Ingin Kukatakan Sesuatu

Membalas William Sondari!



Membalas William Sondari!

0Chintia tahu bahwa tidak mungkin Cahyadi datang padanya tanpa alasan.     

Chintia sudah menampar Cahyadi pada pertemuan terakhir mereka. Namun, pria ini bahkan masih bersedia menunggunya di depan gerbang perumahannya. Cahyadi pasti mencarinya karena memiliki urusan yang sangat penting.     

Begitu melihat sosok dan wajah Chintia lagi, Cahyadi benar-benar melupakan apa yang dikatakannya saat Chintia menampar dirinya di pertemuan mereka yang terakhir.     

Mau bagaimana lagi? Wanita cantik lebih mudah untuk mendapatkan pengampunan pria. Jika orang yang memukul Cahyadi adalah seorang wanita buruk rupa, dia pasti akan menyimpan dendam seumur hidupnya.     

Cahyadi berkata sambil tersenyum, "Wapresdir Chintia, kedatangan saya kali ini secara khusus untuk membicarakan mengenai masalah Sean dengan Wapresdir."     

"Sean?" Chintia mendadak berubah menjadi serius. Sean bukan hanya bos Chintia, melainkan juga dambaan hatinya.     

"Direktur Chintia juga tahu bahwa pada pesta ulang tahun Nyonya Besar Wangsa, saya berjanji bahwa Sean tidak akan memiliki tempat untuk tetap berada di Jakarta. Sekarang dia bahkan tinggal di hotel bintang lima dan membuat saya kehilangan muka di depan Giana."     

"Saya tahu bahwa sekarang Sean adalah pengawal Wapresdir Chintia dan juga sudah menjadi pegawai tetap di Grup Citra Abadi. Bagaimana kalau begini saja? Saya akan membayar sepuluh kali gaji tahunan Sean agar Wapresdir Chintia memecatnya. Anggap saja Wapresdir Chintia menjual Sean pada saya. Ke depannya, saya pasti akan memberi Wapresdir Chintia uang yang lebih banyak lagi!"     

Chintia bagai mendengar sebuah lelucon besar. Dia pun menjawab dengan angkuh, "Memecat Sean? Kamu akan membayarnya sepuluh kali lipat gaji tahunannya?"     

"Benar!"     

Cahyadi mengira bahwa gaji tahunan Sean hanyalah sebesar 40 juta, jadi sepuluh kali lipatnya adalah 400 juta. Uang sebesar 400 juta bukanlah jumlah yang besar bagi Cahyadi. Dia juga lebih memilih untuk menghabiskan sejumlah uang untuk mengusir Sean dan membuat Giana senang.     

Chintia tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Aku tidak bisa memutuskan hal ini. Aku akan menelepon Sean untuk bertanya padanya."     

Tak lama kemudian, Chintia tersenyum sambil menghubungi Sean. Mereka baru saja berpisah di kantor dan sekarang Sean sedang membicarakan urusan bisnis dengan klien di kantor.     

"Halo, Sean? Kamu masih mengobrol dengan Bos Hatta?" tanya Chintia.     

Sean menjawab, "Iya, masih belum selesai. Kamu sudah sampai di rumah?"     

"Aku baru saja sampai di gerbang perumahan, tapi sekarang sedang ditahan oleh Cahyadi."     

Sean mulai bertanya dengan serius, "Cahyadi Pangestu? Dia tidak berbuat apa-apa padamu, kan?"     

Sekarang Sean belum berencana untuk membalas Cahyadi. Jika Sean menghajar Cahyadi karena Giana, itu akan membuatnya terlihat tidak kompeten. Bagi Sean, seseorang yang mengandalkan kekuatan fisik untuk mengalahkan saingan dalam percintaan hanya menunjukkan betapa tidak kompetennya orang tersebut.     

Sean ingin menghancurkan Cahyadi dalam segi karisma seorang pria secara jantan. Dia ingin membuat Giana menyadari bahwa dirinya adalah pria yang berjuta-juta kali lipat lebih baik dari Cahyadi!     

Namun, jika Cahyadi sampai berani membalas dendam pada Chintia, atau bahkan melakukan sesuatu yang menyakitinya, Sean tidak akan ragu untuk memanggil Andy Laksono dan memintanya untuk langsung melemparkan Cahyadi ke sungai Ciliwung.     

Chintia berkata dengan santai, "Oh, tidak. Dia bilang ingin membayarkan sepuluh kali lipat gaji tahunanmu agar kamu dipecat dari Grup Citra Abadi. Kamu mau mempertimbangkannya? Menurutku, harga yang Cahyadi tawarkan ini cukup menarik."     

Mendengar hal ini, Sean ikut tertawa terpingkal-pingkal, kemudian berkata, "Apa lagi yang harus dipertimbangkan? Ini sepuluh kali lipat gaji tahunan! Tentu saja aku akan pergi! Suruh dia mentransfer uangnya. Begitu uang itu kuterima, aku akan langsung mengundurkan diri dari perusahaan."     

"Oke." Chintia menutup telepon dan memberitahu Cahyadi, "Sean setuju."     

"Hahaha!" Cahyadi langsung tertawa, "Sean ini memang bocah kampung yang mata duitan! Asalkan uang yang diberikan cukup, disuruh pergi ke manapun, dia pasti mau."     

Cahyadi terlihat sangat angkuh saat berkata, "Wapresdir Chintia, tolong kirimkan nomor rekening Sean pada saya."     

Setelah beberapa saat, Chintia mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan nomor rekening bank Sean, lalu berkata, "Sudah terkirim."     

Cahyadi segera mengeluarkan ponselnya sambil berkata, "Saya akan transfer sekarang. Berapa gaji tahunan perusahaan Wapresdir Chintia? 200 juta atau 400 juta?"     

Chintia tersenyum dan menjawab, "13,5 miliar, jadi kamu harus mentransfer 135 miliar."     

"Oke! 135…" Cahyadi tiba-tiba berhenti dan memekik dengan nyaring, "Berapa?! 135 miliar?! What the f*ck?! Bahkan gaji tahunan Presdir Grup Citra Abadi saja tidak sebanyak itu!"     

13,5 miliar hanyalah gaji tahunan Sean sebagai presiden direktur. Sedangkan, gaji tahunan hanyalah sebagian dari pendapatannya. Hal yang paling utama adalah ekuitas, yaitu kekayaan bersih perusahaan yang dimilikinya.     

Aset seorang presiden direktur tidak dapat dinilai dari pendapatan gaji tahunan. Bahkan, ada presiden direktur yang hanya memiliki gaji tahunan sebesar dua ribu perak. Tentu saja ini merupakan hal yang memalukan, tetapi hal ini dilakukan demi menghindari pajak.     

"Wapresdir Chintia sedang mempermainkan saya?" tanya Cahyadi tidak percaya, "Saya benar-benar ingin membeli Sean."     

"Aku juga sedang berbisnis dengan serius denganmu. Jika kamu tidak memiliki uang sebanyak ini, jangan pernah mengatakan hal gila semacam ini lagi," Chintia justru memperingatkan, "Biar kuberitahu, di atas langit masih ada langit! Di atas seseorang, masih ada orang lain! Jangan pernah memandang seseorang dengan sebelah mata."     

"Hah!" Cahyadi sangat marah dan berkata, "Sekarang Sean adalah anjingmu, jadi tentu saja kamu melindunginya! Meskipun kamu tidak bersedia melepaskannya, demi hubunganmu dengan ayahku, aku tidak akan memperhitungkannya!"     

Jika bukan karena ayahmu, aku mungkin sudah menampar wajahmu hingga bengkak dari tadi! cibir Chintia dalam hati.     

"Anggap saja aku tidak pernah datang ke sini!" kata Cahyadi, "Karena kamu tidak bisa menggunakan speaker puluhan juta ini, aku akan membawanya pergi."     

"Oh. Ngomong-ngomong, aku sedang bersiap untuk melamar Giana dan akan segera menikah dengannya," Cahyadi memberitahu, "Jika sudah saatnya nanti, aku akan mengundangmu dan Sean ke pesta pernikahan kami. Kamu harus mendidiknya dengan benar terlebih dahulu. Jangan sampai dia meraung seperti anjing saat melihat kekasih hatinya menikah denganku! Hahaha!"     

Setelah selesai berbicara, Cahyadi merobek surat tilang yang menempel di mobilnya dengan arogan dan mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat itu.     

Sambil memandang lampu belakang mobil Cahyadi, Chintia bergumam, "Cahyadi, Cahyadi... Kerja kelas keluarga Pangestu cepat atau lambat akan hancur di tanganmu!"     

Cahyadi yang terus melawan Sean kini sedang berada di ambang kematian. Chintia memprediksi bahwa bocah ini akan berakhir dengan sangat mengenaskan.     

"Tapi, aku harap Cahyadi segera menikah dengan Giana. Dengan begitu, Sean akan segera melupakan wanita itu dan membuatku semakin memiliki kesempatan…" gumam Chintia. Sebuah senyuman terbit di wajah cantiknya.     

———     

Sementara itu, saat ini Sean sedang menerima tamu yang merupakan bos pemilik restoran di Jakarta, Hatta Tjokrorahardjo, di ruang kantor Presiden Direktur Grup Citra Abadi.     

Hatta adalah penguasa bisnis katering di Jakarta. Dia juga merupakan pesaing William selama bertahun-tahun. Hanya karena orang-orang yang ada di belakangnya tidak sehebat William, Hatta selalu tidak bisa menyainginya dan berada di peringkat kedua setelah William Sondari.     

Akan tetapi, restoran Hatta memiliki dekorasi dan lokasi yang sangat bagus. Kebanyakan restoran miliknya bahkan berada tepat di seberang atau di sebelah restoran William yang merupakan musuh bebuyutannya selama bertahun-tahun.     

Saat pesta perjamuan ulang tahun Nenek Wangsa, seseorang yang bernama William Sondari ini mengatakan bahwa dirinya ingin memasukkan Sean ke dalam daftar hitam dengan cara membuatnya tidak lagi bisa menjadi seorang pelayan restoran. Meskipun Sean tidak memiliki dendam pada William, tetapi karena dia ingin membuatnya tidak bisa hidup di Jakarta, Sean yang sekarang sedang senggang tentu harus membalasnya.     

Sean menyerahkan sebatang rokok pada Hatta dan berkata, "Bos Hatta, saya ingin mengambil alih semua restoran Bos yang ada di Jakarta. Selain itu, saya juga berjanji untuk mengalahkan William Sondari dalam waktu dua bulan dan membuatnya tidak memiliki pijakan lagi di Jakarta. Bos Hatta sebut saja harganya."     

Hatta adalah seorang pria berusia lima puluhan. Pada usia ini, dia sudah tidak ingin bersaing. Hatta hanya ingin memiliki uang untuk menikmati hari tuanya dengan tenang dan meninggalkan warisan untuk putranya.     

Hatta berpikir untuk waktu yang lama sebelum mengajukan, "120 miliar. Berikan padaku 120, lalu aku akan memberikan tujuh restoran milikku. Semuanya untukmu!"     

Sean tanpa ragu menjawab, "Sepakat!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.