Ingin Kukatakan Sesuatu

Akulah Pemeran Utamanya!



Akulah Pemeran Utamanya!

0Giana selalu merasa dirinya benar dan percaya diri di depan Sean. Bahkan meskipun dirinya melakukan kesalahan, dia menolak untuk meminta maaf. Dia justru meminta Sean untuk berlutut dan meminta maaf padanya.     

Keberanian terbesar yang dimiliki oleh Giana ini datang dari latar belakang keluarganya yang lebih unggul dari Sean. Sejak kecil, Giana belajar di sekolah elite. Dia juga belajar bermain piano dan biola serta belajar menari. Dia merasa kualitas pendidikannya berada di level yang lebih tinggi dari Sean.     

Meskipun Giana menyukai Sean, dia selalu berpikir bahwa Sean dan dirinya adalah dua orang dari dua dunia yang berbeda. Di mata Giana, mereka tidak berasal dari level yang sebanding.     

Baru sekarang Giana tahu bahwa mereka memang dua orang dari dua dunia yang berbeda. Namun, tidak seperti yang Giana pikirkan sebelumnya. Sean ternyata berasal dari dunia yang lebih tinggi.     

Sementara itu, Leo bertanya kepada Dwiki, "Tapi, Tuan Dwiki, sebenarnya berapa besar uang yang diberikan oleh keluarga Pangestu hingga bisa mengundang Anda? Bukankah Anda selalu menolak untuk bermain di pernikahan seperti ini? Beberapa waktu yang lalu, saat putra teman saya menikah, saya mengundang Anda, tapi selalu Anda tolak. Anda pikir saya tidak mampu membayar Anda?"     

Orang-orang kaya yang menikah biasanya suka mengundang penyanyi, aktor, dan pianis terkenal untuk tampil agar dapat menunjukkan kemampuan keluarga mereka.     

"Tidak mungkin," jawab Dwiki, "Presdir Leo sudah salah paham pada saya. Saya tidak datang karena undangan keluarga Pangestu, tapi guru piano saya. Gary menelepon saya dan memberitahu bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Sean, jadi saya datang secara khusus untuk memainkan sebuah lagu."     

Sean berkata dengan sopan, "Guru bisa saja! Jelas-jelas tahu bahwa Anda sibuk dan masih harus mempersiapkan pertunjukan di Gedung Putih minggu depan, tapi malah menyuruh Anda datang kemari."     

"Haha! Tidak apa-apa. Aku belum bertemu denganmu selama bertahun-tahun dan aku juga merindukanmu!" balas Dwiki sambil tersenyum, "Ngomong-ngomong, Sean, lagu apa yang ingin kamu dengarkan?"     

Sean berpikir sejenak sebelum menjawab, "Ayo mainkan 'The Bell' saja."     

Begitu Sean menjawab begitu, banyak orang yang hadir di sana menjadi sangat bersemangat. Terutama, seorang gadis yang pasti juga mempelajari piano karena dia sampai berseru, "'The Bell' adalah satu dari sepuluh lagu tersulit di dunia!"     

Sangat mudah menemukan siapapun di lingkaran sosial kalangan atas, bahkan anak-anak, yang dapat memainkan 'Canon' atau 'Autumn Whispers'. Namun, lagu sesulit 'The Bell' bukanlah sesuatu yang bisa dimainkan maupun didengarkan oleh semua orang.     

"Oke!" sahut Dwiki, "Kalau begitu, mari mainkan lagu ini!"     

Kebetulan ada piano yang baru saja disetel di atas panggung. Dwiki naik dan mencobanya. Saat dia merasa tidak ada masalah pada piano itu, dia menggunakan mikrofon untuk berkata, "Saya persembahkan lagu 'The Bell' untuk senior saya, Sean Yuwono. Selamat ulang tahun ke-25 untuk Sean!"     

Terdengar tepuk tangan yang meriah. Kemudian, Dwiki mulai bermain. Begitu dia memainkan nada pertama dengan tangannya di area nada tinggi, orang-orang tidak bisa menahan diri untuk tidak menari dengan alunan nada tersebut.     

Sebenarnya, Sean dapat memainkan lagu ini. Pemain setingkat Giana pun bahkan pernah mencoba memainkannya. Hanya saja, jarak kemampuan bermainnya terlalu besar. Mereka yang pernah memainkan piano pasti sangat menyadari kesenjangan besar antara diri mereka dengan seorang Dwiki.     

Lagu 'The Bell' mengandung banyak teknik yang sangat sulit seperti lompatan besar, jari manis, vibrato 45 jari, oktaf cepat, dan sebagainya. Semua orang yang berada di sana mengaku bisa memainkan lagu itu sebelumnya. Tetapi, setelah mereka melihat dan mendengar permainan Dwiki, tidak akan ada yang berani mengaku-ngaku bahwa mereka bisa memainkan lagu semacam ini seumur hidup mereka.     

"Sungguh indah didengar! Aku tidak akan memainkan lagu ini lagi! Jika aku memainkannya, bukankah itu merupakan suatu penghinaan bagi lagu ini?!"     

"Terima kasih, Presdir Sean. Berkat Anda, saya berkesempatan untuk menikmati pertunjukan sang ahli dari dekat!"     

Sebuah lagu dimainkan selama empat setengah menit. Selama empat setengah menit ini pula, emosi semua orang bergejolak hingga membuat mereka berkaca-kaca.     

Akhirnya, Dwiki memainkan alunan nada terakhir dari lagu itu. Banyak siswa musik sudah mulai bertepuk tangan. Mereka tahu bahwa lagu ini sudah berakhir. Namun, ternyata pertunjukan Dwiki belum berakhir.     

Dwiki menggunakan nada akhir 'The Bell' untuk memulai lagu baru dan memainkan lagu 'Selamat Ulang Tahun'. Semua orang yang berada di sana mulai bersenandung dan mengikuti permainan Dwiki.     

"Selamat ulang tahun… Selamat ulang tahun… Selamat ulang tahun… Selamat ulang tahun…"     

Mau tidak mau, Dwiki akhirnya memamerkan keahliannya lagi untuk mengakhiri pertunjukan ini. Dia juga memberikan ucapan selamat sekali lagi, "Terima kasih, semuanya! Sean, selamat ulang tahun!"     

Semua tamu berdiri dan bertepuk tangan. Bahkan, banyak orang yang tidak dikenal menghampiri Sean untuk bersulang dengannya.     

Cahyadi tercengang dan merutuk dalam hati, Bukankah ini pesta pernikahanku? Kenapa para tamu malah memainkan lagu ulang tahun untuk Sean dan memberinya ucapan selamat? Mana yang lebih besar, ulang tahun atau pernikahan?     

Terlebih lagi, semuanya Cahyadi sewa dengan uangnya. Dia juga yang membayar pianonya. Kenapa pesta ini malah menjadi panggung Sean?     

Cahyadi merasa sangat malu. Dia berjalan ke arah Dwiki dan bertanya, "Tuan Dwiki, bisakah Anda memainkan lagu 'Pernikahan dalam Mimpi' untuk saya dan Giana?"     

Dwiki merasa bersalah saat melihat arlojinya. "Oh! Maaf sekali, tapi saya sudah akan ketinggalan pesawat. Lain kali saya akan menebusnya."     

Setelah berbicara, Dwiki memeluk Sean dan pergi dengan tergesa-gesa.     

"Hei…"     

Tidak peduli seperti apapun Cahyadi dan Singgih memanggil, keduanya tidak bisa menahan Dwiki. Cahyadi merasa malu. Si Dwiki ini jelas-jelas berada di sini untuk Sean dan sama sekali tidak memberikan muka pada keluarga Pangestu.     

Chintia sedang minum teh dengan bangga. Dia sudah lama menunggu pembalasan dendam Sean terhadap Cahyadi dan Giana. Sementara ini, semuanya masih permulaan.     

Tak sampai semenit setelah Dwiki pergi, seorang pemuda tiba-tiba masuk dan berkata pada Singgih, "Direktur Singgih, puluhan orang tiba-tiba datang ke pintu masuk aula. Mereka semua tidak memiliki undangan, tapi mereka bilang ingin masuk ke sini."     

Singgih mencibir, "Memangnya pernikahan keluarga Pangestu bisa sembarangan dihadiri oleh siapapun? Semua orang yang datang ke sini, mana ada yang bukan merupakan tokoh-tokoh terkemuka di Jakarta? Suruh mereka pergi!"     

Pemuda itu berkata, "Direktur Singgih, mereka semua mengatakan bahwa mereka juga bos yang memiliki perusahaan. Masing-masing dari mereka bahkan bersedia membayar 20 juta per orang sebagai hadiah pernikahan agar dapat masuk."     

Singgih tiba-tiba terkejut saat mendengar pemuda itu mengatakan ini. Ketika tamu lain mendengarnya, mereka juga mulai memujinya.     

"Direktur Singgih memang orang yang sangat penting di Jakarta. Hari ini putranya menikah, jadi ada begitu banyak bos perusahaan yang ingin berteman dengannya."     

"Benar! Meskipun mereka semua mungkin berasal dari perusahaan kecil, tetap saja tidak mudah untuk bisa mendapatkan permintaan dari begitu banyak bos perusahaan kecil!"     

Ketika Singgih mendengar pujian itu, dia mulai menyombongkan diri dan berkata dengan suara yang lantang, "Karena banyak bos muda perusahaan kecil yang ingin berteman dengan pihak kami dan hari ini adalah hari besar bagi anak saya, saya akan membuat pengecualian dan bersenang-senang dengan semuanya!"     

Sesudah itu, Singgih berkata pada pemuda itu, "Suruh mereka masuk saja. Beritahukan pada pihak hotel untuk menambah meja."     

"Baik!" jawab pemuda itu. Kemudian, dia segera keluar untuk melaksanakan perintah.     

Cahyadi merasa sangat bangga dan membual pada Giana, "Apa kamu melihatnya? Beginilah kedudukan ayahku di dunia bisnis Jakarta! Beberapa bisnis kecil itu berusaha susah payah menjilatnya!"     

Giana tersenyum datar. Sekarang semua pikirannya tertuju pada Sean. Giana masih tetap merasa senang begitu melihat bagaimana ayah mertuanya memiliki kedudukan. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuatnya kembali tercengang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.