Ingin Kukatakan Sesuatu

Menghancurkan Keluarga Pangestu!



Menghancurkan Keluarga Pangestu!

0Sean segera menelepon Paul.     

"Uncle, lama tidak jumpa. Ini aku, Shane. Bagaimana kabar Uncle? Sehat-sehat, kan?" Sean menyapa Paul dengan menggunakan nama Inggrisnya, Shane. Saat bergaul di Amerika Serikat, Sean selalu menggunakan nama Inggrisnya.     

Paul sangat girang dan menjawab, "Oh! Shane! Lama tidak mendengar suaramu! Tadi malam Uncle baru saja video call dengan kakekmu untuk melihat bunga melati baru miliknya."     

"Kabar Uncle sangat baik. Sekarang Uncle sedang berlibur di Hawaii. Bagaimana kabarmu?" Paul balas bertanya, "Uncle dengar, kakekmu bilang kamu sudah menyelesaikan pelatihanmu sebagai menantu yang tinggal di rumah mertua dan sekarang kamu ingin menunjukkan keahlianmu di dunia bisnis!"     

"Benar," jawab Sean, "Kali ini aku menghubungi Uncle memang untuk membicarakan masalah bisnis. Di Indonesia ada sebuah hotel bernama Hotel Harmony. Apa Uncle masih ingat? Saat itu, dengar-dengar Uncle memberi Singgih Pangestu masukan yang sangat penting sehingga dia bisa menjadi triliuner dalam waktu singkat."     

"Oh, sepertinya Uncle ingat," kata Paul, "Pangestu, itu nama keluarganya. Dia memiliki istri yang sangat cantik dan elegan sehingga sangat berkesan di ingatan Uncle. Uncle dengar akhir-akhir ini bisnis perhotelan miliknya sedang mengalami kesulitan. Dia sudah beberapa kali menghubungi Uncle untuk meminta bantuan. Apakah kamu ingin Uncle membantunya lagi?"     

Sean segera menolak, "Tidak, justru sebaliknya. Aku ingin Uncle mencelakainya dan menunjukkannya jalan menuju kehancuran."     

"Wah! Sepertinya pria sial ini sudah memprovokasi seseorang yang seharusnya tidak diprovokasi. Baiklah, serahkan saja pada Uncle."     

Meskipun Paul adalah ahli industri perhotelan dunia, dia masih setingkat lebih rendah dari kakek Sean. Paul sudah menerima banyak bantuan dari kakek Sean selama bertahun-tahun. Karenanya, ketika Sean meminta bantuannya, dia pasti akan setuju.     

Ketika Sean menutup telepon, Chintia bertanya, "Sudah beres?"     

Sean mengangguk. Chintia mengagumi Sean selama beberapa saat dan memuji, "Presdir Yuwono benar-benar luar biasa! Hanya dengan satu panggilan telepon, sudah bisa membuat seluruh keluarga Pangestu kehilangan semuanya. Saya pikir akan terjadi pertempuran yang menggemparkan bumi antara Presdir Yuwono dengannya!"     

Sean tersenyum mengejek. "Pertempuran yang menggemparkan bumi? Haha! Keluarga Pangestu sama sekali tidak selevel dengan keluarga Yuwono, jadi untuk apa seperti itu?"     

Chintia benar-benar iri dengan pengalaman hidup Sean dan sangat ingin menikahi pria konglomerat yang sesungguhnya ini. Dia ingin tahu seperti apa dunia mereka.     

Chintia tiba-tiba berkata, "Tapi, meskipun Tuan Paul memberikan arahan pada Singgih Pangestu, bahkan jika dia mengikuti arahannya, sepertinya akan memakan waktu yang lama sampai investasi itu mengalami kegagalan. Sementara, saya perkirakan pernikahan Cahyadi dan Giana akan diadakan dalam dua bulan ke depan."     

Sean mengangguk dan kembali menelepon.     

"Andy."     

"Tuan muda!" jawab Andy.     

"Apa anak buahmu sudah sembuh?" tanya Sean.     

Terakhir kali, Sean meminta 100 anak buah Andy yang berasal dari berbagai negara Asia Tenggara untuk makan di restoran William dan berpura-pura keracunan. Meskipun hanya berpura-pura, orang-orang ini benar-benar memakan makanan yang meracuni tubuh mereka sehingga harus dirawat di rumah sakit selama beberapa waktu.     

"Mereka sudah lama sembuh," jawab Andy, "Apa ada yang bisa saya bantu? Silakan beritahukan pada saya, Tuan Muda!"     

"Berikan seorang wanita untuk setiap anak buahmu, kemudian pergi ke hotel milik Singgih Pangestu untuk menyewa kamar," perintah Sean, "Saat menyewa kamar, cari apakah terdapat kamera tersembunyi di hotel itu. Jika ada, cari rekamannya. Jika tidak ada, pasang sendiri di kamar-kamar itu, lalu sebarkan rekaman pertengkaran para pria dan wanita di kamar."     

Andy dan Chintia sama-sama mengerti apa yang ingin dilakukan Sean. Dia ingin menghancurkan reputasi hotel keluarga Pangestu. Begitu rekaman itu tersebar, hotel keluarga Pangestu akan ketahuan memiliki kamera tersembunyi dan mengekspos privasi tamu. Hal itu akan berdampak besar bagi bisnis hotel tersebut.     

Chintia tersenyum dengan menawan dan berkata, "Tidak disangka, ternyata Presdir Yuwono bisa melakukan hal semacam ini."     

Sean tersenyum dan menyahut, "Bisnis itu seperti medan peperangan. Apa yang aku inginkan adalah kemenangan, tidak peduli bagaimanapun caranya."     

Jika Sean tidak pernah mengalami pelatihan di medan perang selama setahun, dia juga pasti tidak akan begitu bersikap tak kenal ampun seperti ini. Sekarang yang Sean inginkan hanyalah kemenangan!     

Sean mengulurkan tangannya, lalu berkata, "Lanjutkan ceritamu."     

Chintia mengambil dokumen informasi keluarga Pangestu dan membacakan, "Cahyadi tidak bekerja di perusahaan ayahnya. Dia mengambil beberapa ratus miliar dari ayahnya dan membuka bisnisnya sendiri. Dia mengalami kerugian dalam jumlah yang tidak sedikit saat baru memulai bisnisnya. Hanya saja, bisnisnya semakin membaik dalam dua tahun terakhir."     

Chintia melanjutkan, "Sekarang dia adalah seorang investor profesional. Tahun lalu, dia menghasilkan dana sebesar 100 miliar dan menginvestasikannya pada 40 perusahaan. 20 di antaranya mengalami kegagalan, sementara 20 lainnya selamat dan mendapatkan keuntungan sebesar 200 miliar."     

"Oh? Ternyata bocah ini bisa menghasilkan uang juga?" komentar Sean dengan ekspresi terkejut. Dia tahu bahwa berinvestasi pada 40 perusahaan dan mengalami 20 kegagalan tidaklah banyak. Bahkan jika tingkat kegagalannya sebesar 90%, keuntungan dari perusahaan yang masih selamat sudah cukup untuk membuatmu untung.     

Chintia mengangguk dan menjawab, "Benar. Cahyadi sudah meningkatkan jumlah investasinya tahun ini. Sekarang dia sudah berinvestasi di total 70 perusahaan. Manajer departemen investasi perusahaan memperkirakan bahwa jika mereka beruntung, mereka akan mendapatkan keuntungan sebesar 600 miliar dalam dua tahun ini."     

Sean mendengus dingin. Dia tidak akan membiarkan Cahyadi berbangga dengan bisnisnya.     

"Cari tahu 70 perusahaan tempat Cahyadi berinvestasi. Perusahaan-perusahaan yang sudah gagal tidak usah. Cari tahu perusahaan-perusahaan mana saja yang menguntungkan bagi Cahyadi, lalu target mereka!" perintah Sean, "Aku ingin Cahyadi menginvestasikan uangnya dan membuatnya tidak mendapatkannya kembali sepeser pun! Aku ingin membuatnya kehilangan segala-galanya hingga tidak memiliki apapun!"     

Pada saat itu, barulah Chintia merasakan betapa mengerikannya Sean.     

"Baik!" jawab Chintia. Lalu, dia berkata lagi, "Cahyadi masih memiliki kakak laki-laki, tapi dia tidak memiliki pengaruh dalam keluarga Pangestu dan hanya menunggu untuk mewarisi warisan ayahnya. Sedangkan ibu Cahyadi, istri Singgih, Lusy Liono, adalah putri keluarga Liono yang merupakan keluarga papan atas di Banten. Wanita ini memiliki latar yang juga harus diperhatikan."     

Sean tertegun. "Lusy? Nama ini enak didengar. Apa ada fotonya?"     

Berdasarkan pembicaraan Sean dengan Paul barusan, pria tua ini sempat menyebut tentang istri Singgih dan memuji kecantikannya yang elegan. Sean sangat penasaran dengan wanita yang bisa membuat pria tua ini terbayang-bayang.     

Chintia membuka Whatsapp, lalu membuka status Lusy dan menunjukkannya pada Sean.     

Sean melihat sebuah foto yang menawan. Wanita di foto itu memiliki rambut ikal yang dikeriting ke satu sisi. Dia terlihat tidak memakai riasan yang ringan maupun tebal. Wanita itu memakai lipstik berwarna cerah, mengenakan cheongsam, dan sedang berdiri di depan mikrofon. Ditambah lagi, namanya terdengar seperti seorang penyanyi ibu kota tahun 1930-an.     

Sean sedikit terkejut dan berkata, "Aku tidak menyangka bahwa ibu Cahyadi secantik ini."     

Chintia tersenyum dan menimpali, "Seluruh kalangan kelas atas Jakarta merasa bahwa Singgih Pangestu tidak layak bagi Lusi Liono. Keluarga Lusi juga jauh lebih baik dibandingkan keluarga Singgih. Waktu itu, Singgih melakukan perbuatan tercela agar berhasil mendapatkan Lusy."     

Sean tidak ingin tahu sejarah masa lalu keluarga Pangestu. Dia mengembalikan ponsel Chintia sambil berkata, "Tidak perlu memedulikan keluarga Liono."     

Sean tahu dengan jelas bahwa ada beberapa keluarga yang tidak boleh disinggung di seantero negeri ini. Sementara yang lainnya, dia tidak perlu memedulikan mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.