berlutut di hadapan Sean dan berkata, "Tuan Muda, saya sudah membawa seratus preman dari Asia tenggara. Semuanya akan saya serahkan pada Tuan Muda!"     

Sean mengangguk. Beberapa preman asing ini masih cukup berguna baginya. Misalnya saja, untuk berurusan dengan 'si penguasa bisnis katering di Jakarta'.     

———     

"Sandi, apa yang terjadi? Kenapa wajahmu terluka begitu? Apa jangan-jangan kamu dipukul Sean lagi?"     

Di rumah Nenek Wangsa, Nenek Wangsa benar-benar sangat tertekan melihat luka di wajah Sandi yang semakin bertambah parah.     

Sandi dengan cepat membantah, "Aku tidak sengaja terbentur saat menyetir mobil. Tidak ada hubungannya dengan Sean."     

Tidak lama kemudian, Sandi menatap Nenek Wangsa dan keluarga Giana sambil berkata, "Nenek, Paman, sebenarnya yang mencuri jam tangan Richard Mille itu bukanlah Sean. Aku yang sudah mencurinya dan memfitnah Sean."     

"Apa?!" Nenek Wangsa begitu terkejut hingga tidak bisa berkata-kata. Sementara, Jayadi dan Lana juga tak kalah terkejut.     

Nenek Wangsa masih ingin melindungi cucu laki-laki satu-satunya itu dan berkata, "Karena kamu sudah terlanjur memfitnahnya, sudahlah. Biarkan saja."     

"Lagi pula, Sean sendiri juga tidak sesuci itu. Meskipun dia tidak mencuri barang dari keluarga kita, mungkin saja dia juga sudah mencuri barang dari keluarga lain. Jika tidak, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu untuk tinggal di hotel berbintang lima?" kata Nenek Wangsa lagi, "Ngomong-ngomong, Sandi, apa kamu bertemu dengan Presdir Yuwono saat pergi ke Grup Citra Abadi?"     

Sandi menggelengkan kepalanya.     

Nenek Wangsa bertanya keheranan, "Sebenarnya apa maksud si Presdir Yuwono? Apa jangan-jangan dia baru bersedia membicarakan kontrak ini jika Nenek sendiri yang datang ke sana?"     

Pada saat ini, Giana tiba-tiba memotong pembicaraan dan bertanya, "Nenek, bagaimana kalau aku saja yang mencoba bertemu dengannya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.