Ingin Kukatakan Sesuatu

Maaf!!!



Maaf!!!

0Rumah-rumah mewah pada umumnya akan terlihat begitu megah dan gemerlap begitu memasuki pintu. Lampu gantung yang berlebihan, bentuk tangga yang aneh, dan beberapa patung atau barang antik yang berharga akan ditempatkan di ruang tamu. Sementara di rumah Sean, meskipun tidak ada benda-benda mewah seperti itu, rumahnya tetap terlihat mengagumkan dan mewah.     

Tidak ada dinding berlatar televisi, tidak ada lampu kristal, tidak ada langit-langit yang berlapis-lapis, dan tidak ada garis-garis gips. Sebaliknya, terdapat sofa, perapian, permadani lembut, dan lampu lantai yang modis.     

Hilda dan Giana sama-sama wanita fashionista berpenampilan modis dengan selera tinggi. Tidak ada merek mewah yang bisa lolos dari pandangan mereka.     

"Ya Tuhan! Apakah ini lampu lantai ARCO merek FLOS dari Italia? Kenapa aku belum pernah melihat yang ini?"     

"Aku juga suka kursi malas ini, sepertinya dari Eames."     

Hilda terus memeriksa benda-benda besar dan kecil yang ada di rumah Sean, sementara Sean berjalan ke lemari es dan bertanya dengan santai, "Kalian mau minum apa?"     

"Beri aku Cola saja," jawab Hilda.     

"Aku ingin minum air madu," jawab Giana.     

Sean berhenti dan melirik Giana, lalu berkata, "Tidak ada madu di sini. Hanya ada air mineral."     

Hilda mencubit Giana pelan dan berbisik, "Kamu benar-benar ingin begini? Kamu masih ingin menyuruh Sean membuatkan air madu untukmu?!"     

Giana cemberut. Dalam tiga tahun terakhir, dia terbiasa dengan Sean yang melayaninya seperti ini, jadi dia ingin merasakannya lagi.     

Keduanya mengambil minuman yang dilemparkan Sean. Hilda menyesap minumannya dan kemudian memuji, "Sean, aku sangat suka gaya dan warna furnitur rumahmu ini. Putih, biru… Biru langit dan awan putih, mengingatkanku pada hotel yang paling aku dan Giana sukai di Phuket. Haha."     

"Oh, banyak barang di sini dikirim dari vilaku yang ada di Phuket karena banyak di antaranya merupakan edisi terbatas dan hanya ada satu di dunia," kata Sean datar, "Jika harus membuat ulang, itu akan memakan waktu, jadi aku tidak membeli yang baru lagi."     

"Apa? Kamu punya vila di Phuket? Di mana itu?"     

Hilda dan Giana sama-sama terkejut karena mereka sangat menyukai Phuket dan pergi ke sana hampir setiap tahun. Giana berkali-kali mengatakan bahwa jika nanti dia sudah punya uang, dia harus membeli vila di sana.     

Sean mengingat-ingat sebelum menjawab, "Cape Panwa, Phuket, dengan luas lebih dari 2.300 meter persegi."     

Hilda dan Giana sontak tercengang. Hilda bahkan hampir tersedak Cola.     

"Aku mau pingsan rasanya! Aku dan Giana pernah tinggal di vila itu! Biayanya mencapai 120 juta per malam!" kata Hilda dengan penuh antusias, "Setiap kali menyewa di sana selama beberapa hari, kami pasti akan merasa sayang untuk waktu yang lama. Ka… Kamu ternyata sudah membelinya?"     

Giana tak kalah antusias. Dia sudah begitu sering ke sana. Matanya seperti sedang melihat laut Andaman dengan pemandangan 360 derajat dari luar vila milik Sean.     

Suasana hati Giana begitu bergejolak dan dia memekik dalam hati dengan bersemangat, Vila di Phuket merupakan dream house-ku! Aku tidak peduli! Vila itu milikku! Apa yang menjadi milik Sean adalah milikku! Aku tidak peduli!     

Ketika Hilda melihat Giana yang sudah tidak bisa mengendalikan suasana hatinya meskipun baru masuk, dia segera berkata, "Hm… Mari kita naik dan melihat-lihat di atas saja."     

"Naik lift atau naik tangga?" tanya Sean, masih dengan wajah yang datar.     

"Naik tangga saja," jawab Hilda.     

Baru saja mereka menaiki tangga yang putih dan bersih, Hilda lagi-lagi bertanya, "Kenapa aku merasa desain tanggamu ini juga sangat tidak asing, ya?"     

Sean langsung tertawa dan membalas, "Mata Kak Hilda memang benar-benar tajam. Tidak ada desain atau merek barang di rumahku yang bisa lewat dari pandanganmu."     

Rumah Sean ini memang megah. Tetapi, jika orang yang tidak mengerti datang ke sini, mereka sama sekali tidak akan mengetahui nilainya sama sekali. Hilda memang pantas disebut wanita cantik kaya raya berwawasan luas.     

"Aku mendesainnya sesuai dengan tangga rumah Tony Stark di film 'Iron Man'," jawab Sean.     

Hilda segera tersenyum dan memuji, "Haha! Pantas saja sangat tidak asing! Kamu memindahkan rumah triliuner di dunia Marvel ke dunia nyata! Benar-benar keren!"     

Giana menyukai film Marvel dan juga menyukai Tony Stark, pemeran Iron Man. Lagi-lagi, dia kembali bersemangat ketika mendengar ini. Giana terus menarik bagian belakang pakaian Hilda dan berbisik dengan manja, "Aku juga menyukai Iron Man! Aku juga menyukai tangga ini!"     

Hilda menggelengkan kepalanya tanpa daya dan mengingatkan, "Lihat dirimu… Jaga sikapmu."     

Sebelum keduanya datang, Hilda dengan jelas menyuruh Giana untuk tetap tenang sementara Hilda bersiap menciptakan kesempatan bagi keduanya untuk berduaan. Tapi, sebelum tujuan utama mereka selesai, sekarang Giana sudah tidak bisa menahan diri.     

Sean mengajak Giana dan Hilda berjalan-jalan di lantai dua. Tentu saja lantai dua rumah ini juga terlihat mewah dan membuat wanita tergila-gila.     

"Sean, di mana kamar tidurmu?" tanya Hilda, "Kami ingin melihatnya."     

"Di lantai tiga. Ikuti aku."     

Sean berjalan di depan dan membawa keduanya ke kamar tidurnya. Pintu kamarnya terlihat sangat bersih dan berat. Setelah pintu dibuka, mereka bertiga merasa kedinginan karena jendela terbuka. Angin malam yang bertiup kencang membuat ketiganya merasakan kesejukan.     

Sesudah lampu sentuh dinyalakan, Hilda dan Giana melihat sekitar kamar tidur Sean. Kamar tidurnya bersih dan juga tidak ada benda-benda berantakan yang terlihat di sana. Tempat tidur dan lampu meja berwarna putih sehingga memberikan kesan sangat minimalis. Hampir tidak ada dekorasi di kamarnya. Hanya ada puisi di atas kertas dinding berwarna terang.     

Hilda berjalan mendekat dan membaca puisi yang tertulis di kertas dinding tersebut.     

"Sebenarnya, yang aku nantikan hanyalah sebuah saat... Aku tidak pernah memintanya, tetapi kamu memberikannya padaku… Seluruh hidupmu… Jika bisa berada di lereng bukit penuh bunga gardenia… Bertemu denganmu… Jika kamu bisa mencintai dengan sepenuh hati sekali lagi… Jangan pergi lagi… Mari jalani kisah sehidup semati lagi… Bukan hanya itu, melainkan hanya itu… Ketika memutar kembali waktu… Waktu yang singkat itu…"     

Hilda baru saja selesai membaca tanpa emosi ketika Giana tiba-tiba berkata, "'Harapan' oleh Chairil Wanwar."     

Ini adalah puisi modern yang ditulis oleh penyair terkenal kesukaan Sean. Giana juga sangat menyukai puisi ini. Saat melihat kata-kata tersebut, Giana tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh kertas halus itu. Namun, begitu tangannya menyentuh kertas itu, tiba-tiba suara musik terdengar di dalam ruangan.     

Deng, deng, deng, deng, deng, deng...     

Musik ini terdengar sangat tidak asing di telinga. Ini adalah lagu tema 'Keluarga Cemara'. Tak ayal, Giana terkejut mendengarnya. 'Keluarga Cemara' adalah film yang Giana dan Sean tonton bersama di tahun pertama pernikahan mereka.     

Hilda turut terkesima. Bagaimana bisa musik terputar hanya dengan menyentuh kertas? Dia pun bertanya, "Apakah itu suara kotak musik?"      

Sean menjawab, "Itu adalah alunan musik dari NEXUS."     

"Apa itu NEXUS?" tanya Hilda kebingungan.     

Akhirnya ada sesuatu yang belum pernah didengar Hilda. Lagi pula, dalam hal musik, Giana lebih banyak tahu dibanding Hilda.     

"Ini adalah synthesizer untuk membuat musik elektronik," terang Giana. Kemudian, dia memandang Sean lagi dan bertanya, "Aku sangat menyukai nada ini. Bisakah kamu memberikannya sebagai hadiah untukku?"     

Sean terus-menerus mengabaikan Giana. Tepat pada saat itu, tiba-tiba Hilda menyahut, "Hm… Aku akan turun sebentar dan menelepon suamiku. Kalian berdua mengobrol dulu saja."     

Sesudah itu, Hilda meninggalkan kamar dan menutup pintu.     

Hilda sengaja meninggalkan mereka berdua sendirian di kamar. Ini merupakan tujuan kedatangan mereka kemari. Hanya untuk membiarkan Giana bertemu Sean sendirian, kemudian… meminta maaf!     

"Maaf!"     

Giana Wangsa, wanita tercantik nomor satu di Jakarta yang selalu dianggap sebagai dewi oleh semua pria, berlutut di depan Sean dengan bunyi benturan yang keras.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.