Ingin Kukatakan Sesuatu

Strategi Hilda!



Strategi Hilda!

0Hari ini Giana mempermalukan Cahyadi di depan umum. Tidak hanya sampai di sana, dia tidak membiarkan Cahyadi menyentuhnya begitu mereka sampai di rumah. Sebagai seorang pria, Cahyadi tidak pernah dipermalukan seperti ini!     

Cahyadi yang kesal berkata, "Sean sudah melihat dengan sangat jelas apa yang terjadi di antara kita di Hotel Raffles. Mau mengelak pun sudah terlambat! Haha! Di dunia ini, mana ada laki-laki yang bersedia memaafkan istrinya yang berselingkuh?"     

Giana menjadi sangat marah dan tiba-tiba dia terpikir, Jangan-jangan Cahyadi sengaja menggiring Sean untuk datang dengan memesan makanan dari luar saat berada di hotel? Bagaimana mungkin bisa begitu kebetulan?     

Saat itu Cahyadi tidak mau makan hidangan hotel yang begitu lezat dan malah bersikeras ingin makan ayam tim seharga sekitar empat sampai enam puluh ribu per porsi. Bagaimana mungkin bisa begitu kebetulan? Dari sekian banyak pengantar makanan yang ada di Jakarta, kenapa Sean yang datang untuk mengantar?     

Belum lagi, pengantar makanan dari luar biasanya tidak diperbolehkan mengantar sampai ke kamar tamu. Jika Cahyadi terlalu malas untuk turun dan mengambil pesanannya sendiri, dia bisa menyuruh pelayan hotel. Hotel bintang lima pasti menyediakan pelayanan seperti itu. Akan tetapi, Cahyadi sengaja meminta Sean untuk mengantar ke atas.     

Semuanya terlalu kebetulan. Jika bukan Sean yang mengantar, jika Sean pergi sesudah mengantar makanan sampai ke lobi, Sean tidak akan memergoki Giana dan Cahyadi. Jika itu semua tidak terjadi, sekarang Giana sudah menjadi istri seorang presiden direktur.     

Giana menyimpulkan, Kemungkinan Cahyadi memang sudah sengaja mengatur semua ini!     

Giana bangkit, berdiri dengan penuh amarah, dan memekik, "Cahyadi! Kamu benar-benar tidak tahu malu! Jelas-jelas kamu tahu aku wanita bersuami, tapi kamu masih mendekati dan merayuku dengan uangmu! Semua gara-gara kamu! Kamu sudah menghancurkan rumah tanggaku!"     

Cahyadi mencibir, "Segala sesuatu tidak terjadi tanpa alasan! Giana, kamu benar-benar wanita tak tahu diri! Mau bagaimanapun aku mengganggumu, tidak akan ada gunanya! Jangan coba-coba menyalahkanku atas kesalahanmu sendiri! Aku bahkan tidak memaksamu!"     

Giana yang kesal tidak ingin terus berdebat dengan Cahyadi. Dia pun mengambil tasnya dan berjalan ke pintu. Namun, Cahyadi segera meraih pergelangan tangannya.     

"Mau ke mana kamu?! Jangan-jangan mau bertemu Sean?!" tuduh Cahyadi, "Aku ini suamimu! Aku tidak mengizinkanmu pergi!"     

Giana melepaskan diri, lalu berkata, "Lepaskan aku! Aku ingin bertemu Hilda!"     

Cahyadi melepaskan pergelangan tangan Giana. Setelah mendengar Giana ingin bertemu Hilda, dia berpikir sejenak, lalu nada bicaranya menjadi lebih tenang.     

"Oke. Pergilah ke tempat sahabat baikmu itu dan tinggallah di sana selama dua hari," kata Cahyadi, "Hilda lebih rasional dibanding dirimu, jadi seharusnya dia bisa memberitahumu bahwa satu-satunya pilihan yang kamu punya hanyalah aku!"     

Cahyadi berharap agar Giana segera menemui Hilda. Cahyadi mengenal Hilda. Hilda adalah seseorang yang berpikir lebih rasional dan tidak akan membiarkan Giana memiliki fantasi tidak realistis seperti itu.     

Setengah jam kemudian, Giana tiba di rumah Hilda. Hilda keheranan jelas saat menyambut Giana. Dia mengambil barang bawaan Giana sambil terus bertanya, "Astaga… Bagaimana bisa pengantin baru datang ke sini dan membawa barang-barang seperti ini? Bukankah ini malam pertama pernikahanmu dengan Cahyadi?"     

Giana tahu suami Hilda sedang pergi ke luar kota dan sahabatnya itu hanya seorang diri di rumah. Suami Hilda tidak bisa datang ke pernikahan Giana hari ini, jadi Giana datang begitu saja ke rumah Hilda tanpa pemberitahuan.     

Giana berjalan ke ruang tamu dan berkata dengan frustrasi, "Hilda, kamu juga sudah melihat sendiri. Sean bukan laki-laki tidak berguna. Dia Presdir Yuwono. Apa yang harus aku lakukan?"     

Melihat Giana hampir menangis, Hilda segera menepuk pundaknya untuk menghiburnya.     

"Hah… Sean benar-benar keterlaluan! Jelas-jelas dia seorang konglomerat generasi kedua, tapi bisa-bisanya tinggal di rumah keluarga Wangsa kalian. Kakekmu juga! Jelas-jelas sudah tahu identitas Sean, tapi tidak memberitahu kalian sebelum meninggal."     

"Giana, jujur saja, kamu tidak perlu memikirkan Sean lagi. Lebih baik menjadi Nyonya Cahyadi saja dengan baik. ​​​​Beberapa tahun kemudian, kamu masih bisa menjadi wanita muda dengan kekayaan dua triliun!"     

"Siapa yang mau jadi wanita muda dengan kekayaan dua triliun?" balas Giana, "Sean itu presiden direktur Grup Citra Abadi! Kekayaannya puluhan triliun! Orang terkaya seperti Presdir Hartono saja menyanjungnya. Pasti kekayaan keluarga Yuwono di atas ratusan triliun! Apa aku gila dan masih menginginkan tujuan sekecil dua triliun itu?     

"Lagi pula, selama ini orang yang aku cintai adalah Sean. Aku tidak ingin menjadi Nyonya Cahyadi! Aku ingin rujuk dengan Sean!" kata Giana, "Hilda, kamu punya banyak ide cemerlang. Aku mohon padamu, cepat bantu aku memikirkan ide."     

Giana meraih tangan Hilda dengan putus asa dan ingin berlutut sambil menangis. Namun, Hilda hanya menggelengkan kepalanya tanpa daya.     

Menurut pemikiran Hilda, cara yang paling masuk akal adalah dengan menjadi Nyonya Cahyadi terlebih dahulu, lalu berhubungan dengan Sean secara diam-diam. Jika Sean memaafkannya, barulah Giana menceraikan Cahyadi dan menikah dengan Sean. Akan tetapi, sekarang dapat dilihat dengan jelas bahwa Giana ingin bersama dengan Sean dan kemungkinan besar sudah menyinggung Cahyadi.     

Hilda berpikir sejenak, lalu berkata, "Jika kamu ingin rujuk dengan Sean, pilihanmu untuk pindah sudah benar. Sebelum menikah, kalian juga tidak tinggal satu atap dan hal ini bisa dibuktikan oleh orang-orang keluarga Wangsa."     

"Tidak ada gunanya. Tidak tinggal satu atap sekarang juga tidak ada gunanya," kata Giana, "Sean tahu aku dan Cahyadi pernah bermalam di hotel. Dia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Aku curiga Cahyadi sudah sengaja mengaturnya! Jika tidak, mana mungkin bisa begitu kebetulan Sean bertemu dengan kami di hotel?"     

"Oh?" Mata Hilda berbinar ketika mendengar perkataan Giana barusan, lalu dia bertanya, "Apa saat itu Sean melihat kalian melakukan sesuatu?"     

Giana berusaha mengingat-ingat dan menjawab, "Dia melihatku mengenakan jubah mandi dan berdiri di kamar. Tidak ada yang lain."     

Hilda tersenyum dan berseru dengan semangat, "Aku sudah dapat ide! Kita bisa berbohong dan mengatakan bahwa waktu itu kamu tidak melakukan apapun dengan Cahyadi!"     

"Sean bukan orang bodoh. Bagaimana mungkin dia akan mempercayainya?" tanya Giana dengan tidak yakin. Dia merasa sedikit tidak percaya diri dengan ide ini.     

"Dengarkan aku dulu," Hilda menjelaskan, "Kamu bilang saja bahwa kamu memang sempat berpikir untuk selingkuh. Tapi, saat itu kamu langsung mandi begitu masuk kamar dan belum sempat melakukan apapun. Siapa sangka, sesudah itu kamu bertemu dengan Sean secara kebetulan. Setelah Sean pergi, kamu merasa bersalah padanya dan langsung meninggalkan hotel. Jadi, tidak ada apapun yang terjadi di antara dirimu dan Cahyadi!"     

Giana mengangguk lagi dan lagi, kemudian menambahkan, "Benar! Meskipun saat itu aku memarahi Sean, aku merasa sangat menyesal, jadi aku segera berganti pakaian dan pulang. Sampai di rumah, aku bahkan menyiapkan makan malam untuk Sean!"     

Hilda tersenyum dan menimpali, "Kedengaran masuk akal, kan? Jika kamu pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi perbaikan atau apa lah itu, siapa yang akan mengetahuinya?"     

"Tapi, bagaimana kalau Cahyadi membocorkannya?" tanya Giana. Tentu saja Sean tidak hanya akan memercayai perkataannya tentang hal ini begitu saja.     

Hilda mendengus dingin dan mencibir, "Tenang saja. Dia tidak akan menghancurkanmu. Sekarang Sean adalah Presdir Yuwono yang terkenal. Dia sangat berkuasa di dunia bisnis, baik di dunia hitam maupun dunia putih. Cahyadi pasti akan bersedia untuk berbohong pada Sean bahwa dia belum pernah menyentuh wanitanya. Jika tidak, Cahyadi bahkan tidak akan tahu kapan Sean mau menghabisinya!"     

Giana memikirkan penjelasan Hilda dengan seksama. Cahyadi memang punya cukup alasan untuk bekerja sama dengannya.     

"Hebat!" Giana melompat dengan penuh semangat dan mencium pipi Hilda. "Haha! Hilda, kamu benar-benar penyelamatku! Asalkan Sean tahu bahwa aku tidak benar-benar selingkuh, dia pasti akan memaafkanku! Kalau begitu, aku akan menelepon Cahyadi sekarang dan memberitahunya, ya?"     

Giana mengeluarkan ponselnya dan ingin menelepon Cahyadi, tetapi tangan ramping dan lembut Hilda segera menghalanginya. Hilda mengingatkan sambil tersenyum, "Jangan terburu-buru. Sekarang Cahyadi masih marah. Kemungkinan besar dia tidak akan bisa melihat keuntungan dari masalah ini."     

"Tunggu sebentar lagi," Hilda menyarankan, "Menurut tebakanku, pembalasan Sean padanya belum berakhir. Mungkin saja tanpa menunggu lama, Cahyadi sendiri yang akan memohon padamu untuk membuat kebohongan ini."     

Baru saja Hilda selesai berbicara, dia melihat Giana membuka kunci ponselnya dan ada sebuah notifikasi yang masuk. Notifikasi itu merupakan sebuah berita yang isinya, 'Banyak hotel di Jakarta telah memasang kamera tersembunyi! Privasi tamu diunggah ke internet!'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.