Ingin Kukatakan Sesuatu

Saya Tidak Bersedia!



Saya Tidak Bersedia!

0Begitu Singgih tiba di pintu masuk hotel, dia melihat Andy dan John sedang berdiri di luar pintu bersama dengan beberapa anak buah mereka. Dia pun bergegas menghampiri mereka.     

"Tuan Andy, Kak John, kenapa tidak langsung masuk kalau sudah sampai?"     

Mata Andy terus memandang ke kejauhan saat menjawab, "Sedang menunggu seseorang."     

"Menunggu seseorang?"     

Sejenak Singgih penasaran. Andy adalah bos besar di beberapa provinsi di sekitar sini dan selalu orang lain yang menunggunya. Jadi, siapa orang yang pantas membuat Andy berdiri dan menunggu di sini?     

Tak sampai dua menit, sebuah Rolls-Royce dengan plat nomor cantik mendekat. Begitu Singgih melihat nomor plat itu, dia tahu bahwa tamu yang datang pasti memiliki latar belakang yang sangat bagus.     

Bagi orang-orang kalangan atas seperti mereka, kedudukan seseorang sudah bisa diketahui dari plat nomor mobilnya. Di kota seperti Jakarta, setiap orang kaya yang memiliki kedudukan tinggi pasti menggunakan plat mobil bernomor cantik. Semakin sedikit nomor yang tertera, maka semakin mahal harga yang harus dibayarkan. Beberapa nomor bahkan hanya bisa dimiliki oleh kalangan kelas tertentu. Tidak sembarang orang yang memiliki koneksi atau uang bisa mendapatkannya.     

Ketika Singgih melihat huruf dan angka yang tertera pada plat nomor mobil itu, dia langsung tahu bahwa mobil itu pasti dikendarai seseorang yang sangat terkemuka.     

Andy berinisiatif berlari ke pintu belakang untuk membukakan pintu, lalu membungkuk dengan hormat dan menyambut, "Tuan Fairus, selamat datang."     

John turut membungkuk sampai sembilan puluh derajat dan menyambut dengan suara yang nyaring, "Selamat datang, Tuan Fairus!"     

Pengurus Rumah Tangga Fairus turun dari mobil. Singgih melihat pria tua itu tampak begitu agung dan berwibawa. Sekali lihat saja, orang pasti langsung tahu bahwa Fairus merupakan seseorang yang terkemuka.     

Singgih menarik-narik Andy dan bertanya, "Siapa orang tua ini?"     

Andy memperkenalkan, "Ini Tuan Fairus, penyelamatku. Tanpa beliau, tidak akan ada Andy Laksono yang sekarang."     

Setelah mendengarnya, Singgih segera menangkupkan tangannya dan ikut menyambut Fairus.     

"Selamat datang, Tuan Fairus. Nama saya Singgih Pangestu. Saya sudah mengenal Tuan Andy selama bertahun-tahun dan kami berteman sangat baik," Singgih memperkenalkan diri, "Hari ini adalah pernikahan putra saya, Cahyadi Pangestu. Saya tidak tahu Anda datang ke sini…"     

"Halo, Tuan Singgih," kata Fairus sambil tersenyum, "Saya datang untuk menghadiri pernikahan tanpa undangan. Mohon Tuan Singgih memaafkan saya.     

Perkataan Fairus membuat Singgih merasa tersanjung. "Tidak, tidak! Kedatangan Anda merupakan suatu kehormatan bagi keluarga Pangestu. Mari, silakan masuk!"     

Singgih kegirangan dan merasa bangga, Haha! Sean, memangnya kenapa kalau kamu kaya raya? Orang terkemuka seperti Andy dan Tuan Fairus saja begitu hormat padaku. Aku tidak percaya kamu masih berani melawanku!     

Setelah ketiganya masuk ke aula pernikahan, Singgih berjalan di paling depan dan berkata pada Sean, "Sean, aku perkenalkan beberapa temanku dari Tanah Abang. Beliau ini adalah…"     

Sebelum Singgih selesai berbicara, John sudah terlebih dahulu melompat ke hadapan Sean dan langsung berlutut di hadapannya.     

John berseru dengan suara yang nyaring, "Tuan Muda Sean! Selamat ulang tahun!"     

John sudah pernah menyinggung Sean sebelumnya. Jika bukan karena kebaikan Sean yang tidak menghabisi mereka semua, saat ini John mungkin sudah tenggelam di Sungai Ciliwung.     

Andy ikut melangkah maju dan membungkuk dengan hormat untuk memberikan ucapan selamat, "Tuan Muda, selamat ulang tahun. Tuan Fairus dan saya datang ke sini untuk mengantarkan hadiah untuk Tuan."     

Pengurus Rumah Tangga Fairus perlahan melangkah maju. Di mata Singgih dan semua tamu yang hadir, mereka dapat melihat bahwa pria tua ini memiliki wibawa yang luar biasa dan jelas merupakan orang yang sangat berkuasa.     

Tanpa disangka, Fairus turut membungkuk dengan hormat dan berseru dengan suara yang nyaring pada Sean, "Tuan Muda! Selamat ulang tahun!"     

"Tu… Tuan Muda?"     

Singgih, Giana, dan yang lainnya, semua tercengang.     

Sean segera bangkit dan menjabat tangan Fairus sambil berkata, "Aku sudah menganggap Pengurus Fairus sebagai kerabat sendiri. Pengurus Fairus tidak perlu memberi hormat padaku seperti ini."     

Setelah berkata demikian, Sean memandang Singgih dan bertanya, "Kamu bilang kamu mencari temanmu di Tanah Abang untuk berurusan denganku. Jangan-jangan yang kamu maksud adalah Andy dan John?"     

Bahkan Singgih harus memanggil mereka berdua 'Tuan Andy' dan 'Kak John' dengan hormat, tetapi Sean benar-benar memanggil mereka layaknya seorang pelayan saja.     

Begitu mendengar perkataan Sean, John segera mengamuk dan menghardik Singgih, "Keparat! Kamu mau melawan Tuan Muda Sean? Kamu punya otak, tidak?!"     

Singgih tidak berani menjawab sepatah kata pun begitu ditegur oleh John secara langsung.     

"Saya datang ke sini untuk merayakan pernikahan Cahyadi dan Giana, bukan untuk membuat keributan. Saya tidak ingin orang berpikir bahwa saya sengaja membuat keributan untuk menghentikan pernikahan ini," kata Sean, "John, Andy, kalian pergi saja dari sini. Pengurus Fairus, letakkan saja hadiahnya. Pengurus Fairus bisa pergi dulu."     

Ketika Sean sudah bertitah, ketiganya tidak berani untuk tidak mematuhinya. Namun, sebelum pergi, Andy sengaja berbisik pada Singgih, "Jika Tuan Muda kehilangan sehelai rambut saja di pestamu ini, aku akan mengubur seluruh keluargamu hidup-hidup!"     

Singgih mendadak menjadi cemas dan berkeringat dingin, tetapi tidak berani membalas Andy. Seluruh tamu yang hadir juga tercengang.     

"Si Presdir Sean ini benar-benar menguasai dunia hitam dan putih! Bahkan, Andy juga ternyata anak buahnya!"     

"Presdir Sean masih sangat muda, tapi kemampuannya sudah sampai di tahap ini. Siapapun yang memprovokasi dirinya pasti tidak akan bernasib baik!"     

Semua orang di sana hanya mementingkan kepentingan diri masing-masing. Begitu melihat bahwa Sean begitu dihormati di Jakarta, para tamu di setiap meja datang menghampirinya satu demi satu sambil membawa gelas anggur.     

"Saya dengar hari ini adalah hari ulang tahun Presdir Sean. Meskipun belum pernah bertemu sebelumnya, kami sudah ditakdirkan untuk bertemu Presdir Sean di sini. Mari, semuanya, sama-sama bersulang untuk Presdir Sean."     

"Baik!"     

Semua tamu yang hadir bertepuk tangan dengan serempak. Ironisnya, banyak dari mereka adalah kerabat keluarga Pangestu dan teman Cahyadi.     

Sean tertawa mencibir. Dia tiba-tiba teringat bahwa belum lama ini, pada hari ulang tahun ke-80 Nenek Wangsa, orang-orang kalangan atas yang hadir di pesta pernikahan ini juga datang ke pesta ulang tahun itu.     

Waktu itu, Sean terlibat keributan dengan tuan rumah acara. Alhasil, keluarga Wangsa mendorong para tamu yang hadir untuk memasukkan Sean ke dalam daftar hitam. Sedangkan, para tamu juga melakukannya sesuai keinginan keluarga Wangsa.     

Sementara, hari ini semua orang tahu bahwa Sean sudah melakukan sesuatu yang merugikan keluarga Pangestu. Tetapi, tidak ada satupun tamu di sini yang berani membantu keluarga Pangestu. Sebaliknya, mereka semua berinisiatif untuk bersulang dan berteman dengan Sean.     

Betapa kejamnya dunia, namun inilah kenyataannya!     

Sean mengambil cangkir teh dan berkata, "Terima kasih atas ucapan selamat ulang tahun kalian. Tapi, karena ada beberapa orang yang takut saya minum terlalu banyak dan menimbulkan keributan, saya bersulang dengan Anda semua dengan teh saja."     

Setelah Giana mendengar perkataan Sean, wajahnya langsung memerah.     

Sebelumnya, ketika Giana memberikan undangan pernikahannya dengan Cahyadi, dia secara khusus memberitahu Sean untuk tidak minum terlalu banyak pada hari pernikahannya agar jangan sampai membuatnya malu. Sekarang, seharusnya Giana tidak perlu khawatir Sean akan mempermalukannya.     

Setelah minum teh, Sean berkata pada Singgih, "Direktur Singgih, sudah semakin malam. Bukankah pesta pernikahan ini sudah seharusnya dimulai? Setelah menyaksikan 'pernikahan kalangan atas' ini, saya masih harus kembali ke kantor untuk bekerja."     

Singgih terlihat tidak tahu harus berbuat apa. Hanya saja, apapun yang terjadi, dia harus menyelesaikan pernikahan putranya terlebih dahulu.     

Akhirnya, Singgih segera berkata pada pembawa acara, "Segera mulai pernikahan!"     

Cahyadi dan Giana berjalan ke atas panggung, tetapi pikiran Giana tampaknya sedang berada di tempat lain dan sama sekali bukan berada di pernikahan ini.     

"Cahyadi Wangsa, apakah Anda bersedia menikah dengan Giana Wangsa dan menerimanya sebagai istri Anda, baik miskin atau kaya, sakit atau sehat, merawatnya dan menemaninya sampai maut memisahkan?"     

Cahyadi menjawab, "Saya bersedia."     

"Giana Wangsa, apakah Anda bersedia menikah dengan Cahyadi Wangsa dan menerimanya sebagai suami Anda, baik miskin atau kaya, sakit atau sehat, merawatnya dan menemaninya sampai maut memisahkan?"     

Giana menjawab, "Saya tidak bersedia!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.